Tentang Faisal (3)

240 7 0
                                        


Pagi ini Faisal dan Ulya sarapan sambil memandang butiran salju yang turun. Tipis saja, tapi tetap menakjubkan bagi manusia tropis seperti mereka. Di meja kotatsu yang hangat terhidang teh susu dan roti isi telur dadar dengan keju leleh dan mayonnaise.

"Tadi malam Abang merasa ada yang beda nggak?" Ulya mencondongkan wajahnya ke hadapan Faisal.

"Hmm...apa ...rambut? kan Dinda udah bilang mau potong rambut." Tangannya memilin ujung rambut Ulya.

"Bukan..."

"Trus?"

"Abang merasa ada yang berbeda nggak didiri Dinda ketika kita..." Ulya malu jika harus mengatakannya. Setengah kesal juga, kok Faisal tidak sensitif.

"Nggak tau...apa yang beda?" Faisal menggelengkan kepalanya.

Ulya meringis. Mereka baru menikah enam bulan dan selama tiga bulan hidup terpisah. Wajar jika Faisal tidak menyadari ada yang berubah pada tubuhnya. Ulya kemudian melangkah menuju lemari, mengambil tas yang dipakainya kemarin. Dikeluarkannya tiga lembar kertas dan menyerahkannya ke Faisal.

"Ini..." Faisal tampak kebingungan.

"Ini ada keterangan berapa usianya, ini ukuran janinnya sekarang," tangan Ulya menunjuk angka-angka yang tertera di kertas itu. Bibirnya menahan senyum.

"Ini punya siapa?" Faisal baru sadar kalau itu print out hasil USG.

"Ini foto USG...Ulya mengusap perutnya. Ia sudah tak bisa menahan tawa melihat ekspresi suaminya.

"Masya Allah...Allahu Akbar...kenapa Abang nggak dikasi tau? Kok Dinda tega? Ibu dan ayah juga..." Tiba-tiba Faisal teringat perjalanan mereka malam kemarin, naik turun tangga sambil menyeret koper besar itu, Ulya yang muntah, berdesakan di kereta dan aktifitas mereka tadi malam.

Ulya menggenggam tangan Faisal dan meletakkan di perutnya. "Insya Allah nggak apa-apa. Dinda selalu rutin periksa ke dokter dan sebelum berangkat juga dokter sudah memastikan kalau kehamilan Dinda sehat. Si kembar juga perkembangannya bagus."

"Kembar?" Faisal melihat lagi kertas itu, ada dua titik disana. Seharusnya Ulya tidakmerahasiakan hal sepenting ini. Faisal mengusap wajahnya. Bahagia tapi tetap saja menyesalkan tindakan Ulya.

"Ke Jakarta kan bareng Kak Hana, diantar dan ditungguin sampai naik pesawat. Kalau Abang jemput ke Padang, nanti uangnya nggak cukup untuk sewa apato ini. Maaf ya, jadi bikin abang khawatir. Memang sengaja dirahasiakan, pengen kasi kejutan."

Faisal masih akan mengajukan protes namun bibirnya tertahan. She sealed him with a kiss.

Faisal hanya sanggup bertahan tiga bulan tanpa Ulya disisinya. Meski tiap tiga hari sekali ia menelpon ke Padang, rasa rindunya tak cukup terpuaskan hanya dengan mendengar suara istrinya. Ia butuh memandang Ulya, cintanya membutuhkan sentuhan. Faisal mengatur pengeluarannya dengan ketat dan meminta Ulya datang ke Jepang tanpa ia jemput. Selain tiket pesawat Ulya, sewa apartemenlah yang paling menguras keuangannya. Biaya sewa bulan pertama besarnya lima kali biaya sewa bulanan karena ditambah uang deposit, uang kunci dan biaya agen penyewaan rumah.

***

Usia kehamilannya memasuki bulan ke enam ketika sakura mulai bermekaran. Penambahan berat badan yang sudah mencapai sepuluh kilogram membuat Ulya mudah lelah.

Sudah beberapa malam ini iya sulit tidur. Bukan hanya karena perutnya yang makin melendung tapi rasa tegang pada otot betis yang membuatnya tidak nyaman. Setiap malam sebelum tidur Faisal akan memijit bagian belakang betisnya sampai ia ketiduran.

Malam ini Ulya berbaring dengan gelisah. Faisal pulang terlambat lagi dan sudah yang ke empat kalinya dalam minggu ini. Ulya sudah mencoba tidur dari jam 10 tadi, tapi kram pada kakinya makin menjadi.

Cinta KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang