Five

5.1K 127 2
                                    

Aku pikir, setelah aku menyuruh Eric diam saat di restoran tadi, maka dia tidak akan membahas lagi masalah semalam. Namun nyatanya pria itu belum puas dan masih ingin mengejarku juga dengan topik yang sama.

"Gue harap, kejadian yang sama takkan terulang lagi," katanya sambil tetap fokus menyetir. Saat ini kami dalam perjalanan pulang, "lo tau kan sekarang kalau apa yang gue bilang bener, soal temen-temen lo itu. Ya...meskipun gue tak sejurusan dengan kalian, tapi gue tau siapa temen lo satu persatu. Mana yang bener dan mana yang gak bener."

Aku hanya diam mendengar apa yang di sampaikannya. Ok, saat ini aku tau kalau dia mulai mengoreksiku, ah...tepatnya menghakimi karena kesalahanku semalam yang tak mengindahkan kata-katanya. Dan jujur aku memang merasa bersalah dengan hal itu.

"Dan Nathan adalah salah satu temen lo yang gak bener," lanjutnya. Cukup!! Aku sudah tidak tahan dengan ini. Dia benar-benar ingin memojokkanku. Dan aku harus minta maaf padanya.

"Baiklah. Gue minta maaf. Semua salah gue. Kalau seandainya semalem gue dengerin kata-kata lo, pasti tidak akan pernah terjadi kejadian itu."

Kembali lagi aku mengingat kejadian yang sebenarnya ingin ku lupakan. Sial!! Eric hanya menarik nafas panjang saja menanggapi perkataanku. Ku harap cukup sampai disini dan dia takkan membahas masalah ini lagi. Dan sampai kami tiba di apartemen, ternyata dia memang tak membahas masalah tersebut. Aku benar-benar bersyukur dalam hati.

"Tadi pagi gue nggak tau lo bangun jam berapa," aku memulai pembicaraan saat kami duduk di depan TV sama-sama.

"Gue bangun jam lima pagi," katanya enteng tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar kaca televisi.

"Apa? Sepagi itu?"

Itu benar-benar surprise buatku. Eric bukan tipe seorang pria yang suka bangun pagi. Apalagi setelah menghabiskan malamnya dengan bercinta. Setidaknya aku tau hal itu karena dia yang mengatakan sendiri padaku.

"Gue harus datang ke tempatnya Loly untuk ngambil obat itu."

Ah...aku tau obat apa yang ia bicarakan. Pasti pil pencegah kehamilan itu. Pastinya Eric tak mau repot-repot membelinya di apotek karena aku tak membutuhkan banyak.

"Dia nggak curiga kan?" aku mulai khawatir kalau-kalau Loly, pacar Eric akan mengetahui maksud kedatangannya datang ke tempat wanitanya.

"Tentu saja gue gak bodoh. Gue harus 'nakhluk'in' dia dulu baru mengambil obat itu."

Aku mencoba mencerna kata-katanya yang terasa ambigu di telingaku. Dan mataku membulat saat mengetahui apa maksud kalimatnya itu.

"Lo bercinta dengannya?"

Dia tak menjawab. Hanya tarikan napas panjang yang kudengar darinya. Aku kembali terdiam. Entah kenapa aku tiba-tiba merasa kesal dengan jawaban Eric barusan. Tidak!! Tepatnya kecewa. Aku kecewa dia bercinta lagi dengan wanita lain bahkan setelah menghabiskan malam denganku. Ah...perasaan apa ini? Kenapa aku tiba-tiba seperti ini? Aku lalu bangkit dari dudukku.

"Mau kemana?" tanyanya tiba-tiba sambil menoleh ke arahku.

"Gue mau istirahat," jawabku tanpa menoleh ke arahnya. Entah apa yang dia pikirkan padaku sekarang. Yang jelas aku ingin segera menjauh darinya dan melupakan semua yang terjadi.

🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺🍃🌺

Dan beberapa haripun berlalu. Syukurlah apa yang ku harapkan sesuai keinginanku. Tak ada perubahan apapun pada hubunganku dan Eric. Kami bahkan masih tetap bersama dan tak jarang bercanda satu sama lain. Seolah kejadian malam itu tak pernah terjadi. Kulihat pula, beberapa malam ini Eric tak pernah tidur di apartemen. Mungkinkah dia ke tempat Loly dan menghabiskan malam dengannya? Ah...sudahlah. Itu bukan urusanku. Dan aku juga tak ingin menanyakan hal itu padanya.

FwB (END) Sudah Terbit Di Google PlaybookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang