Seven

3.8K 97 0
                                    

Aku terbangun dan merasakan sebuah tangan kekar menindih tubuhku. Kulihat Eric ternyata masih di tempatnya. Aku mencoba meraba keningnya, dan ah...ternyata sudah tidak panas lagi. Suhu tubuhnya sudah hampir normal. Mungkin sebaiknya aku bangun dan membuatkannya sarapan.

Tapi badanku benar-benar sangat letih. Eric benar-benar sudah memperdayaku. Setelah usaha ku dalam menurunkan suhu tubuhnya berhasil, dia malah menginginkan sesuatu yang lebih. Tentu saja karena aku dengan tidak sengaja sudah membangunkan singa kecilnya. Dan saat aku mau menghindar, dia malah mencekalku dan menjebakku di ranjangnya. Mungkin sekitar tiga ronde kami bermain. Dan itu semua atas ajakannya. Meski aku berusaha menolak, namun pria itu terlalu pintar dalam merayu yakni dengan menggunakan semua titik lemah di daerah sensitifku untuk menarikku kembali kedalam birahinya. Dan saat ini aku merasakan pegal-pegal di semua sendi-sendi tubuhku akibat ulahnya.

Perlahan-lahan aku turun dari ranjang. Memunguti pakaianku yang berserakan di lantai. Aku mengambil sebuah selimut yang sebelumnya ku ambil dari kamarku, dan kugunakan untuk menutupi tubuhku yang polos tanpa sehelai benangpun.

Hanya sebentar aku membersihkan tubuhku di kamarku sendiri. Dan akupun segera bergegas turun ke dapur. Niatku membuatkan sup ayam dengan campuran jamur Inoki dan risoto untuk Eric. Kulihat tak ada persediaan ayam di kulkas. Terpaksa aku harus turun dan membeli ayam di minimarket yang ada di apartemen ini.

Sekitar lima belas menit aku baru kembali dari minimarket. Ternyata banyak sekali yang ku beli sampai aku lupa waktu. Tanpa pikir panjang, aku cepat-cepat membuat menu yang sejak semula aku rencanakan. Hanya sekitar 45 menit sampai kedua menu itu siap di hidangkan.

Tiba-tiba sebuah tangan memelukku dari belakang. Aku terkejut setengah mati dan tanganku hampir saja tersengat oleh panci yang panas, "Dasar monyet lo. Mau bikin tangan gue kebakar?" umpatku sengit.

"Sorry...Sorry...gue nggak tau kalau lo sedang sibuk sama kompor."

"Eh...emang lo pikir gue disini lagi main boneka? Yang benar saja," omelku panjang lebar sambil menepiskan tangannya, "mata masih ngantuk aja pake bangun segala. Tidur lagi sana!!"

"Hoooaaammm.....gue nggak ngantuk lagi," ujarnya sambil menguap lebar.

"Apaan bilang gak ngantuk. Mulut mangap lebar kayak lubang buaya gitu," Cibirku lalu mengangkat panci sup ke meja makan. Eric mengikutiku dari belakang.

"Lo masak apa? Baunya harum sekali. Gue jadi lapar."

"Tunggu! Gue ambil mangkuk dan piring dulu," kataku menghentikan gerakannya yang hendak mencicipi makanan itu, "awas ya, jangan nyosor duluan. Itu masih panas. Kalau mulut lo terbakar, gue nggak tanggung jawab," tambahku memperingatkan.

Beberapa detik kemudian aku kembali membawa mangkuk dan piring masing-masing dua. Tentunya aku juga ingin sarapan. Karena perlakuan Eric semalam padaku, aku benar-benar di buat kehabisan tenaga.

Singkatnya kamipun sarapan bersama. Tak ada percakapan karena perut kami masing-masing sudah sangat lapar. Ah...aku tak pernah kelaparan seperti ini. Apakah di luar sana orang yang habis bercinta juga mengalami hal yang sama? Entahlah. Aku tak ingin tahu lebih jauh. Dan cukup sudah apa yang kulakukan dengan Eric. Bagaimana hubungan kami bisa sejauh ini sekarang? Aku bahkan tak bisa mengatakan apakah aku dan dia benar-benar hanya berteman biasa? Ini bahkan sudah melebihi batas pertemanan.

Tiba-tiba terdengar ponsel berdering. Dari suara ringtonenya, itu berasal dari ponsel Eric. Pria itu bangkit dengan malas. Entah apa yang di pikirkannya saat ini. Aku sendiri tetap pada posisiku. Masih asik menyantap makananku.

Beberapa saat kemudian ku lihat Eric tergopoh-gopoh keluar dari kamar. Aku terkejut karena dia meninggalkan bunyi berisik saat menutup pintu. Aku berlari seketika dimana Eric sekarang berada. Dia tampak sedang memakai sepatu dan sudah menyandang tas ransel di pundaknya. Aku heran. Apa yang sudah terjadi.

FwB (END) Sudah Terbit Di Google PlaybookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang