Aku melempar tasku begitu saja ke atas sofa saat aku baru saja sampai di apartemen. Kekesalanku memuncak beberapa saat lalu saat pacar Eric mendatangiku dan tanpa pandang bulu langsung menghakimiku dengan kata-kata kasarnya.
Aku melangkah menuju dapur bermaksud mengambil air dingin di dalam lemari es. Tiba-tiba sebuah seruan halus menegurku dari balik pintu. Eric dengan kedua tangan di sakunya bersandar di ambang pintu.
"Sepertinya setahun lo nggak minum air sampai air satu botol lo habiskan dalam sekali tenggak."
Aku hanya melengos mendengar kalimat sindiran darinya. Setelah mengisi kembali botol yang sudah kosong dengan air dari dispenser, dan ku masukkan kembali ke dalam lemari es, aku pun melangkah pergi menuju kamarku. Sepertinya Eric heran dengan sikapku yang nampak dingin padanya. Dia lalu mengejarku ke kamar.
"Ngapain lo masuk? Pergi sana!! Gue mau ganti baju," usirku dengan nada ketus. Namun bukannya pergi, dia malah menyamankan dirinya dengan tidur di ranjangku. Merebahkan diri dengan kedua tangan ia lipat di atas kepala sebagai bantal. Sedang kakinya menyilang lurus ke bawah.
"Ya sudah. Ganti baju sana. Lagian gue juga udah tau gimana bentuk tubuh lo dan semua tanda disana," aku membelalak tak percaya dengan kalimat yang barusan terlontar dari mulutnya. Seketika itu juga aku mengambil bantal yang ada di sisi kirinya dan aku pukul-pukulkan padanya.
"Dasar lo ya!! Dasar pria mesum. Mulut lo tu nggak pernah di sekolahin. Keluar dari kamar gue!!"
Dia berusaha menghindar dari pukulanku namun aku tetap mengejarnya.
"Aiisshhh...gitu aja sudah sewot," gerutunya.
"Keluar nggak lo?"
"Iya...iya...gue keluar."
Dan dengan kesal diapun mengikuti perintahku. Aku cepat-cepat mengunci pintu takut kalau dia akan mengambil kesempatan untuk masuk saat aku dalam keadaan telanjang.
👉👉👉👉
Ku lihat Eric sedang duduk di ruang tengah sambil nonton tv. Sebuah film yang ber-genre action. Tanpa pikir panjang akupun duduk disampingnya. Mencomot pop corn yang ada di tangannya tanpa permisi.
"Ngapain lo kemari? Udah berani ngusir gue, sekarang malah deketin gue. Mau ngrayu? Sorry ya, gue nggak bakalan mau sama cewek kayak elu."
Aissshh....menyebalkan sekali bocah ini. Aku mencubit pinggangnya seketika membuatnya menggeliat karena sakit bercampur geli. Itu memang daerah titik lemahnya.
"Dasar lo tuh ya. Mulut emang gak pernah di sekolahin," cibirku lalu merebut pop corn yang dia pegang.
"Eh...emang gue elu yang selalu makan bangku sekolahan?"
Tawanya tiba-tiba berderai. Aku mendengus kesal karena merasa kalah dalam perdebatan. Untuk beberapa waktu kami terdiam dan menikmati film yang ada di depan kami saat ini.
"Lo putus ya sama si Loly?" tanyaku tiba-tiba membuka obrolan. Kulirik dia tak bereaksi apapun selain helaan napas panjang, "jadi...kenapa lo putus dengannya?" aku mendesak.
"Kenapa emang? Lo penasaran banget ma percintaan gue."
"Ya' elah, tanya doang masa' nggak boleh?"
"Nggak penting tau."
"Eh...asal lo tau ya, gara-gara lo putus ma dia tuh, si Loly nyamperin gue dan ngata-ngatain gue seenak jidatnya. Kesel gue tau nggak?" aku mulai mengadu.
Diapun mendesah panjang sambil melipat kedua tangannya di belakang kepala, "Bukannya selalu demikian? Gue rasa lo cukup kenyang sama teguran dari mantan-mantan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
FwB (END) Sudah Terbit Di Google Playbook
RomanceSofie, menjalin persahabatan dengan Eric sejak mereka kecil. Dan karena sebuah kesalahan, terjadi sesuatu diantara mereka. Menukar arti sebuah pertemanan menjadi hubungan yang lebih. Akankah keduanya sama-sama terjerat oleh sebuah rasa yang tidak se...