"Ada dua alasan kedatanganku kemari, Ranggalawe sahabatku."
Raden Wijaya duduk di kursi utama ruang depan sambil menyesap teh manis, jamuan yang disiapkan pelayan kediaman.
Ranggalawe duduk tenang di hadapannya setelah ia meminta Shinta masuk ke ruangan untuk meninggalkan mereka berdua. Rangga hanya meminta Shinta menemui Raden Wijaya untuk menyambutnya demi menghormati kedudukannya sebagai raja Majapahit. Dia tidak ingin adiknya merasa tertekan jika harus terus ada di satu ruangan dengan orang yang telah memintanya, meskipun orang itu adalah raja.
"Dan apakah alasan Paduka Raja datang kemari?" tanyanya tenang.
"Yang pertama, Majapahit membutuhkan seorang Rakryan Patih. Menurutmu, Ranggalawe sahabatku, siapakah yang paling pantas menerima kehormatan itu?"
"Menurut Rangga, Paman Lembu Sora adalah orang yang paling pantas menerima kehormatan itu, Paduka Raja. Dilihat dari jasa-jasanya kepada Majapahit, tidak ada yang bisa dibanddingkan dengan dirinya," tutur Rangga sopan.
Raden Wijaya mengangguk. Dia menatap lekat Rangga yang masih duduk tenang di depannya. "Dan alasan yang kedua, adalah..."
"Jika itu menyangkut Shinta, saya mohon maaf belum bisa memberikan Paduka Raja jawaban."
Raden Wijaya mengangkat satu alisnya tinggi, pertanda ia tidak suka orang lain menginterupsi kalimatnya.
Rangga yang menyadari keadaan langsung menangkupkan kedua tangan dan menundukkan kepala. "Rangga meminta maaf atas kelancangan Rangga memotong ucapan Paduka Raja."
"Gayatri. Aku hanya meminta adikmu, Shinta sementara menemani Gayatri di istana. Dia dalam masa-masa mengidam. Jadi agak sulit ditangani."
Rangga mengangguk, pertanda memahami ucapan Raden Wijaya. Rangga mengerti, Gayatri hanyalah alasan yang dilontarkan Raden Wijaya untuk bisa membawa Shinta ke istana. Tapi, Rangga akan tetap menyampaikan maksud Raden Wijaya pada adiknya. Apapun plihan yang diambilnya, ia akan setuju. Bagi Rangga, ia akan bahagia jika adiknya bahagia.
Shinta terkesiap mendengar, lebih tepatnya menguping pembicaraan kakaknya dan sang raja. Dia berdiri dengan telinga menempel di pintu kayu penghubung ruang tengah dan ruang depan, khusyuk mendengarkan setiap kata yang terucap di antara mereka.
Gayatri? Kak Rangga bilang... Gayatri itu teman kecilku, tapi aku nggak inget sama sekali. Dan dia lagi ngidam? Duh gimana ini? Kalau aku nolak ikut, nanti anak Gayatri ileran... nggak lucu kan? Raja Majapahit selanjutnya ileran??? Aku harus gimana??? Pikirnya kusut.
"Rangga akan menyampaikannya pada Shinta, dan akan segera mengantarnya ke istana ketika dia setuju, Paduka Raja," jawab Rangga sopan.
Raden Wijaya mengangguk sebelum berdiri dan beranjak keluar ruang depan diiringi Rangga yang mengantar tepat di belakangnya.
"Semoga perjalanan Paduka menyenangkan," ucap Rangga saat Raden Wijaya menaiki keretanya. Raden Wijaya mengangguk sambil tersenyum, lalu meminta kusir menjalankan kereta menuju istana.
***
"Bagaimana?" tanya Rangga saat menemukan adiknya mengernyitkan dahi sibuk mencoba memasukkan benang ke dalam lubang jarum.
"Huh? Apanya?" tanya Shinta tanpa mengalihkan perhatiannya dari lubang jarum dan benang di depan tangannya.
"Shin, kamu bisa menjahit di siang hari, untuk apa menjahit di malam hari?" dengus Rangga. Dia mengambil tempat duduk kosong di depan Shinta di ruang tengah, tempat biasa mereka bersantai menunggu malam larut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan-jalan ke Majapahit
Ficción históricaImajinasi + sedikit mengambil sejarah Majapahit dari berbagai sumber untuk dijadikan dasar. DILARANG MEMPLAGIAT CERITA INI!!! Shinta berusaha belajar Sejarah Majapahit untuk persiapan ulangan minggu depan. Dia yang merasa dirinya pikun, berusaha mel...