9. Pemberontak Pertama

2.9K 338 66
                                    

Rangga bertemu dengan Lembu Sora, Kebo Anabrang dan pasukannya di dekat Sungai Tambak Beras. Airnya yang jernih dan udara yang sejuk tidak mempengaruhi atmosfer kebencian yang kental menguar dari kedua kubu itu.

"Ranggalawe, mengapa kau berani menentang perintah Raja? Patuhlah, dan ikut bersama kami!" ucap Lembu Sora setengah berteriak.

"Sekarang bukan saatnya untuk patuh ataupun mengikuti siapapun, Paman. Aku tidak merasa menentang perintah siapapun." Rangga tidak ingin menerima gangguan apapun saat ini. Pikirannya sedang kacau, dia tidak bisa mengontrol kesopanan pada siapapun.

"Lalu, untuk apa dan kemana kau akan membawa pasukan Tuban bersamamu?"

"Itu bukan urusanmu, Paman. Kembalilah, jangan ganggu aku."

"PASUKAN! CEGAT MEREKA!!! JANGAN BIARKAN SATU ORANGPUN LOLOS!!!" seru Kebo Anabrang kepada pasukan yang dibawanya. Dia gusar mendengar basa-basi antara paman dan keponakan tersayangnya itu. Kebo Anabrang merasa yakin bahwa Ranggalawe benar-benar gila ingin memberontak hanya karena raja mengangkat Nambi, bukan Sora.

"Ingat Anabrang, kita hanya perlu menangkap Ranggalawe. Aku akan membujuknya untuk kembali ke jalan yang benar," ucap Lembu Sora.

Kebo Anabrang tersenyum mendengar penuturan Sora. Matanya mulai awas mengamati jalannya pertempuaran yang terjadi antar pasukan di depannya.

***

Shinta menengadahkan kepala, melihat atap jerami. Sebersit ide melintas di kepalanya.

Dia beranjak bangun dari tempatnya, memanjat tumpukan kayu, lalu menusuk-tusuk atap hingga membuat sebuah lubang. Ya, akhirnya ia bisa bebas. Dia merangkak di atas atap itu, lalu menggulingkan diri hingga terjatuh ke tanah. Sakit. Tapi dia merasa senang akhirnya bisa keluar dari tempat gelap itu.

Dia berlari memutari pagar tinggi istana. Beberapa kali menanyakan rute arah pulang ke Tuban kepada penduduk yang ditemuinya. Dia terus berlari tanpa henti meski kakinya terasa kebas dan kaku ke arah yang ditunjukkan penduduk desa. Untunglah di jaman itu tidak begitu banyak belokan di jalan utama hingga ia dengan lancar menemukan arah pulang.

***

Pasukan yang dibawa Rangga hanya sepertiga dari total pasukan yang dibawa pamannya. Rangga tidak mengerti mengapa tiba-tiba Kebo Anabrang memerintahkan pasukan istana menyerang pasukannya? Tapi saat ini sudah terlambat meminta penjelasan apapun. Perang sudah berjalan, pedang pasukannya sudah beradu dengan pedang dan tombak pasukan istana.

Hati rangga semakin teriris dan pikirannya semakin kacau saat melihat pasukannya yang hanya seberapa tumbang satu persatu di hadapannya.

Rangga menarik napas, lalu menarik pedanganya sendiri. Mungkin inilah yang dia butuhkan, pelampiasan kemarahan yang sedari tadi ditahan hingga hampir meledak di kepalanya. Dia lari ke arah salah satu prajuritnya yang bertarung melawan selusin prajurit istana sendirian. Dengan segenap tenaga dan kemarahan yang dimilikinya, ia menebas, mencabik, merobek, memukul apapun yang ada dihadapannya dengan pedangnya hingga selusin prajurit kerajaan itu jatuh terkapar di tanah tanpa nyawa.

Bau amis darah makin memekat di udara, beberapa bahkan ikut mengalir di sungai. Baju Rangga koyak di sana-sini, tapi tak ada satu lukapun yang berhasil mendarat di tubuhnya. Dia terus menebas dan menebas tanpa ampun hingga hanya menyisakan beberapa prajurit kerajaan yang terengah-engah karena luka.

Kebo Anabrang menggeram, dia menarik pedangnya dan berlari ke atas jembatan ke arah Ranggalawe yang tengah menggila membantai pasukan istana.

Lembu Sora hanya diam di tempatnya. Matanya menitikkan air mata menyadari hanya satu masa depan bagi Ranggalawe di Kerajaan Majapahit ini, yaitu kematian. Jika Ranggalawe menang, dia akan dianggap pemberontak yang telah melawan perintah raja dan membunuh pasukan istana. Dia akan diburu, diadili dan dipenggal di depan seluruh rakyat Majapahit. Jika kalahpun tak ada bedanya. Tidak ada pilihan lain, selain Ranggalawe melarikan diri dan bersembunyi di kerajaan lain. Dia harus segera menangkapnya dan membantunya melarikan diri. Dia yakin keponakannya adalah ksatria terbaik dibalik sifat pemarahnya.

Jalan-jalan ke MajapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang