"Ella!!! Ella!!! Gue kangen banget sama lo!"
Shinta berlari melintasi gerbang sekolah saat sudut matanya menangkap pergerakan Ella berjalan di samping taman dari arah parkiran. Dia langsung memeluk sahabatnya itu sambil tersenyum senang. Sedangkan Ella, dia hanya mendengus.
"Lah, lo baru nyadar ya kalau gue emang ngangenin... hahaha... belum 24 jam kita berpisah, lo udah kayak gini, apalagi kalau sebulan yak?" ucap Ella bangga sambil menepuk punggung Shinta. "Eh, Betewe, lo denger gosip nggak kalau Rangga putus ama Vita?"
"Kak Rangga? Di mana kak Rangga?" tanya Shinta langsung melepaskan pelukan sepihaknya.
"Tuh lagi markirin motor," Ella mengedikkan dagu ke arah parkiran. Dia tertegun melihat sahabatnya yang dulu cuek bebek itu langsung melesat lari meninggalkannya ke arah parkiran. Shinta bahkan menginjak beberapa tanaman hias hingga gepeng saat melintasi taman seenak jidatnya. Jika Pak Joni tau, bisa tamat riwayat nilai biologi Shinta. Dan bisa dipastikan anak itu akan menangis meraung-raung meratapi nilainya. "Tuh anak kenapa dah?" gerutu Ella.
"KAK RANGGA!!!" Shinta langsung memeluk punggung Rangga dari belakang saat Rangga membuka helm dan meletakkannya di kaca spion. "KAK RANGGA... KAKAK MASIH HIDUP... HUUU..." Shinta langsung menangis di punggungnya. Ella terbelalak, hingga bola matanya hampir jatuh.
Rangga tertegun.
CKRAK! CKRAK! JETREK! JEPRET!
Bunyi kamera ponsel menyadarkan Rangga. Dia bergegas memakai kembali helm-nya untuk mengamankan mukanya dari para paparazi dan wartawan jadi-jadian di sekelilingnya. Mereka berkerumun sehingga dia menjadi pusatnya di parkiran.
"Enak ya orang ganteng mah, baru kemaren putus ama anak paling cantik sesekolahan, sekarang udah dipeluk sama anak paling pinter sesekolahan..."
"Duh... cari kehangatan... peluk dedek bang..."
"Itu si anak pinter ngapain peluk-pelukan sama mantan Vita?"
"Eh, kayaknya gue kenal deh ni anak, yang pelit kalau dimintain contekan kan?"
"Tuh anak kan yang suka dapet nilai seratus sendirian di atas nilai-nilai kita yang maksimal cuma 40, bener nggak?"
Rangga benar-benar merasa dipermalukan. Cewek gila mana yang main peluk-peluk orang di parkiran??? Mending kalau dia kenal, ini siapa coba???
"Eh... eh... lepasin gue. Emang kita pernah kenal?" tanya Rangga dari balik helmnya.
"Kakak... kak Rangga... aku kangen kakak..." ucap Shinta sambil sesenggukan di punggung Rangga.
Rangga mulai bergerak-gerak tidak nyaman merasakan punggungnya basah dan lengket. Kalau hanya air mata, bukannya hanya akan basah? Mengapa jadi lengket juga? Jangan bilang cewek gila itu juga mengeluarkan ingusnya? Rangga bergidik ngeri membayangkan sejorok apa cewek yang menmpel bagai dilakban di belakangnya itu.
"Eh... lepasin gue! Kayaknya lo salah orang! Buru lepasin gue!"
"Nggak, aku nggak mungkin salah ngenalin kakak! Kakak janji nggak bakalan ninggalin aku! Kakak janji! Huuu..."
Rangga benar-benar bingung.
"Lepasin! Gue malu dilihatin!" bentak Rangga kehilangan kesabaran.
Shinta merenggangkan pelukannya perlahan, tapi kedua tangannya tetap memegang seragam Rangga agar dia tidak pergi darinya.
"Kakak janji nggak bakalan ninggalin aku!" ucapnya sambil sesenggukan.
"Kapan aku janji? Kenal lo aja, nggak!" tanya Rangga kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan-jalan ke Majapahit
Ficção HistóricaImajinasi + sedikit mengambil sejarah Majapahit dari berbagai sumber untuk dijadikan dasar. DILARANG MEMPLAGIAT CERITA INI!!! Shinta berusaha belajar Sejarah Majapahit untuk persiapan ulangan minggu depan. Dia yang merasa dirinya pikun, berusaha mel...