Part sebelumnya...
Shinta memeluk kakaknya dari samping sambil tersenyum lebar.
Sedangkan Raden Wijaya, mengernyit melihat interaksi kakak beradik itu dari depan aula. Berdiri di samping raja, Diah Halayudha melihat mereka dan raja bergantian. Senyum miring tersungging di mulutnya.
_______________________________________"Kakak ada perlu apa ke sini?" tanya Shinta antusias setengah berbisik agar tidak mengganggu orang lain yang mengelilingi meja besar aula istana. Shinta bersyukur pada ukuran meja raksasa itu, hingga menciptakan jarak antara satu dengan yang lainnya. Tentu Shinta sudah menggeser kursinya sedemikian rupa hingga duduk sedekat mungkin dengan kakaknya. Sehari tanpa berbicara dengan kakaknya bagai membisu satu bulan. Dia tak tahan berdiam diri di samping kakaknya meski kini mulutnya tersumpal dengan berbagai macam makanan enak yang masih hangat.
"Urusan kerajaan Shin, tentang pengangkatan patih baru. Mahapatih mengatakan padaku bahwa raja akan mengangkat Nambi sebagai patih baru. Aku hanya ingin memastikan kebenaran itu, karena kemarin raja meminta pendapatku dan aku merekomendasikan Paman Sora karena jasa-jasanya," jawab kakaknya juga setengah berbisik.
"Oh... Kakak aku tadi ketemu Gayatri, dan bertanya padanya apakah dulu kita berteman dekat? Dia tidak menjawab, tapi sepertinya kami tidak terlalu dekat, karena dia ya... gitu Kak... aku di sini seperti nyamuk, tidak dianggap... (dan banyak lagi)."
Rangga hanya mengangguk setia mendengarkan ocehan adiknya sambil makan dengan tenang. Mungkin bagi sebagian orang adiknya itu adalah makhluk paling berisik yang pernah ada, tapi baginya adik dan ocehannya adalah sember ketenangan. Ocehan dan gerutuan aneh adiknya yang menandakan bahwa dirinya baik-baik saja.
"Tunggulah Kakak di luar, jangan terlalu jauh dari gerbang istana. Kita akan langsung pulang setelah kakak berbicara dengan raja." Rangga beranjak memasuki aula raja setelah melihat adiknya mengangguk patuh.
Shinta melangkah riang mendekati sebuah taman di sebelah kanan halaman istana. Selama di istana seharian kemarin, ia terus berada di sisi kiri istana, jadi dia penasaran pada bagian kanan istana.
"Jasminum sambac, Bougenvillia spinosa, Lillium sp, Saraca indica-" Tangan Shinta berhenti di bunga soka saat didengarnya langkah kaki mendekat. "Kakak!" Shinta berbalik sambil tersenyum lebar, tapi senyumnya langsung menghilang saat dia menemukan yang menghampirinya ternyata hanya seorang pelayan.
"Kakak Anda menunggu di belakang istana, saya diminta untuk menjemput anda," ucap pelayan itu. Pelayan itu berbeda dengan pelayan raja yang kemarin selalu menemaninya. Tapi, di istana sebesar ini banyak sekali pelayan. Jadi Shinta mengikutinya dengan patuh, jika menyangkut urusan kakaknya, dia akan melakukannya dengan kepatuhan melebihi perintah raja.
Pelayan itu terus membawanya melewati gerbang belakang istana, melalui jalan setapak diapit kolam-kolam teratai yang tengah berbunga. Pelayan itu berhenti di sebuah rumah kayu beratap jerami. Sambil menundukkan kepala dia berkata, "Kakak Anda menunggu di dalam, masuklah."
Shinta masuk dengan riang, dia bahkan sempat mengucapkan terima kasih pada pelayan itu.
"Kak! Kenapa Kakak menungguku di sin-"
JBLAG! KREK! KRETEK!
Shinta terdiam di tempatnya. Ruangan itu gelap dan tanpa suara, pelayan itu menutup pintu yang tadi dilaluinya dari luar. Shinta berbalik, mendorong pintu itu sekuat tenaga. Dikunci.
"Pelayan!!! Aku masih di dalam!!!"
Tak ada suara.
"PELAYAN!!! BUKA PINTUNYA!!!!"
Hening...
Shinta terus berusaha mendorong pintu itu tanpa hasil, menggedor-gedornya sambil berteriak-teriak hingga suaranya serak. Tetap nihil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan-jalan ke Majapahit
Historical FictionImajinasi + sedikit mengambil sejarah Majapahit dari berbagai sumber untuk dijadikan dasar. DILARANG MEMPLAGIAT CERITA INI!!! Shinta berusaha belajar Sejarah Majapahit untuk persiapan ulangan minggu depan. Dia yang merasa dirinya pikun, berusaha mel...