"Air liur." Jiro mengulang, lalu tertawa untuk kesekian kalinya. Tidak peduli pada tatapan heran semua orang yang ia lewati. "Sialan, jangan tertawa di sebelahku. Kau membuatku malu." Kira mendencak dan sedikit menjauh darinya. Tapi Jiro kembali mendekat.
"Aku hampir tertawa di depan wajah Elena karena kata-katamu." Jiro berusaha berbicara di sela-sela tawanya, sesekali memastikan kalau rahangnya masih pada tempatnya. "Dari sekian banyak alasan untuk menolak, justru alasan bodoh itu yang kau ucapkan."
"Aku memikirkan kemungkinan banyak hal yang dapat mengeluarkan kita dari ajakan itu, hanya itu di kepalaku." Kira menyipitkan mata ketika angin dingin menerpa wajahnya, kemudian mengerang frustrasi mengingat kata-kata bodohnya tadi. "Aku kehilangan wajahku sekarang."
Jiro melihatnya sebentar, ketika wanita itu melakukan hal yang sama, kembali ia tertawa. "Hentikan, sialan." Sekarang Kira mulai memukul bahunya yang sama sekali tidak terasa sakit baginya.
"Besok mereka akan melihatmu sebagai pembunuh serangga berjalan." Jiro membiarkan wanita itu terus memukulinya yang tertawa setidaknya sampai mereka memasuki supermarket yang ramai. Keduanya berhenti di depan pintu masuk untuk beberapa saat. "Apa kita sebaiknya pulang saja dan kembali ke sini besok hari?" tanya Jiro.
Saat memasuki supermarket, langkah Kira masih sedikit linglung karena pengaruh alkohol. Tapi wanita itu meliriknya dengan dengusan. "Diskon-diskon ini tidak akan menunggu sampai besok hari." Detik berikutnya, kembali ia tersandung dengan langkahnya sendiri membuat Jiro harus menarik syalnya yang hampir membuat dirinya kehilangan napas. "Berhenti menarik syalku."
"Jadi kubiarkan saja kau jatuh di lantai?" Jiro mengambil keranjang belanja dan mengulurkan satu lengannya yang bebas untuk wanita itu. "Pegang dan berjalan dengan benar."
"Kau menggodaku, produk lama?" tanya wanita itu dengan seringaiannya.
"Produk lama ini ingin memastikan anak muda sepertimu tidak terjatuh dan memalukan dirimu sendiri." Kira tertawa pada kata-katanya, kemudian wanita itu memegang lengannya dengan tenang. Mereka berjalan mengitari supermarket seperti pasanganㅡJiro menyadari hal menggelikan itu ketika menemukan dirinya bersama Kira berdiri terlihat seimbang dari pantulan kaca besar. "Kita masih punya stok pasta gigi, 'kan?" tanya wanita itu mengalihkan pikirannya.
"Tidak ada stok."
"Ada, sisa satu. Aku masih ingat dengan jelas."
"Itu sudah habis."
Dengan tawa sinis wanita itu bertanya, "Kau makan?" Tapi jawaban yang dihasilkan Jiro membuatnya terkejut dan menatapnya dengan rahang mengeras.
"Aku tidak sengaja membukanya. Kemudian terjatuh, lalu terinjak dan semua isinya habis keluar."
"Kau serius?"
Jiro melihatnya. "Ya." Lalu matanya bergeser ke arah lain. Enggan melihat tatapan amarah wanita itu.
"Bagaimana bisa kauㅡ" Kira menghentikan kata-katanya ketika ia menyadari beberapa pengunjung melihat ke arahnya karena nada tinggi yang ia hasilkan. Kira lalu menghembuskan napas dengan tangan yang menekan pangkal hidungnya sendiri dan mencoba untuk membuat hanya Jiro yang dapat mendengarkan perkataannya. "Kalau begitu kau harus menggantinya."
"Baiklah."
"Lima pasta gigi."
Jiro kembali melihatnya, kali ini dengan kedua mata menyipit. "Itu pemerasan."
"Tiga kalau begitu."
"Aku hanya merugikanmu satu pasta gigi."
"Di negaraku, mengganti barang dengan jumlah lebih adalah etika."