Really I Love You - Chapter 22

306 58 4
                                    

"Dia belum menjawabnya? Lalu kapan dia akan menjawab? Kau memberi tenggat waktu? Jangan terlalu lama! Kau tidak bisa diperlakukan seperti itu! Dia juga pasti melakukan hal yang sama pada Jiyong sunbaenim," Yugyeom tampak mengomel pada Jungkook pagi itu di kampus.

Jungkook melihat Yugyeom sambil memiringkan bibirnya. Ia terus mendengar ocehan lelaki itu yang membuatnya sedikit kesal lama kelamaan.

"Ya mau bagaimana lagi, perasaannya pasti berkecamuk. Aku memahami itu. Aku hanya pura-pura tidak tahu bahwa dia tahu aku dan Jiyong sunbaenim sedang berlomba mendapatkannya. Apapun keputusannya aku akan terima," ujarnya kemudian dengan tenang.

Yugyeom mendesis dan melihat Jungkook tak percaya. "Kau ini! Apa kau tidak mau memperjuangkan cintamu? Apa kau mau mengalah?"

"Ya! Kalau pun Jiyong sunbaenim yang menang, bukan berarti aku mengalah. Itu semua tergantung IU Noona. Lagipula kami tidak taruhan, hanya mengungkapkan perasaan kami masing-masing padanya. Selebihnya ya terserah IU Noona," katanya.

"Tapi tetap saja kan, jika kau tidak mendapatkannya kau akan sedih dan kecewa..."

"Sudah biar saja! Aku ikhlas!"

Alis Yugyeom hampir menyatu. "Baiklah! Aku mendoakan yang terbaik untukmu!" pungkasnya pasrah.

***

Jiyong menunggu kedatangan IU di sebuah kafe yang biasa mereka kunjungi. Perasaannya sedikit gelisah dan tidak enak. Ia seolah tahu apa yang akan disampaikan IU padanya.

Ia mengeluarkan sekotak rokok dari saku jaketnya. Satu dari tiga batang rokok yang tersisa di sana, ia ambil dan disulutnya dalam waktu lima detik saja. Ia lantas menghisap rokok itu dengan dalam dan mengembuskan asapnya ke arah atas seolah beban di pikirannya juga keluar bersama asap rokok itu.

Saat ia hendak mengisapnya lagi, tiba-tiba sebuah tangan merebut rokok itu dengan lembut dan langsung mematikannya tepat di hadapan Jiyong. Tangan itu bahkan menekan rokok yang masih panjang tersebut hingga patah dan tembakaunya berserakan di atas asbak.

Jiyong melihat si pemilik tangan itu. Ia menghela napas panjang dan membiarkannya duduk di seberangnya. Tak ada senyum yang ia kembangkan seperti biasa saat bertemu dengannya.

"Apa kabar Oppa?" tanya orang itu kemudian. Dia IU.

"Kau terlambat, padahal kau sendiri yang memintaku datang," Jiyong terdengar seperti protes.

"Maaf Oppa!"

"Itu, kata maafmu yang pertama. Hari ini, kau akan berapa kali minta maaf?" tanyanya.

"Apa maksudmu? Aku tidak akan minta maaf padamu!" tolaknya.

Jiyong melirik dengan sudut matanya. "Duduk saja!" katanya sambil menunjuk kursi kosong di hadapannya dengan dagu.

IU menarik kursi itu dan langsung mendudukinya. Ia menghela napas sambil menatap Jiyong cukup lama. Begitupun Jiyong, dia menatap IU dalam setelah apa yang dilakukan gadis itu padanya.

"Kau memintaku bertemu, ada yang ingin disampaikan?" tanyanya.

IU tidak langsung menjawab. Ia masih menatap Jiyong dengan seulas senyum tipis di bibirnya.

"Kenapa kau melihatku begitu?" tanya Jiyong lagi tampak mulai tak nyaman.

"Oppa, bagaimanapun, kau adalah Oppa-ku. Aku... tidak bisa lebih dari itu," ujarnya kemudian tanpa ada basa-basi apapun.

Tak ada ekspresi terkejut yang ditunjukkan Jiyong. Ia terus menatap IU. "Jadi itu jawabanmu untuk pertanyaanku selama ini?"

IU melipat bibirnya. Ia diam beberapa saat seolah mencari kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan Jiyong yang lebih sederhana dari sebelumnya.

"Sepertinya... Begitu..." jawabnya kemudian dengan suara melemah.

Jiyong menghela napas dan mengangguk-angguk pelan. "Baiklah! Aku sudah dapat jawabannya. Aku mengerti kau tidak bisa menjawabnya cepat. Dengan jawaban ini, itu berarti kau sudah menentukan pilihan. Bukan begitu?"

"Benar, aku sudah menentukan pilihan, walaupun aku belum mengiyakannya," katanya.

Jiyong mendesis dan terkekeh. "Kau... Selalu begitu! Dia pasti menunggu jawabanmu, cepatlah jawab! Kau tidak tahu saja bagaimana rasanya aku menunggu jawabanmu. Dan setelah aku dapat jawabannya, itu sedikit mengecewakan."

IU menyipitkan matanya. "Maafkan aku!" katanya kemudian melanggar kalimatnya sendiri sebelumnya.

Jiyong terkekeh lagi sambil menatapnya tak habis pikir.

"Jawab saja segera, jangan membuatnya menunggu lama! Lalu, kalau dia macam-macam dan membuatmu menangis, dia akan berhadapan denganku!" katanya percaya diri.

Kali ini giliran IU terkekeh. "Kau ini! Baiklah, memang itu peranmu sebagai Oppa!" katanya.

Jiyong tersenyum. "Kalau begitu, aku ingin kau menemaniku jalan-jalan. Sepertinya, kalau kau sudah punya kekasih, aku tidak bisa memintamu datang semaunya seperti dulu," ia menghela napas kecewa.

"Jangan begitu! Selagi kau Oppa-ku, aku bisa datang kapan saja saat kau minta!" katanya.

Lagi-lagi Jiyong tersenyum, meski ada rasa kecewa tapi sepertinya ia merasa nyaman dengan sikap IU yang tetap seperti biasa. Begitupun IU, ia merasakan lega yang teramat dalam dengan sikap Jiyong yang di luar dugaannya.

"Baiklah! Ayo kita jalan-jalan!" ajak IU kemudian.

***

Sepulang dari kampus sore itu, Jungkook dan Yugyeom tidak langsung pulang. Tanpa ada Mingyu, mereka mendatangi perpustakaan kecil yang sempat dibantu. Mereka mengecek buku-buku yang mereka sumbangkan beberapa waktu lalu. Kondisinya masih baik walau sudah ada beberapa halaman yang terlipat tak sengaja. Pembatasnya yang bertandatangan pun masih berada di buku itu.

"Wah, pembatasnya masih ada. Tanda tanganku tidak luntur," kata Yugyeom ketika melihat salah satu buku dan pembatasnya.

"Luar biasa! Sepertinya buku-buku ini berguna dan mungkin saja pembatasnya memang ada yang hilang," Jungkook menimpali.

"Ya sudah! Kook-ah, bagiamana kalau kita ke coffee shop yang biasa kita datangi? Rasanya aku sudah lama tidak ke sana," katanya.

"Oke! Ayo kita ke sana!" Jungkook menutup buku yang sedang dilihatnya dan mengembalikannya ke rak.

Mereka lantas keluar perpustakaan dengan mengendarai bus. Suasana bus tidak terlalu penuh, tapi seluruh tempat duduk sudah terisi. Mau tidak mau, Jungkook dan Yugyeom pun berdiri. Tanpa masker dan topi yang menyamarkan wajah mereka, entah bagaimana keduanya merasa tidak nyaman karena beberapa orang di dalam bus terus melihat ke arah mereka.

"Ya, apa ada yang salah dengan kita?" bisik Jungkook kemudian sembari memperhatikan ke sekitar.

"Mungkin di mata mereka kita terlalu tampan," ujar Yugyeom serampangan.

Jungkook langsung menegur Yugyeom dengan menggoyangkan tangannya yang sedang berpegangan di handle. Yugyeom yang tangannya berada di tempat sama hanya melihat Jungkook sekilas.

"Atau, mereka menyadari siapa kita," bisik Yugyeom lagi.

Jungkook mendesis. Ia mencoba mengabaikan orang-orang itu dengan memendarkan pandangannya ke luar jendela bus. Namun saat itu pandangannya terkunci di satu titik. Pemandangan yang menguncinya adalah lelaki dan perempuan yang tengah bermain boneka capit bersama di depan sebuah toko es krim. Mereka tampak tertawa riang dengan permainan itu.

"Ya, apa kau... Oh? Ya! Kook-ah!" Yugyeom tiba-tiba terkejut dengan apa yang dilihatnya tanpa sengaja di luar jendela pula.

Ia melirik ke arah Jungkook dengan cepat, rupanya lelaki itu juga sedang melihat ke arah yang sama. "Ya, mereka kenapa ... Ya, Kook-ah! Ayo kita turun!" Yugyeom tiba-tiba menarik tangan Jungkook dan menekan bel stop di pemberhentian berikutnya.

Jungkook yang tak siap dengan keadaan itu terkejut dengan tingkah Yugyeom yang seolah akan menculiknya. Langkahnya sangat cepat mengikuti langkah Yugyeom yang begitu cekatan turun dari bus beberapa saat setelah pintunya terbuka.

Really I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang