[3]

317 27 2
                                    

Rasa cinta ternyata akan lebih menggelora ketika masih sebatas mengagumi.

###

Ponsel Rendra bergetar di atas meja makan, tepat ketika ibunya meletakan semangkuk sup. Mereka berdua lantas berpandangan sebentar. Devina yang akhirnya mengangkat.

"Assalamu'alaikum. Kak En?"

Mendengar Virgo memanggil Rendra, Devina pun menyerahkan ponsel itu pada anak sulungnya yang tengah mengaduk masakan dalam panci.

Seperti biasa, Rendra lebih suka mengeraskan volume suara ketimbang menempelkan ponselnya langsung pada telinga.

"Kak, bunda udah pulang belum?" tanyanya dengan nada bicara yang kedengaran takut-takut.

Matanya langsung menuju ke arah wanita di depannya dengan isyarat minta pendapat, harus berkata iya atau tidak. Devina menggeleng.

"Em, bun-" Tut ... tut ...tut ....

Ditatapinya layar ponsel itu penasaran. Kenapa adiknya? Ketika mengangkat wajah, ibunya sudah melenggang pergi dari hadapan.

●●●

Dika tertawa kecil melihat pacarnya itu terus mengerutkan kening selama melahap ramen.

"Mungkin Virgo lagi ada masalah, Fa."

Zifa mengangkat wajahnya sedikit. Lantas membuang muka. Wajahnya masih merah padam. Tampak bibirnya komat-kamit, menggerutu.

"Awas aja tuh, si Virgo! Uh! Ngeselin!"

"Jangan gitulah, Fa. Kalau Virgo nggak mau ngajarin kamu belajar lagi, gimana?"

"Ifa kan, punya Didik. Didik pinter. Pasti bisa dong, ajarin Ifa belajar," katanya persis seperti anak kecil.

"Hahaha, kenapa sih, kamu itu selalu ... aja, bisa bikin aku ketawa, bahkan untuk hal yang nggak begitu lucu sekalipun?" Tapi tawa itu tak berlangsung lama begitu dia teringat akan maksud sebenarnya dia datang menemui Zifa kali ini. Tawa itu berganti menjadi senyum getir. Hatinya terlalu takut untuk mengutarakan semuanya. Dia hanya terus memainkan sumpitnya tanpa bermaksud untuk mengambil satupun sushi yang dia pesan. Nafsu makannya mendadak berkurang. Kenapa sih, Fa, kamu selalu aja, bikin aku nggak pengen jauh-jauh dari kamu?

Ditungguinya mi terakhir yang Zifa seruput hingga terbenam di balik mulut. Lalu mengumpulkan seluruh keberanian dan kerelaannya.

"Fa?"

Cewek berkuncir ekor kuda itu membelalakkan bola mata dengan alis terangkat tinggi. Tangannya masih sibuk mengelap mulut dengan tisu.

"Kita sampai di sini aja, ya?"

Pernyataan yang begitu singkat dari Dika tak lantas membuat Zifa kecewa atau berkecil hati. Dia memang tahu benar apa maksudnya, tapi hatinya seolah merasa lega atas akhir hubungannya dengan Dika tersebut.

Karena jujur saja, hati Zifa telah menginginkan ini dari dulu. Sejak dia merasakan bahwa dia lebih nyaman bersama seseorang.

●●●

Virgo mengaduh pelan mendengar operator memberi tahu bahwa pulsanya habis. Dia menggumamkan kata mampus pada angin yang menyibak rambutnya. Memberi sensasi sejuk pada kulit pipinya yang panas akibat pukulan cowok Purnawarman tadi.

Sekat [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang