[7]

245 24 0
                                    

Mencintai kamu bukanlah kesalahan. Namun ketika aku melanggar kepercayaan seseorang demi memilikimu, itu baru masalah besar.

###

Harumnya bumbu masakan dari dapur melayang sampai ruang tamu. Menyelinap ke hidung Raka yang baru saja menanggalkan jas putihnya. Penasaran dengan makanan yang diracik tangan dingin putra sulungnya, dia pun segera ke dapur.

"Hmm, baunya enak banget ini ...."

Rendra yang tengah menyiapkan piring-piring langsung memajang wajah girang. "Ayah!" pekiknya seolah baru berpisah dengan ayahnya bertahun-tahun.

Raka dan Rendra memiliki kebiasaan lucu sejak anaknya itu masih kecil. Yaitu berhigh five dengan gaya khusus. Mulai dari toast telapak tangan, adu kepal, lalu geleng-geleng dengan dahi yang saling menempel. Kalau bukan karena Rendra, mungkin Raka tak akan berbuat hal konyol semacam itu. Lagi pula, Rendra lebih mewarisi sifat ayahnya.

Berbeda dengan Virgo yang lebih sama seperti ibunya. Lebih kalem dan serius. Lihat saja sekarang. Dia hanya menyalami ayahnya tanpa menyapa sedikit pun. Malahan kelihatan tak bersemangat seperti tadi ketika membantu Rendra memasak.

"Anak Ayah yang satu ini nggak sakit, kan?" tanya Raka sambil mengacak-acak rambut Virgo. Lalu duduk di sebelah anaknya tersebut.

Virgo hanya menggeleng pelan dengan senyum tipis. Bahkan tak terlihat.

"Mas Raka udah pulang? Balik lagi, atau ...?" Devina yang baru muncul langsung bercipika-cipiki dengan sang suami.

"Iya, Vin. Lepas isya' ada operasi. Ini aja aku pulang cuma nurutin anak satu itu, hehehe. Katanya mau masakin Ayah yang enak-enak, gitu"

Rendra yang sedang menciduk sup terkekeh tahu dirinya disindir.

Kadang Virgo iri dengan Rendra yang sering lebih banyak dituruti permintaannya oleh Raka dan Devina. Akan tetapi Virgo sadar, kalau Rendra memang lebih membutuhkan mereka berdua. Karena Rendra bukanlah anak normal sepertinya.

"Oh iya, ini nih, Igo dari tadi diem mulu. Tanyain coba."

"Kamu nggak pa-pa, kan, Go?" tanya Devina seraya mengambilkan nasi untuk Virgo. "Anak yang mukulin kamu nggak datengin kamu, kan?" Matanya menyelidik.

"Mukulin? Virgo dipukuli? Dipukuli siapa? Apanya yang dipukuli? Kapan? Kok nggak ada yang bilang sama Ayah?" cecar Raka. Raut wajahnya mendadak serius mengetahui hal tersebut.

"Igo nggak sengaja lewat jalan yang digunain tawuran anak SMA, Mas. Pulangnya wajah Igo babak belur. Sepeda sama kacamatanya rusak parah. Nggak bisa digunain lagi."

Raka tak bernapas barang sejenak selama Devina menjelaskan. Dia menggeleng-geleng kemudian. Tak habis pikir dengan kejadian yang menimpa anaknya. Wajahnya masih tampak tercengang.

"Sekarang udah nggak sakit lagi, Yah," Virgo menenangkan ayahnya yang kelihatan begitu cemas.

"Kamu benar-benar nggak pa-pa, Go? Nggak ada yang bekas, sakitnya? Bagian dalam nggak ada yang sakit, kan?"

"Nggak ada, Yah. Igo udah nggak pa-pa." Virgo mulai melahap makanannya. Masih dengan gerakan lemas. Dia benar-benar sedang tidak mood sama sekali untuk makan. Sayang perutnya tak bisa berkompromi dengan suasana hatinya saat ini.

Sekat [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang