[16]

182 17 0
                                    

Perasaan cinta ini, kian lama seperti duri. Yang bila semakin dalam menancap semakin pedih, namun mencabutnya juga membuatku takut.

###

Tiba di kamar, Virgo langsung menghempaskan tubuhnya di ranjang. Meluruhkan letih yang membekuk tubuh dan otak. Menepis rindu pada kasur tercinta.

Dia tersenyum menyadari Devina benar. Cuma berapa hari dia tak pulang, tak bertemu sang ibu, ayah, dan Rendra saja sudah membuat kerinduan mencabik-cabik hatinya. Apalagi berangkat kuliah ke Jepang.

Tapi pengorbanan Virgo memendam semua kerinduan itu pun menuai kebahagiaan tersendiri.

Cowok berkacamata itu bangkit. Mengambil piagam yang sengaja dibawanya untuk diperlihatkan pada Devina terlebih dulu. Biasanya Virgo akan membawa pialanya secara langsung. Tapi karena pialanya terlalu besar dan dirinya sudah sangat lelah, dia pun hanya membawa piagamnya. Senyum tipisnya tersungging. Siapa yang tidak akan bangga melihatnya, si tampan berotak cerdas kebanggaan guru dan teman-temannya ini? Cuma orang bodoh yang begitu.

Matanya berputar naik menengok lantai atas rumah Zifa. Kamar cewek itu terletak di sana. Cewek itu takut gelap. Namun lampu kamarnya belum dinyalakan. Kalau sudah semalam ini, pasti Zifa ketiduran di depan televisi. Andai saja cewek itu masih terjaga, ingin sekali Virgo menelpon cewek periang itu.

Kira-kira, apa saja yang cewek itu lakukan selama tidak ada dirinya? Main ke timezone? Nonton ke bioskop? Shopping?

Pintu tiba-tiba terbuka. Rendra yang membawa kue tart dengan lilin berbentuk angka tujuh belas muncul. Perlahan dia berjalan ke arah Virgo sambil bernyanyi.

"Happy birthday to you. Happy birthday to you."

Virgo terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Sekaligus terharu. Kakaknya rela menunda waktu istirahatnya hanya untuk memberikan kejutan ini.

"Happy birthday, happy birthday. Happy birthday to you ...." Dia mengulurkan kue itu di hadapan Virgo. Api-api kecil itu sontak padam ditiup sang adik.

"Yeee!"

Virgo kira yang ada di bawah selimut ranjang sebelah itu Rendra. Ah, pasti bantal guling! Tadi waktu masuk rumah pun suasananya sangat sepi. Tak ada yang menyambut kepulangannya. Ada sih, itu pun Pak No yang sedang berjaga di teras menunggu Virgo pulang. Ternyata mereka ingin memberinya kejutan ini.

Ya, malam ini adalah malam ulang tahunnya. Tak terasa Virgo sudah hidup selama tujuh belas tahun di dunia ini.

"Waaah, anak Bunda udah pulang." Devina masuk begitu saja. Memeluk Virgo dan mencium dahinya. "Bunda kangeeen, banget sama kamu."

Rendra meletakkan kue itu di atas nakas. Kemudian mengambil piagam yang Virgo letakkan di sampingnya.

"Kok cuma bawa piagamnya? Pialanya berat, ya?"

"Kamu dapat itu?" tanya Devina dengan wajah antusias setengah tak percaya melihat tulisan Juara 1 yang tertulis besar-besar dalam lembar kertas tersebut.

"Alhamdulillah, Bun."

"Hebaaaat! Tingkatin terus. Semoga tambah pinter, tambah rajin belajar, rajin ibadah. Bunda bangga sama kamu." Disibaknya rambut poni Virgo dan menciumnya sekali lagi.

"Uh, kangen gue ngegondol piala lagi. Gue balik SMA aja kali, ya?"

"Berhubung ini udah malam," Devina mengambil kue tart itu. Melangkah menuju pintu keluar. Lalu menekan saklar mematikan lampu. "Semuanya harus istirahat!"

Bahu Rendra melorot. "Yah, Bunda ...." Mulutnya manyun.

"Husst, udah malem!" Kamar benar-benar gelap setelah Devina menutup rapat pintu kamar.

Sekat [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang