[Prolog]

1.3K 62 11
                                    

A/n : cerita ini merupakan sequel dari cerita Valensi. Ada baiknya kalau kalian baca cerita itu terlebih dahulu.

Tapi, sekedar info aja nih, Guys. Cerita ini ada sebelum Valensi ada. Jadi cerita ini sebenarnya tidak begitu terikat kuat dengan Valensi. Dengan kata lain, tanpa Valensi pun, cerita ini dapat berdiri sendiri.

Tapi lebih bagus aja sih kalau kalian baca Valensi dulu. Hihihi.


@@@

Kepalanya terasa beputar-putar ketika mata itu terbuka. Bayangan buram yang tercetak oleh retina. Dahi kirinya berdenyut-denyut seolah membengkak. Dia mengesah kesakitan. Perlahan, ketika penglihatannya sudah cukup jelas, dia menyapukan pandang ke seluruh ruangan. Ruang ini penuh barang-barang yang seolah lama tak terpakai. Berdebu. Pengap. Dan cukup gelap. Membuatnya mulai sedikit takut dan cemas. Di mana dia sekarang? Kenapa dia ada di sini? Siapa yang membawanya kemari?

Cewek ini menggeliat ke samping, hendak beranjak dari posisi duduk. Akan tetapi sesuatu menahannya. Kaki dan tangannya terikat sangat kuat. Dia menggeleng-geleng. Jantungnya berdegap tak keruan. Panik mulai mengungkungnya habis-habisan.

Ada apa ini sebenarnya?

Terus saja dia meronta melepaskan diri. Sayangnya yang dia dapat justru rasa sakit. Dia menjerit. Bersusah payah melepas ikatan pada tangan. Sayang sekali, ikatan di tangan terlalu erat. Dia tak punya tenaga cukup untuk mengurainya.

Derap langkah seseorang mendekat. Suara tirai disibakkan terdengar. Cahaya masuk ke dalam ruangan. Akan tetapi perasaannya justru bertambah tidak enak. Dia rasa itu bukan pertolongan.

"Udah bangun, ya?"

Suara berat seorang cowok menyangkut di telinga. Dia menoleh ke sumber suara. Matanya terbelalak kaget. Detak jantungnya terasa berhenti seketika melihat senyum sinis di wajah cowok yang kini berdiri beberapa meter di sampingnya. Benda tajam di tangan besar itu tampak berkilat terpantul cahaya. Ingatan ketika dia dipukul hingga pingsan berputar cepat dalam otak. Cowok itu, dialah yang memukul nya sampai tak sadarkan diri. Namun, kenapa dia tega melakukan itu?

Perutnya mencelos. Dia sangat yakin dirinya sedang dalam keadaan bahaya. Dan yang paling parah; tak mungkin ada seseorang yang dapat dia mintai pertolongan.

●●●

Sekat [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang