[28]

336 28 1
                                    

Percayalah, Tuhan tak pernah membiarkan yang hilang, musnah begitu saja. Dia selalu menyiapkan pengganti. Dan Dia tak pernah membiarkan luka bersarang di hati seseorang tanpa memberikan penyembuh.

###

Duka menyelimuti seluruh penjuru SMANSA. Mencekik keramaian yang biasa tercipta di pagi hari. Matahari seolah tak benar-benar terbit hari ini. Redup oleh kesedihan yang menebarkan aroma sendu. Begitu kental, menyerap semangat pagi siapapun yang tak merelakan kepergian sosok cowok berkacamata. Yang kedatangannya selalu ditunggu-tunggu oleh kaum hawa yang memujanya. Koridor utama yang biasanya ramai oleh cewek-cewek dengan senyum dan antusias yang begitu tinggi sekarang sunyi senyap. Hanya beberapa anak berlalu lalang tanpa tujuan jelas.

Kehilangan Virgo adalah kehilangan bagi seluruh warga SMANSA, sekaligus kehilangan paling menancap di dada. Tak sedikit dari mereka yang bahkan sampai menangis ketika kepergian Virgo dikumandangkan lewat speker-speker kelas. Banyak yang tak percaya dengan meninggalnya sosok idola sekolah yang begitu tiba-tiba itu. Mereka hanya sibuk melempar pertanyaan, bagaimana bisa? Virgo bahkan tak pernah dirumorkan mengidap penyakit apapun.

"Ham, gue ikut ya, Ham?" rengek Difta pada Ilham begitu cowok itu keluar dari ruang guru. Persis seperti anak kecil minta es krim. Suaranya serak dan mengecil. Mata Difta tampak berkantung. Sinarnya yang terbiaskan oleh selaput bening memancarkan harapan yang begitu besar terhadap Ilham agar cowok itu mengiyakannya. Tadi malam Difta benar-benar tak bisa tidur. Terbayangi oleh wajah Virgo.

Hari ini juga, rencananya sekolah akan mengadakan shalat gaib untuk Virgo di masjid sekolah lepas shalat Jum'at. Sementara itu, kepala sekolah dan beberapa guru beserta perwakilan siswa akan melayat ke Jogja, tempat Virgo akan dikebumikan. Yang mana salah satunya adalah Ilham.

"Dif, sori. Tapi gue enggak bisa ajak lo," jawab Ilham dengan nada simpatik.

"Ham, plis banget, Ham ...."

"Difta ...." Galih menyeret Difta yang terus mencengkeram lengan Ilham dengan erat. Tak mau melepasnya.

"Ham, tolong ...." Suara Difta gemetar dan perlahan habis, tergantikan oleh isakan yang mulai merangkak ke bibir.

"Dif, kalau lo ikut, yang ada lo enggak bakal bisa lupain Virgo," Galih berbisik.

"Habis shalat nanti, lo doain Virgo aja supaya dia dapet tempat terbaik di sisi Allah. Lo anak baik. Enggak pernah ngelawan perintah emak. Doa lo pasti langsung diterima sama Allah. Percaya sama gue." Ilham menyentuh pundak Difta untuk menenangkannya.

"Yang perlu lo tahu. Virgo enggak pernah kemana-mana, Dif. Dia selalu bersama kita di sini."

Ilham menunjuk dada kanan Difta sambil tersenyum tipis. Lalu Difta memeluk Ilham, meredam tangisnya di sana.

Virgo, yang dulu membuat siapapun iri akan segala hal yang dia miliki, yang kini membuat tangis tumpah di mana-mana itu, tak akan pernah kembali lagi.

●●●

Ketika anak-anak lain tengah melampiaskan kesedihannya bersama temannya di sekolah, Zifa justru masih meringkuk di kamar. Matanya yang membengkak menatap kosong ke tembok di depannya. Sejak bangun dari pingsannya, dia hanya begitu. Berdiam diri. Membiarkan air mata berderai membanjiri bantal di bawahnya. Suara khotbah di masjid ujung komplek tak membuyarkan lamunannya sedikit pun.

Sekat [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang