"Jadi kau adalah orang yang seperti itu? Apa tidak masalah, siapapun itu-bahkan Jongin sekalipun-kau masih tetap mau melakukannya untuk mendapatkan seorang anak? Tidak peduli siapapun mereka, kau masih akan melakukannya? Aku benar-benar tidak menyangka kau orang yang seperti itu Bae Irene, dimana harga dirimu?"Irene terbangun dengan kejutan yang membuat nafasnya naik-turun. Dia tidak habis pikir kejadian kemarin membawanya pada mimpi buruk seperti itu. Mimpi yang memalukan, mimpi yang menakutkan. Tapi ekspresi Sehun dalam mimpinya menunjukkan kejujuran yang begitu nyata, kalimat yang Sehun ucapkan juga tampak jelas. Tapi dalam penglihatan dan pendengarannya, yang barusan itu seperti bukan mimpi.
Irene memastikan dengan melihat ruangannya sebentar.
Kertas kecil berwarna kuning menempel pada dinding, disana tertulis beberapa catatan penting yang seharusnya tidak dia lewatkan. Lalu sekeranjang baju kotor yang tadinya berada di dekat pintu, pindah ke sisi meja karena semalam Irene menendangnya dengan sekuat tenaga sebagai pelampiasan atas tindakan bodohnya dengan Kai. Juga, beberapa perabot yang mengisi ruangannya menandakan bahwa dia benar-benar berada dikamarnya, bukan di pinggiran sungai di daerah Jinhae (Jinan) dan berhadapan dengan Sehun seperti beberapa menit yang lalu.
Irene mengerang sambil menjambak rambutnya karena menyesali apa yang terjadi kemarin. Dia juga menyayangkan keberadaan Sehun yang memergoki dirinya dan Kai dalam kondisi seperti itu. Tapi untungnya kalimat pedas yang keluar dari mulut Sehun tadi hanya ada di dalam mimpi.
Kemarin Irene kabur begitu saja tanpa menyapa Sehun, melirik Kai sebentar dengan tatapan mematikan. Bermaksud memberi sinyal agar Kai menutup mulutnya sebelum Irene membanting pintu dan menempelkan daun telinganya untuk menguping. Dia ingin tahu apa yang mereka bicarakan di luar. Irene berharap Kai cukup pintar untuk tidak mengatakan apa yang terjadi dengannya kepada Sehun.
Suara Kai yang tidak begitu jelas, anehnya terdengar biasa saja saat menyapa Sehun. Dan jantung Irene tiba-tiba saja berdegup kencang, dia menjadi gugup dengan situasi yang tidak terbayangkan ini.
Irene penasaran dengan apa yang akan Sehun katakan. Tapi setelah mendengar Sehun membalas sapaan Kai dengan nada biasa dan tidak mengatakan apapun lagi, alis Irene yang lurus membentuk lengkungan karena curiga. Sehun tidak bertanya tentang situasi ini, bukankah itu aneh? Apakah Sehun tidak memiliki pemikiran yang buruk tentang situasi ini? Atau Sehun benar-benar tidak peduli padanya dan memilih untuk mengabaikannya saja? Tiba-tiba Irene merasa kecewa karena tidak ada reaksi seperti yang dipikirkannya, tapi dia juga merasa lega karena tidak dipermalukan di depannya.
Irene yang masih duduk di tempat tidur belum sepenuhnya sadar. Dia tidak percaya harus melalui hari seperti ini setelah kejadian kemarin. Bagaimana dia harus berhadapan dengan Sehun nantinya?
Setelah beberapa menit sibuk membayangkan kejadian kemarin dan alam mimpinya yang buruk, Irene meraih ponsel di atas nakas dan melihat bahwa sekarang masih pukul enam pagi. Masih cukup banyak waktu untuk bersiap dan pergi bekerja. Tapi masalahnya Irene tidak ingin bertemu Kai. Dia tidak mau melihat wajahnya karena kejadian kemarin, dan setelah dipikirkan lagi memang sebagian besar adalah salahnya, kenapa juga dia harus maju lebih dulu?
Irene kembali berada dalam kebimbangan untuk membolos atau tidak.
***
Berjalan melewati pintu apartemen sampai ke depan lift seharusnya tidak memakan waktu banyak, tapi untuk berjalan sampai ke sana Irene harus memperkirakan waktu yang tepat agar tidak bertemu dengan Sehun. Irene bertanya-tanya apakah Sehun sudah keluar rumah dan pergi bekerja, tapi pekerjaan seorang photographer tidak pernah ditentukan oleh waktu, tidak seperti orang yang duduk di balik meja seperti dirinya. Jadi memang ada banyak kemungkinan Sehun berada di rumahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Between
FanfictionMemiliki anak tanpa menikah, itulah yang diinginkan Irene-wanita berusia 32 tahun yang lebih menyukai kebebasan. Dia pikir, menikah adalah hal yang paling merepotkan dan yang dia tahu, pernikahan merupakan suatu ajang penderitaan. Jadi siapakah ke-3...