Sejak tadi Irene masih terbaring di balik selimut yang berbagi dengan Sehun. Sedikitpun dia tidak berani turun dari tempat tidur untuk mencari dimana bajunya yang semalam terlempar. Sepertinya itu terjadi saat Sehun mendorongnya ke ambang pintu kamar. Irene masih ingat saat branya berhasil Sehun lepas ketika bibir mereka masih bertautan. Kemudian disusul dengan melorotnya pakaian bagian bawah sebelum tubuhnya sukses terbanting ke atas tempat tidur- tepat di bawah pria itu.
Irene sadar jika tindakannya semalam benar-benar murahan, tapi Irene juga tidak bisa berbohong bahwa dia sangat menikmatinya. Setidaknya, sepintas keinginannya untuk bisa menghabiskan waktu berduaan dengan Sehun akhirnya bisa terwujud. Tapi sebenarnya Irene tidak berharap mereka akan jadi benar-benar sedekat ini, bahkan sampai pada tahap menyatukan tubuh mereka seperti pasangan suami istri.
"Kenapa tidak tidur lagi, ini kan masih terlalu pagi."
Irene terlambat menyembunyikan wajahnya yang malu saat suara Sehun terdengar tepat di salah satu telinganya. Pria itu dengan acuh melingkarkan lengan kekarnya di tubuh Irene seperti memeluk guling. Tindakan itu membuat Irene jadi berpikir, hubungan macam apa yang sedang mereka jalani ini dan apa tidak masalah jika ke depannya Sehun tahu bahwa Irene hanya membutuhkan sex buddy saja?
"Biasanya aku memang bangun di jam-jam seperti ini," adalah jawaban Irene yang mengundang pergerakan Sehun untuk memeluknya semakin erat.
Sambil menahan nafas, Irene bertanya-tanya dalam hati kenapa tubuh pria ini begitu wangi. Bukankah biasanya orang yang bangun tidur itu lebih dominan berbau keringat atau air liur? Tapi bisa jadi kan parfum yang dipakai Sehun memang sejenis parfum mahal karena aromanya begitu halus dan tidak berubah sejak semalam. Dan satu lagi, kemungkinan itu efek dari minuman alkohol mahal yang diminum Sehun sebelum Irene datang.
"Lalu, apa kau juga akan mandi sepagi ini setiap hari? " melonggarkan pelukannya, Sehun mengamati wajah Irene lekat-lekat. Sekali itu jari-jarinya bergerak menyelipkan helaian rambut Irene di balik telinga agar dia bisa lebih leluasa untuk melihat.
"Wanita memang lebih banyak memiliki aktifitas dibanding pria," Irene pelan-pelan memiringkan tubuhnya hendak memunggungi Sehun tapi pria itu langsung menahannya dan malah membuat mereka kini saling berhadapan. "Kau tidak akan mau repot-repot mengepel dan menyapu lantai kan? Tapi wanita lebih suka melakukannya sendiri daripada harus kehilangan beberapa lembar uang dari dalam dompet mereka hanya untuk membayar jasa cleaning service."
"Itu bagus, aku suka melihat wanita yang melakukan banyak aktifitas di dalam rumah daripada di luaran sana."
"Apa itu berarti istrimu nanti tidak boleh bekerja?"
Sehun menaikan satu alisnya berpikir, "bisa jadi."
Jawaban Sehun membuat Irene sedikit kecewa. Meskipun dia juga tidak berharap suatu saat nanti akan menikah dengan pria itu, tetap saja setiap mendengar tentang larangan seorang suami agar istrinya tidak usah lagi bekerja dan berkarier, menurutnya itu sangat tidak adil.
Seringnya Irene melihat banyaknya karyawan pria yang tidak langsung pulang ke rumah usai mereka bekerja, bukankah itu menandakan bahwa mereka tidak terlalu merindukan keluarga di rumah? Sebagian dari mereka mampir ke kedai minum dengan segerombol teman-temannya atau malah banyak yang sekedar jalan-jalan menghabiskan sisa sore bersama seorang wanita. Irene yakin itu pasti semacam wanita idaman lain. Lalu, apa istri dan anak-anak mereka yang ada di rumah tahu? Itu juga yang menjadi alasan kuat Irene untuk tidak percaya pada janji-janji manis para pria di muka bumi ini. Semuanya nyaris pantas disebut bajingan sesat.
Sehun tersenyum tipis melihat ekspresi wajah Irene yang tiba-tiba seperti menahan rasa jengkel. Entah apa yang sedang Irene pikirkan. Hanya saja, Sehun kerap mendapati ekspresi semacam itu darinya dan menurutnya itu cukup menghibur.

KAMU SEDANG MEMBACA
Between
Fiksi PenggemarMemiliki anak tanpa menikah, itulah yang diinginkan Irene-wanita berusia 32 tahun yang lebih menyukai kebebasan. Dia pikir, menikah adalah hal yang paling merepotkan dan yang dia tahu, pernikahan merupakan suatu ajang penderitaan. Jadi siapakah ke-3...