Chapter 8.

2.6K 309 342
                                    

Ibunya duduk membelakangi dan tidak sudi melihat Irene yang bersimpuh semenjak kedatangannya ke rumah. Sehun ada disana, duduk diantara keduanya dan terdiam untuk beberapa saat setelah mengatakan bahwa Irene hamil akibat kesalahannya. Sehun mengatakannya dengan hati-hati sesuai perintah Irene tapi tetap saja ibu Irene marah besar. Tindakan itu lebih ditunjukkan pada Irene, padahal Sehun berharap biar dia saja yang menerima jatah makian itu.

"Ibu...kau bilang kau ingin punya cucu dariku kan?"

"Tapi bukan seperti itu caranya!" ibunya menghardik keras. Kipas lipat yang sedari tadi ada di tangannya, sekarang terlempar ke atas meja bersamaan dengan badannya yang memutar "Kau ini wanita waras bukan sih? Apa kau tidak malu kemana-mana perutmu buncit seperti itu tapi tidak ada pria yang menikahimu? Lalu, apa yang harus ibu katakan jika tetangga- tetangga bertanya siapa suamimu?!"

"Itu kan aku bu," Sehun menyela tetap dengan nada bicara yang sopan dan itu membuat ibu Irene jadi menatapnya sejenak.

"Sebentar anak muda, aku sedang berbicara dengan putriku," sekarang yang ibu Irene tatap adalah anaknya sendiri. "Jadi memang begitu niatmu membahagiakan aku? Bahkan cucuku yang terlahir nanti tidak akan memiliki seorang ayah. Sementara kau bekerja, dia akan dirawat oleh babby sitter atau semacamnya, begitu? Bahagia seperti apa yang kau maksud itu Ren?"

Coba saja ada ayahnya di rumah, Irene tidak harus semiris ini menghadapi ibunya. Sayangnya beliau masih berada di kantor jadi Irene tadi hanya sempat memberitahukan kepulangannya ke rumah melalui pesan singkat. Itupun ayahnya tidak membalas, entah karena terlalu shock atau memang beliau belum sempat menyentuh ponselnya.

Belum lagi respon dari dua kakak Irene yang memakinya di chatting sejak setengah jam lalu ketika dia dan Sehun masih dalam perjalanan kemari.

"Pokoknya aku malu setengah mati, aku merasa gagal mendidikmu dan tidak seharusnya aku membiarkanmu hidup sendiri di luaran sana jika tahu kau akan berbuat sememalukan ini. Dasar anak tidak tahu diuntung, kau tidak tahu betapa sakitnya melahirkan seorang anak, kau tidak tahu bagaimana susahnya kami membesarkanmu!" ibu Irene memukul-mukul bahu putrinya tanpa ampun, meluapkan segala emosi dengan kedua matanya yang sudah memerah basah.

"Bu, tolong jangan memukulnya," Sehun memberikan punggungnya, melindungi Irene dari amukan ganas itu. Tapi ibu Irene terlalu dibutakan oleh emosi, hingga tanpa sadar dia yang seharusnya menjambak rambut Irene, malah menjambak rambut Sehun sampai Sehun mengaduh kesakitan.

"Ibu hentikan, jangan menyakiti anak orang," Irene berusaha melepas jeratan tangan ibunya dari kepala Sehun kemudian menyingkirkan tubuh Sehun, membuat pertahanan supaya ibunya bisa melihat kekeliruan yang dia perbuat.

Sehun sendiri justru maju ke depan sambil merentangkan kedua tangannya, menyembunyikan tubuh Irene di balik tubuhnya sambil mengatakan pada dua wanita itu untuk tetap tenang.

"Ibu boleh marah, tapi ada janin di perut putri ibu. Jangan melukainya tolong...Kalau ibu marah, marah saja padaku bu, pukul aku, ini salahku."

Mendengar penuturan Sehun yang terkesan membela Irene, wanita tua itu langsung terdiam dengan nafasnya yang kembang kempis. Air matanya menetes tanpa henti lalu beliau hanya berakhir dengan terduduk pasrah sambil menangis tersedu memukuli dadanya yang sesak.

Sehun tidak pernah ditempatkan pada posisi seperti sekarang ini. Baik Irene maupun ibunya sama-sama menangis, jadi untuk beberapa detik ke depan dia bingung mana dulu yang harus dia tenangkan. Tapi melihat ibu Irene tampak jauh lebih terpukul, Sehun berupaya merengkuh bahu wanita tua itu, mengusap punggungnya dan terus mengucapkan kalimat permintaan maaf. Hal itu dia lakukan sampai tangisan ibu Irene mereda, baru setelahnya Sehun kembali mendekati Irene.

BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang