Mengusap-usap rambutnya yang basah selesai dia mandi dan berkeramas, ternyata ruang tamunya sudah rapi dan Irene melihat Sehun sedang berjalan menuju ke arah keranjang sampah. Beberapa tumpuk majalah lama yang sudah tidak akan lagi dibaca juga dia buang bersama dengan benda-benda usang lainnya. Sehun terbatuk kecil akibat debu yang dia hirup tapi kemudian menoleh begitu menyadari Irene sudah berdiri menatapnya sejak tadi."Kau tidak mandi?" pertanyaan itu terlontar setelah Irene melihat bagian punggung kaos yang Sehun pakai sudah basah oleh keringat. "Aku akan memasak untuk makan malam, kau mau makan apa?"
Irene melangkah menuju lemari es, tapi hanya mendapati tiga butir telur dan selebihnya hanya sederet botol susu, minuman jus dan juga bir. Sekaleng susu hamil miliknya pun sudah ada di dalam, itu sepertinya Sehun yang meletakannya tadi pagi disana.
"Beli saja di luar, jadi kau tidak usah repot-repot memasak," menyadari memang tidak ada bahan makanan untuk dimasak, Sehun berinisiatif ingin membeli makanan di luar. Lagi pula, semenjak dia tahu Irene mulai sebentar-sebentar merasa lelah, tidak seharusnya dia membiarkan istrinya melakukan banyak aktifitas di rumah.
"Apa menurutmu masakanku tidak enak?" diliriknya Sehun dengan sedikit tatapan meminta pendapat bersamaan dengan pintu lemari es yang ditutup secara kasar.
Irene memang sadar diri bahwa dia tidak pandai memasak, tapi setidaknya apapun yang dia olah, hasil kreasinya itu masih terlihat pantas masuk ke dalam perut suaminya. "Ya sudah beli saja kalau begitu."
"Jangan salah paham."
Bola mata Sehun mengikuti kemana Irene bergerak setelah beberapa detik ucapannya tidak mendapat balasan. Wanita itu berakhir duduk di sofa lalu mencomot cemilan dan mulai menyalakan tv. Sehun mulai memahami bahwa wanita yang sekarang hidup bersamanya itu rupanya memang wanita sensitif yang mudah merasa emosional. Atau hal itu terjadi karena perubahan hormonnya saat dia sedang hamil.
"Kau mau kan makan malam bersamaku di luar?"
"Naik turun lift kakiku pegal," Irene menjawabnya tanpa melihat ke arah Sehun, sengaja memang.
"Aku bisa menggendongmu, itu mudah."
Sekalinya menoleh, dua mata Irene berputar jengah membayangkan adegan dirinya digendong oleh Sehun hingga semua mata orang-orang akan melihat ke arah mereka layaknya mereka itu pasangan suami istri yang dimabuk cinta. Cih, mendramatisir sekali. Tapi Irene malah mendapati Sehun terkekeh kecil. Mungkin setelah mengutarakan idenya itu, dia juga merasa geli sendiri.
"Sudah sana mandi, apa sih yang kau pikirkan?" Irene jadi kesal jangan-jangan Sehun sedang menertawakan berat badannya yang setiap bulan semakin bertambah. Dia lalu mendesis begitu melihat sosok Sehun berlalu masuk ke dalam kamar tapi suara kekehannya masih samar-samar terdengar.
Ah ya, Irene langsung teringat sesuatu. Dia beranjak dari sofa lalu berjalan cepat menyusul Sehun yang sudah berada di dalam kamar mandi. Merasa sudah menjadi istrinya, Irene tidak perlu meminta ijin ketika dia hendak masuk. Langsung saja dia membuka pintu dan menerobos ke dalam membuat Sehun yang sudah melepas semua pakaiannya dan tengah berdiri dibawah kucuran shower jadi lumayan terkejut. Masih ada rasa sedikit malu memang, itu juga dirasakan oleh Irene yang tidak sengaja langsung mengarahkan matanya ke bagian bawah tubuh suaminya. Terlepas dari itu semua, sebenarnya Irene hanya ingin mengingatkan sesuatu.
"Pakai sabun cair ini," katanya sambil menunjukan sebotol besar sabun cair yang tergeletak disamping botol shampoo.
Pasalnya baru seminggu lalu dia menyadari jika Sehun tidak pernah memiliki sabun cair di dalam apartemennya. Pria itu mengaku selalu mandi dan membersihkan seluruh tubuhnya dengan shampoo. Itu merupakan kebiasaannya sejak kecil dan Irene baru mendapatkan pengakuan tersebut setelah merasa aneh kenapa shampoo yang dia belikan untuk Sehun—dengan merk khusus— selalu cepat habis, bahkan hanya bertahan 2 sampai 3 hari saja. "Itu pemborosan namanya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Between
FanfictionMemiliki anak tanpa menikah, itulah yang diinginkan Irene-wanita berusia 32 tahun yang lebih menyukai kebebasan. Dia pikir, menikah adalah hal yang paling merepotkan dan yang dia tahu, pernikahan merupakan suatu ajang penderitaan. Jadi siapakah ke-3...