Part 1

686 20 4
                                    


Menjadi Pangeran Sekolah bukan hal yang diinginkan semua orang. Entah sejak kapan gelar tersebut melekat padanya. Setiap kali menyusuri lorong ataupun keluar dari kelas, semua orang akan berbisik dan membahas tentang dirinya. Entah apa yang mereka bicarakan. Bahkan tidak jarang pula teriakan histeris terdengar di antara sayup-sayup mereka yang membicarakannya.

Setidaknya hal itu tidak terlalu mengganggu untuknya. Kecuali mereka yang dengan terang-terangan mendekatinya secara langsung.

"Maaf..." Seorang gadis menghetikan langkahnya menuju kantin. Gadis itu berdiri dan menghadang jalan. "Jika kau tidak keberatan, maukah kau menerimanya." Dia menyodorkan sandwich telur. Dari stiker di pembungkusnya, itu produk yang hanya dijual di minimarket depan stasiun. Dan hanya bisa dibeli dengan nomor antrean karena hanya dijual beberapa puluh bungkus setiap 2 kali seminggu.

"Kau sudah susah payah membelinya kan. Kenapa kau berikan untukku?" jawab lawan bicaranya. Gadis ini pasti sudah mengantre dan membelinya saat penjualan terakhir kemarin malam, pikir pemuda itu.

"Tapi aku memang sengaja membelinya untukmu. Ini... makanan kesukaanmu kan? Karena itu... Yuta-sama." Begitu dia memanggil nama pamuda di hadapannya, dia berubah menjadi malu-malu. Matanya yang tidak bisa terus memandang sosok Pangeran Sekolah yang sekarang menatap ke arahnya hanya bisa melirik curi pandang sambil salah tingkah.

Tanpa tanda apa-apa. Yutaka Ryunosuke yang mendapat gelar Pengeran Sekolah entah dari siapa meraih sandwich telur yang diberikan gadis itu. Sambil berjalan melewatinya dia berkata, "Terima kasih untuk sandwich-nya. Tetapi, kau tidak usah repot-repot- ah tidak," ucapnya seperti baru ingat sesuatu, "kalian tidak usah repot-repot memberikan sesuatu untukku, karena aku tidak menyukainya. Dan juga jangan memanggilku -sama."

Setelah mengatakannya dengan suara yang cukup keras sambil mengamati gadis-gadis lain yang bersiap memberikan hadiah lain padanya, Yutaka Ryunosuke berlalu pergi.

Bukannya menjadi peringatan untuk menakuti dan membuat mereka menjauhinya. Semua perkataannya malah membuat gadis-gads itu semakin menjadi-jadi. Mereka malah terlihat begitu bersemangat. Bersemangat mencari cara lain untuk mendekatinya.

"Hah," desah Ryunosuke. Entah sudah keberapa kalinya dia mengatakan hal itu pada mereka. Namun masih ada saja yang melakukan hal memalukan seperti itu. Dia tidak tau apa yang mereka inginkan darinya. Padahal sudah jelas jika dia tidak tertarik pada mereka, juga tidak mungkin salah satu dari mereka bisa membuatnya tertarik.

Ryunosuke paling benci gadis-gadis seperti itu, mereka yang mendekatinya sampai saat ini selalu memandangnya dari fisik saja. Tidak ada dari mereka yang bisa mengerti dirinya yang sebenarnya. Baginya semua orang yang mencoba mendekatinya terlihat menyedihkan. Mereka bahkan menjadi orang lain hanya agar bisa mendekatinya.

"Ouji-sama..." Langkah Ryunosuke kembali terhenti begitu menuruni tangga. Namun dia tau siapa yang memanggilnya dengan nama panggilan itu.

"Hentikan Hiro."

"Hehehe, maaf. Apa kau mau ke kantin? Bolehkan aku berjalan sebagai pengawalmu?" ucap Hiroaki dengan nada bercanda.

"Mau kupukul?" Walau mengatakannya dengan tatapan dingin khas Ryunosuke, tapi Hiroaki tau jika Ryunosuke tidak serius. "Ini untukmu." Ryunosuke memberikan sandwich yang didapatkannya tadi.

"Heh? Bukannya kau mendapatkan dari gadis itu. Ini kan produk yang su-" Belum selesai bicara, Ryunosuke memberikannya dengan paksa dan kembali melanjutkan perjalanannya ke kantin. Tentu saja Hiroaki menerimanya karena terpaksa juga. Ada peraasaan senang juga kasihan. Senang karena mendapatkan makan siang gratis dan kasian pada gadis yang susah payah membelinya untuk Ryunosuke.

Sempat dulu terlintas dalam benak Hiroaki. Apakah seharusnya dia memaksa Ryunosuke untuk menerima semua pemberian gadis-gadis itu? Tapi saat Hiroaki mengingat kejadian sebelumnya, dirinya juga merasa kasihan pada teman sekelasnya tersebut.

Pernah suatu hari, loker juga meja Ryunosuke penuh dengan sandwich telur kesukaannya. Hiroaki bisa membayangkan jika dirinya menjadi Ryunosuke dan memakan semua roti isi itu, dia bisa gila dan tidak akan makan apapun yang mengingatkannya pada makanan tersebut. Mungkin dia akan berubah membenci sandwich telur kesukaannya. Hiroaki merasa kagum pada teman barunya itu.

"Kau itu pantang menyerah ya, Ouji-sama."

"Diamlah." Mereka sampai di area kantin yang kini ramai dengan murid-murid yang sedang makan siang. Tentu saja kehadiran Pangeran Sekolah membuat semua perhatian tertuju padanya. Tanpa memperdulikan sekitar, Ryunosuke berjalan ke meja paling sudut di mana seseorang telah duduk di sana duluan. Seorang gadis. Duduk sendiri sambil menurunduk mencoba menikmati sisa makan siangnya.

"Heeee, kau memang pantang menyerah," ucap Hiroaki kembali. Dia kemudian maju melewati Ryunosuke dan duduk di meja tersebut. Memandang gadis yang duduk sendirian di hadapannya. "Sedang makan siang sendiri ya, Lisana-chan?"

Gadis itu mendongak. Menatap Hiroaki dan beralih pada Ryunosuke yang masih dalam posisi berdiri. "Hah," suara napas gadis itu. "Kau tidak mau duduk?"

"Kenapa kau membaca di sini?" tanya Ryunosuke. Kini dia sudah duduk di sebelah Hiroaki. Sambil menyangga dagunya, pandangan pemuda itu tidak lepas dari sosok Lisana yang mengabaikannya.

Lisana melirik tumpukan manga di dekat nampan makan siangnya. Biasanya dia memang menikmati bekalnya di taman dan dilanjut membaca manga sampai jam istirahat habis. Namun hari ini karena dia tidak membawa bekal, gadis itu terpaksa membeli makan siang di kantin.

"Apa masalahmu? Aku membaca di sini ataupun di taman tidak akan ada yang tertanggu," ucapnya kemudian. Lisana tidak ingin memandang ke arah Ryunosuke.

"Aku terganggu." Ucapan Ryunosuke menghentikan sebagian kegiataan murid yang mendengar hal itu. Hiroaki yang tadi menyantap sandwich telurnya menoleh dengan wajah penasaran. Sementara Lisana mulai memperhatikan. Tatapan mereka kini saling bertemu dalam suasana aneh dari tatapan murid lain di sekitar mereka. Ryunosuke yang mendapat perhatian Lisana segera mencondongkan tubuhnya.

Parasnya yang terkesan minim berekspresi dan tatapan dinginnya membuat semua orang terdiam. Lisana semakin membelalak tat kala mata mereka saling menatap selama beberapa detik.

"Ke, kenapa?" kata Lisana tergagap. Dia yakin hembusan napasnya pasti terasa oleh pemuda itu.

"Karena saat membaca sendiri di taman, kau bisa menjadi dirimu sendiri. Aku lebih senang duduk berlama-lama di sana sambil menatapmu mengekspresikan semua perasaanmu. Aku menyukainya."


-sama = digunakan untuk menyebut orang dengan tingkat yang lebih tinggi dari dirinya, pada pelanggan, atau pada orang yang dikaguminya (Tuan)


Ouji = Pangeran


-chan = untuk panggilan kepada perempuan yang sudah akrab. Panggilan ini identik dengan perempuan mungil, lucu atau anak kecil.


Manga = buku komik Jepang

SHE IS OTAKU GIRL [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang