Sinar matahari pagi menyusup masuk saat tirai kamar Lisana melambai-lambai karena tertiup angin. Gadis itu masih meringkuk dalam selimutnya walau jam alarm berdering dengan nyaringnya. Di hari liburan musim panasnya, Lisana banyak menghabiskan menonton anime saat malam hari.
Begitu suara ketukan pintu terdengar dari luar, Lisana segera menyembulkan kepalanya dari selimut.
"Lisana? Apa kau masih hidup?" Terdengar suara teriakan dari kakaknya. Ketukan itu berubah jadi pukulan yang terdengar keras. Karena tidak ada jawaban dari Lisana, kakaknya mengira dia pingsan atau sebagainya. "Wooiiii.... Sudah pagi lho. Bukankah hari ini kau akan keluar?"
"Kau rusak pintu itu maka tidak akan ada oleh-oleh untukmu," geram Lisana. Dia kemudian mematikan alarm dan menendang selimutnya ke sudut ranjang. Dengan enggan dirinya berjalan membuka pintu.
Melihat adiknya bangun dengan mata mengantuk, Shin tertawa terkikik. "Lihat matamu. Huffttt.... Panda-san waktunya sarapan," ucapnya.
"Panda-san ingin tidur lagi," rengek Lisana. Tapi kebalikan dengan yang dia ucapkan, gadis itu turun ke lantai bawah menuju meja makan.
Pagi ini Lisana hanya sarapan bersama kakaknya. Kedua orang tua mereka sedang pergi bekerja keluar kota. Karena hari ini yang bertugas membuat sarapan adalah Shin, makanya dia membangunkan Lisana.
Acara sarapan pagi mereka berakhir dengan cepat. Lisana membantu Shin mencuci piring dan mengeringkannya. Shin yang sudah masuk universitas itu terlihat dengan telaten melakukan pekerjaan rumah. Memang sudah biasa bagi mereka berdua melakukan tugas-tugas seperti ini. Karena kedua orang tua mereka yang memang jarang di rumah.
Setelah kesibukan pagi mereka selesai, Shin menikmati secangkir kopi sambil membaca koran pagi. Hari ini dia juga sedang berlibur.
"Lisana, apa kau sudah punya pacar?" Tanya Shin dari meja makan.
Lisana hanya bergumam dari arah kamar mandi. Karena dirinya sedang menggosok giginya, dia tidak bisa menjawab. Setelah terdengar suara kumuran, Shin bertanya kembali.
"Memangnya kenapa Kakak menanyakan hal itu?"
"Tidak ada. Hanya saja menurutku hari ini akan sangat panas."
"Hah? Apa hubungannya?" lirik Lisana heran. Shin tidak menjawab lagi.
Lisana meluncur kembali ke kamarnya. Dia segera bersiap karena hari ini dia akan sangat sibuk.
Setelah berganti pakaian dan sedikit merias diri, tidak lupa gadis itu memasukkan barang-barang bawaannya ke dalam tas ransel. Beberapa kali dia mengecek catatan kecilnya, mencatat apa saja yang akan dia lakukan dan beli. Setelah dirasa sudah waktunya, Lisana meraih ponselnya dan meluncur ke bawah. Saat melewati dapur, terlihat Shin masih membaca koran di meja makan.
"Kakak, aku berangkat dulu." Lisana memakai sepatunya di pintu depan. Gadis itu siap keluar sambil menenteng ranselnya.
Begitu membuka pintu sinar matahari langsung menyambutnya. Lisana menyipitkan mata dan memandang ke langit pagi yang cerah. Bahkan awan pun hanya nampak sedikit di birunya langit. Gadis itu tersenyum dengan semangat sampai matanya membulat begitu melihat seseorang tengah bersandar ke pagar rumahnya.
Seorang pemuda. Dengan kaus putih yang dilapisi kemeja merah bergaris. Dia sedang memperhatikan jam di pergelangan tangannya. Kakinya yang dilapisi sepatu kets dihentak-hentakkan pelan. Seperti sudah tidak sabar, pemuda itu nampak gelisah.
"Apa yang kau lakukan?" Dia terperajat. Saat menoleh ke belakang, Lisana menatapnya dengan wajah masam.
"Aku kira kau sudah pergi," ucap pemuda itu lega, yang tak lain adalah Ryunosuke.
"Aku tanya apa yang kau lakukan di sini? Kau benar-benar stalker ya," Lisana memicingkan matanya.
"Hiroaki bilang kau akan pergi ke Comiket. Karena itu aku menunggumu."
"Hah! Ryunosuke-kun, apa kau tau apa itu Comiket?"
"Tentu saja."
Mendengar jawaban datar Ryunosuke, Lisana hanya bisa mendesah panjang. Dia tertunduk memegangi keningnya. "Ryunosuke-kun, kau dengar ya. Bukannya aku melarangmu, tapi aku hanya tidak ingin mendengar desas-desus aneh lagi. Kau tau kan mudah sekali masalah datang akhir-akhir ini, jadi..."
"Oh, kau belum berangkat." Tiba-tiba Shin membuka pintu depan sambil membawa cangkir kopinya. "Tolong jaga Lisana ya," senyumnya ramah yang ditunjukkan untuk Ryunosuke.
"Kakak!" pekik Lisana. Gadis itu segera menarik pergi Ryunosuke karena kakaknya itu bisa berbicara yang tidak-tidak jika melihat Lisana bersama Ryunosuke di situ.
Kadang Lisana tidak bisa menebak bagaimana Ryunosuke. Pemuda dingin yang terkesan tidak memperdulikan sekitarnya itu memang misterius dan aneh baginya. Lisana berpikir, jika seandainya dia tidak bertemu dan berkenalan dengan Ryunosuke, apa yang akan terjadi padanya saat ini. Mungkin dia masih akan menjadi Lisana Si Otaku yang suka menyendiri.
Bertemu dengan Ryunosuke Sang Pangeran Sekolah bukanlah hal yang bagus juga. Hari-hari tenangnya di sekolah kini berubah. Meski begitu Lisana tidak pernah merasa menyesal telah mengenalnya.
***
Kereta melaju dengan tenang menuju Tokyo. Kereta masih senggang ketika mereka berdua naik. Lisana memilih berdiri dan bersandar di dekat pintu kereta. Dia suka melihat pemandangan di luar. Sementara Ryunosuke, dia memilih duduk di bangku dekat Lisana berdiri.
Suasana yang tidak asing bagi mereka. Rasa canggung yang dirasakan masing-masing. Tanpa ada sepatah kata atau percakapan walau keduanya begitu dekat. Seperti kembali saat mereka belum saling mengenal satu sama lain.
"Aku akan kembali setelah kita turun nanti." Merasa tidak enak karena seenaknya ikut, Ryunosuke berencana kembali pulang saja.
"Tidak apa-apa. Jika aku ingin kau pulang, maka aku tidak akan menarikmumu untuk naik kereta bersamaku tadi." Lisana menyandarkan kepalanya ke pintu kereta. Kembali teringat kejadian sebelum libur musim panas mereka.
Lisana memang bisa bersikap seperti biasa, namun tidak dengan hatinya.
Hari di mana Ryunosuke menyatakan perasaanya, merupakan hari terakhir mereka bertemu sebelum liburan musim panas. Sejujurnya Lisana belum memberi jawaban atas pengakuan Ryunosuke waktu itu. Sepertinya dia sudah tau akan perasaan Ryunosuke padanya. Tetapi saat ini ada sedikit keraguan dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHE IS OTAKU GIRL [Tamat]
Short StoryMenjadi Pangeran Sekolah bukanlah keinginan Ryunosuke. Dia malah merasa terganggu karena hal itu. Saat pergi ke taman, Ryunosuke tidak sengaja melihat seorang gadis dengan penuh emosi membaca manga seorang diri.