BILAL || 07. Hujan

47 3 0
                                    

UH Kimia pun dimulai suasana kelas seketik hening. Raut wajah siswa/i di kala itu pun berbeda-beda ada yang menatap kosong soalnya, menjenggut-jenggut sendiri rambutnya ada pula yang santai dengan leganya. Mereka akan mengerjakannya dengan hati-hati supaya tidak ada yang salah sedikitpun jika salah ya salahkan otaknya bukan gurunya.

Semua fokus mengerjakan ulangan trrsebut. Tidak dengan genk kapak ia merusuhi Esa meminta jawaban dari pertanyaan kimianya.

"Sa nomor 3."

"Jangan pelit-pelit nanti kuburannya sempit lohh Ca." Ganesha merayu Esa.

"No 3 Botol kecap."

"Oke no 5."

"Botol saus."

"Terusnya?"

"Botol kecap, botol minuman, botol kecap, botol saus, botol cuka, botol minuman, botol minyak, botol cuka, botol kecap, botol saus."

Mereka mendengarkan sekaligus melingkari jawaban dari Esa.

Itulah genk kapak, sangat pintar untuk urusan hal itu. Mereka mensiasati kode-kode dengan menggunakan kata-kata yang tidak dicurigai siapapun. Seperti ini saja botol kecap berati jawabannya adalah A.

****

Setelah bubar Esa menunggu angkot di halte, hari ini cukup letih membuat Esa bersandar duduk di halte bis.

"Hei."

Suara terdengar cukup lantang membuat Esa sedikit kaget dan mencari pelakunya.

Esa menghela nafas, ia melihat laki-laki yang kemarin bertemu dengannya. Esa berlagak tidak tau kedatangan Davi ia lebih memilih menyenderkan lagi tubuhnya. Davi berlari kecil menghampiri Esa.

"Hei," sapa Davi mendudukkan tubuhnya di dekat Esa.

"Hmm," deham Esa.

"Kamu sendiri aja?"

"Banyakan."

"Mana?" Davi melihat keadaan.

"Tuh banyak lagi nunggu angkot."

"Maksudnya pulang sendiri?"

"Hm." Esa mendeham kembali.

"Mau aku anterin, aku bawa motor, di parkirin di sana." Davi menunjuk ke arah halaman yang cukup besar.

"Gak usah!" tolak Esa.

Davi menghela nafas pelan. Davi tidak menyerah sedikitpun ia menawarkan segala hal ke Esa mulai dari menawarkan jalan-jalan ke mall, cafe, bioskop, taman tapi dibalas dengan gelengan kepala Esa.

"Maunya kemana?" tanya Davi kehabisan pikir.

"Pulang."

"Tadi aku kan tawarin buat pulang." Davi menghela nafas kasar mengajak Esa seperti dengan anak kecil mengajak makan, susah sekali.

"Gue mau sendiri pulangnya, naik angkot!" tekan Esa.

"Hahh..." desah Bilal kesal.

"Yaudah ayo!" ajak Esa.

Davi menatap Esa tak percaya.  Davi meluncurkan senyuman manis kepada Esa. Refleks tangannya menggenggam tangan Esa. Menariknya untuk segera berdiri.

Esa melihat ke arah tangannya. Entah kenapa Esa merasakan nyaman. Bukan karena suka tetapi ia merasa tidak asing. Padahal baru pertama kali.

Esa memberi kode untuk dilepaskan. Dengan cepat Davi melepaskan cekalannya.

"Hehe sorry gue kelepasan."

One Day With Bilal | Lee Eunsang ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang