Happy reading!
"Besok kamu sudah bisa ambil nilai sama Bu Fadia."
"Makasih banyak, kak."
Fauzan Nerby, cowok berperawakan tinggi dengan wajah tampan menjabat sebagai ketua OSIS dan ketua tim futsal sekolah itu mengangguk.
"Mau pulang bareng?" Tanya Fauzan pada gadis kecil di hadapannya itu.
"Putri pulang bareng gue."
Kedua orang yang tadinya sedang asyik bercakap-cakap itu sontak menoleh ke sumber suara, Putra.
Dengan kilat matanya, ia seolah mengatakan pada Fauzan agar menjauh dari Putri. Tangannya menggenggam erat tangan Putri dan membawanya pergi dari hadapan Fauzan.
"Bocah itu minta di beri pelajaran!"
***"Kamu kenapa bersikap kayak gitu sih sama kak Fauzan? Dia itu ketos loh. Aku nggak ngerti dendam kamu sama dia itu apa." Kata Putri dengan sedikit kencang karena suaranya terdengar kecil ketika melawan deru angin saat berboncengan dengan Putra.
"Aku nggak rela aja kamu di deketin sama si Fauzing." Sahut Putra simpel.
Sambil mengerutkan dahinya Putri berkata, "Fauzing? Siapa? Apaan tuh?"
"Itu panggilan sayang dari aku buat cowok itu. Fauzan anzing!"
Sontak Putri tertawa mendengar julukan dari Putra. Ada-ada saja.
"Jangan gitu, entar kamu kualat!"
Putra terkekeh geli mendengar ucapan Putri, sampai tak sadar seekor anjing besar beserta tuannya sedang melintas di jalan.
"Awas, Put!"
Teriakan tertahan dari Putri cukup menyadarkannya sehingga secara spontanitas Putra mengerem sepeda motornya.
"Hei! Hati-hatilah kau kalo bawak motor itu! Anjingku ini mahal! Lebih mahal dari harga diri kau!" Omel pemilik anjing berkepala botak dengan perut buncitnya serta logat bataknya yang khas.
Bukannya mikir keselamatan diri malah anjing yang jadi prioritas utama.
"Maafkan aku, Tulang. Tak konsen aku tadi." Putra ikut berbicara dengan logat Batak.
"Pfffttt..." Putri menahan geli mendengar nada Putra yang aneh ketika berucap dengan logat Batak.
"Kali ini ku maafkan kau. Besok kau seperti ini lagi, ku retakkan ginjal kau!" Lelaki itu pergi membawa anjingnya dari situ.
Mau tahu ekspresi Putra dan Putri? Wajah ternganga mereka sangat buruk apalagi saat di foto.
"Tuh kan! Kualat deh.." bisik Putri sambil tertawa kecil.
"Mael Lee." Gumam Putra lalu terkekeh.
Sepeda motor Putra kembali melaju.
***"Tanda tangani ini."
Haris menyerahkan map berwarna merah untuk ditanda tangani oleh Finda.
Wanita itu, Menatap Haris dan Irsan di sebelahnya. Matanya kembali berair dan sedikit terisak.
"Mas..." Lirihnya.
"Demi Irsan dan Putri. Kamu yang mulai menghancurkan, maka kamu yang harus membereskan."
Finda menoleh ke anak sulungnya, lalu menggenggam erat lengan Irsan seolah meminta pembelaan.
"Tanda tangani itu, Ma."
"Kamu rela mama pergi? Kamu mau mama ninggalin kamu sama putri? Irsan jangan gini.. tolong mama.." ujarnya pada Irsan.
Sebelumnya, Irsan telah mendengar penuturan Haris tentang apa yang dilakukan Finda. Kecewa? Tentu. Bayangkan hal ini terjadi pada ayah dan ibu kalian, pasti kecewa kan?
"Mama yang salah. Irsan maupun Putri nggak bisa membenarkan suatu penghianatan apapun itu. Irsan minta maaf," Irsan tertunduk mengatakan hal yang membuat Papanya bangga karena Irsan telah dapat menyikapi suatu masalah dengan pikiran yang dewasa.
"Tolong, Mama tanda tangan." Lanjut Irsan.
Berat hati Finda menggoreskan tinta diatas kertas yang berada di map itu. Sesal, marah, sedih, kecewa, sakit, bersatu dalam hatinya.
Krieeet...
Derit pintu membuat seisi rumah menoleh, tepat mata mereka menatap wajah luka gadis mungil berseragam olahraga itu. Tak tahu harus berbuat apa, Putri hanya melangkah pelan tanpa bersuara apapun, meninggalkan semua yang berada disana.
Aku kira bahagia memiliki orangtua bisa selamanya. Ternyata hanya sampai detik ini aja. Batin Putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
RATRI [On Going]
Novela Juvenil"Putri! Stop, Put!" Cowok itu berusaha menyamaratakan langkahnya dengan Putri. Tangannya menarik pergelangan tangan Putri agar berhenti bergerak. Disela isak tangisnya, Putri berkata dengan sesak. "Ternyata gak ada cowok yang bisa yakinin gue kalo s...