Rasanya tak bisa diusik lagi. Hati Aras telah jatuh, usai memilih, meski terdengar retoris. Benar, Aras tak tahu kelak akan bertemu wanita mana lagi. Tapi, katanya, adakah yang bakal semenjatuhkan hatinya sebagaimana yang Arum lakukan? Meski tak pernah sepatah kata Arum tuturkan, tak seuntai senyum ia berikan, Aras jatuh hati padanya.
Bukan. Aras tak putus asa. Pasrah amat beda dengan apa yang dilakukannya kini. Aras menyebut tindak tanduknya, yang berdiam diri seolah mengambil jarak dari Arum—yang tak diambil pun memang sudah berjarak, sebagai usaha di jalur yang tak kasat mata. Kenapa? Sebab memang Arum tak pernah lagi nyata berpendar di pelupuknya. Sungguh.
Bukan tanpa merana Aras memalingkan perhatiannya dari Arum. Merindunya saja sudah luka. Apalagi memaksa diri tak membayangkannya. Jelas pedih. Seperti bulu kaki; di adanya amat menyita perhatian namun sakit saat coba dihilangkan. Akhirnya, Aras hanya bisa membiarkan bayang Arum bergentayangan seraya bermunafik berusaha tak menyadarinya.
"Oh Tuhan, betapa sakit mencintainya. Tapi jangan sembuhkan aku jika mencintainya adalah derita," batin Aras.
YOU ARE READING
MODOLOG
RomanceHalo semua! MODOLOG bukanlah kitab ideologi. Ini hanya singkatan dari monolog dan dialog. Sesederhana itu. Terkisah, Aras, seorang kunyuk yang kikuk pada wanita. Pria dingin, atau berlagak demikian, yang ingin menjalin hubungan asmara tapi tak puya...