uno

1.3K 143 37
                                    

busan, oct 2019

"Nek, jaga dirimu baik-baik" Jennie mengusap punggung nenek Im, matanya sedikit kemerahan menahan tangis.

"Aku sudah mendengarkanmu mengatakan hal yang sama sebanyak sepuluh kali"

Nenek Im memang tidak tahu kondisi dimana ia harus sedikit terharu, Jennie sudah sangat frustari namun beliau terus menganggapinya dengan lelucon.

"Kau bahkan menghitungnya" Jennie melipat kedua tangan didepan dada, lantas menatap nenek itu sebal.

Hanbin menarik sudut bibir, masih enggan mengalihkan atensi dari nenek dan cucu itu.

"Apa kau akan terus memperhatikan Jennie?" Kakek Jung memainkan janggutnya heran, bagaimana bisa Hanbin tidak mengatakan apapun dan tidak mempedulikannya.

Hanbin melirik lalu tersenyum masam pada sang kakek "Ah tidak, aku juga pamit kakek. Kurangi menonton konser dimalam hari, kau akan mengganggu ketenangan tetangga"

"Kita bahkan tidak memiliki tetangga" Kakek Jung tak kalah sinis, cucunya benar-benar seperti Nenek Im. Selera humor memang diwariskan dari orang-orang terdekat 'pikirnya.

"Kau hati-hatilah disana, saat kau dan Jennie kembali bawakan kami cucu" Rupanya kakek Jung tidak melewatkan kesempatan untuk menggoda Hanbin dan Jennie. Benar-benar dirinya.

"Kakek!" Jennie berteriak tak terima mendahului Hanbin yang masih baru saja ingin ikut mengoceh.

Nenek Im tersenyum dan meraih pergelangan tangan Hanbin "Hobe, tolong jaga Jennie baik-baik"

"Hanbin nek bukan Hobe, aku lelah memberitahumu" Jennie segera mengkoreksi nenek Im yang selalu saja salah menyebut nama Hanbin.

"Aku tidak bicara padamu!" Seperti biasa nenek Im akan berteriak saat Jennie mulai mengkoreksinya.

"Baiklah nek, aku akan menjaga cucumu dengan baik" Hanbin meyakinkan Nenek Im, lantas memberinya pelukan.

"Sudah sudah. Nek jaga kesehatanmu dan jangan begadang, mengerti?"

"Baiklah, kau sangat cerewet!"

Usai berpamitan cukup lama, Jennie dan Hanbin akhirnya meninggalkan Kakek dan Neneknya.

Dalam perjalanan menuju Seoul Jennie lebih banyak termenung, ia menopang dagu menghadap keluar Jendela sementara tangan kanannya sibuk menghapus butiran demi butiran dipipi.

Hanbin menatap Jennie, tangan kirinya sudah berada pada puncak kepala gadis itu lalu sedikit mengusapnya "Tenangkan dirimu, kau bisa pulang kapan saja, nenek juga bisa sesekali mengunjungimu di Seoul"

Jennie mengerucutkan bibir menatap Hanbin "Tapi nenek seorang diri, aku mengkhawatirkannya" ia semakin tersedu.

"Tenanglah, nenek akan baik-baik saja"

"Mendekatlah" Hanbin meraih Jennie, membawanya dalam pelukan.

"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Nenek sangat kuat, pinggulku bahkan masih merasakan sakit akibat pukulannya"

"Itu karena kau jahil"

"Kau sangat nakal sejak sembilan tahun yang lalu, aku bahkan masih ingat saat kau dikejar oleh kakekmu, kau memang bodoh!" Mendengar Jennie kembali banyak bicara, Hanbin tersenyum lega.

back to memories.
(9 tahun yang lalu)

"Ya! Jiyong! mengapa kau membawa anak nakal ini kemari?" Seorang pria tua berteriak kesal saat putranya Jiyong dengan lancang menyerahkan Hanbin padanya.

te quiero | jenbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang