Chapter 2

221 27 2
                                    

Naruto POV

"Hosh... Hosh.. Hosh..." Apa itu tadi? mimpikah? Kalau benar begitu, itu mimpi terbodoh sekaligus memalukan yang pernah kualami. Apa-apaan perkataanku itu. Dasar Naruto bodoh!

"Kau sudah bangun." Suara yang berasal dari sampingku menyadarkanku dari lamunan tentang mimpi memalukanku tadi. Suara ini sepertinya familiar ditelingaku. Bukankah ini suara Sasuke? Dengan cepat kutolehkan kepalaku kearah asal suara tadi.

"Se-senpai... Kenapa kau ada di-disini?!" Pekikku horor melihat ternyata memang dialah yang ada disampingku, duduk dikursi yang tersedia disamping ranjang. Apakah yang tadi itu bukan mimpi? Jadi, aku betul sudah mengungkapkan perasaanku? Matilah aku! Aku harus bersikap bagaimana dihadapan Sasuke sekarang. Aku benar-benar takut memandang kearahnya sekarang. Apakah dia akan jijik terhadapku?

"Kau pingsan didepan toilet. Jadi aku membawamu ke UKS." Ujarnya datar padaku. Aku masih menundukkan kepalaku agar tidak menatapnya. Aku benar-benar takut sekarang. Apalagi atas pernyataanku tadi, dan lebih memalukannya aku pingsan dihadapannya.

Keheningan menyelimuti kami beberapa menit kedepan. Suasana disekitarku agak memberat, membuat keringat dingin keluar melalui pori-pori kulitku. Dengan keberanian sebesar biji jagung, kuangkat kepalaku untuk memandang wajahnya. Dia menatapku intens, membuatku semakin gugup. Kenapa dia menatapku seperti itu, mumbuatku makin gerogi saja.

Aku berusaha membuka mulutku untuk berbicara. Aku tidak suka suasana yang menekan mentalku seperti ini. Aku harus meluruskan masalah ini, dan terbebas dari tempat ini. Lagipula, sepertinya sekolah sudah sepi.

"A-ano senpai. Tentang pernyataanku ta-"

"Aku juga menyukaimu."

A-apa? Ini tidak bisa dipercaya. Mataku membelalak mendengar perkataannya barusan. Apakah aku tidak salah dengar? Aku yakin sekarang aku sedang bermimpi. Kucubit lenganku kuat-kuat, dan aku meringis setelahnya. Sakit. Ternyata ini nyata, dia membalas perasaanku yang sudah kupendam lama. Aku ingin menangis bahagia sekarang, tapi aku lelaki. Aku tidak boleh cengeng, apalagi menangis dihadapannya. Pandangannya akan berbeda terhadapku jika aku menangis sekarang dihadapannya. Tapi aku masih ragu, apakah dia serius dengan apa yang dia katakan.

"Aku serius. Dan mulai sekarang kau adalah milikku." Ucapnya seolah dia bisa membaca pikiranku. Wajahku memerah ketika mendengarnya mengucapkan hal itu dengan frontal. Apa dia tidak tahu sekarang aku tengah malu atas perkataannya itu. Aku kembali menatapnya, tatapannya seolah meyakinku untuk percaya kepadanya. Perlahan aku mulai percaya dengan perkataannya.

"Ayo kita pulang. Yang lain sudah pulang daritadi." perkataannya menyadarkanku kembali, bahwa sekolah ini telah sunyi.

"Temanmu mengantarkan tasmu tadi." Tunjuknya kearah tasku yang berada diatas meja disamping tempatku berbaring tadi. Pasti Kiba yang dia maksudkan.

Kami berjalan keluar ruangan menuju parkiran. Dia memaksaku untuk pulang bersamanya, dengan menaiki motornya. Aku sempat menolak, melihat dia memelototiku aku langsung ciut dibuatnya.

Sepanjang perjalanan pulang diisi dengan keheningan. Sebenarnya aku tidak terbiasa dengan kesunyian. Aku itu cerewet, pecicilan lagi. Dihadapkan dengan suasana seperti ini membuatku sedikit tidak nyaman. Aku memandang punggungnya dari belakang. Terlihat lebar dan nyaman jika dijadikan tempat sandaran. Inilah mimpiku dari dulu, dekat dengannya dan bisa menyentuhnya sesuka hatiku.

Tanpa sadar aku memeluknya dari belakang. Aku merasakan dia tersentak kecil ketika aku memeluknya. Sepertinya dia tidak nyaman dengan perlakuanku terhadapnya. Aku ingin menarik tanganku kembali tapi dia langsung menahannya dan memposisikan tanganku ketempat semula. Dia langsung menancap gas lebih kuat, hingga aku memeluknya lebih erat lagi agar tidak terjatuh. Nyaman. Aku sungguh suka moment ini. Perasaanku semakin meluap, hingga kebatas akhir aku tidak ingin melepaskannya.
.
.
.

"Terimakasih sudah mengantarku pulang."

"Hn,"

"Senpai tidak ingin mampir dulu?"

"Tidak. Aku langsung pulang saja."

"Kalau begitu, hati-hati dijalan." ucapku dan hendak membalikkan badanku untuk membuka gerbang rumahku. Tapi dia menahan lenganku dan aku membalikkan badanku kembali kearahnya.

"Ada apa senpai?" tanyaku heran.

"Mendekatlah."

Aku perlahan mendekat kembali kearahnya. Ketika jarak kami tinggal selangkah lagi, ia menarikku dan mencium pipiku. Pipiku langsung memerah. Dia menarik kembali badannya dan menatapku. Aku refleks menyentuh pipi bekas kecupannya tadi. Aku yakin sekarang pipiku makin memerah seperti tomat masak. Entah kenapa hari ini keberuntungan datang silih berganti kepadaku.

"Sampai jumpa besok." ucapnya sebelum menyalakan motornya, dan pergi dari hadapanku. Aku masih melongo macam orang bodoh didepan rumahku. Tersadar dari lamunanku, aku langsung berbalik lari masuk kedalam rumahku. Sial! Dia mengambil kesempatan!
.
.
.
 
Sial! Aku telat lagi. Ini semua karena tidurku yang seperti kebo. Bahkan aku bangun harus diseret dulu dari atas kasur oleh Ibuku. Ibu, kaulah yang terbaik.

Kembali kewaktu sekarang, guru kedisiplinan sudah memandangku tajam dari balik gerbang sekolah. Tatapannya seolah menembus kekepalaku, membuatku semakin memandang ngeri kepadanya. Semoga aku selamat hari ini.

"Lagi-lagi kau yang datang telat! Aku bosan selalu menghukummu setiap hari karena ketelatanmu. Bisa tidak sehari saja kau tidak telat!"

"Semalam saya tidak telat, Pak!"

"DIAM!"

Aku langsung menutup mulutku rapat-rapat. Dasar mulut sialan, tidak bisa direm sebentar apa mulutnya. Lagipula semalamkan aku datang tepat waktu, dasar gurunya aja sensian. Mungkin dia lagi PMS.

"Yasudah. Kau masuk saja sana. Aku lelah cuma mengurusimu setiap hari." ucapnya membuatku langsung bersorak dalam hati.

Kulangkahkan kakiku menuju kelasku. Disepanjang koridor banyak gadis-gadis bergosip membicarakan sesuatu. Aku heran, bukannya ini sudah memasuki jam pelajaran, tapi kenapa mereka masih berada diluar.

"Itu mereka. Bukannya mereka terlihat serasi."

"Ya, mereka sangat cocok." bisikan disekelilingku makin menggila. Kutolehkan kepalaku kearah pandang mereka, dan yang kudapati malah membuat perasaanku hancur.

Disana dia, kekasihku yang baru resmi semalam, bergandengan dengan wanita lain tepat didepan mataku. Wanita itu cantik, sangat cantik. Perempuan itu bernama Sakura, Haruno Sakura. Dia gadis yang sangat digilai oleh siswa disekolah. Gadis bersurai bubble gum dengan iris emerlad yang sangat indah. Dia tersenyum kesetiap orang sambil menggandeng kekasihku. Harus kuakui, mereka memang terlihat sangat serasi.

Mataku langsung bertatapan dengan iris onyx kekasihku. Dia terkejut, berusaha melepaskan gandengan ditangannya, tapi sepertinya genggaman gadis itu menguat dilengannya. Aku memandangnya dengan tatapan berair, aku tidak sadar ternyata air mataku telah mengembun dipelupuk mataku. Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis dihadapannya. Aku lelaki, dan aku tidak boleh menangis dihdapannya.

Kakiku masih mematung ditempat ketika ia melewatiku. Aku merasakan ia memndangiku, aku tidak perduli dan berusaha melangkahkan kakiku kembali untuk pergi. Disepanjang perjalanan aku mendengarkan bisikan disekelilingku. Mereka akan bertunangan minggu depan, itulah yang kutangkap. Mengingat sebentar lagi mereka akan tamat, wajar saja mereka bertunanga. Tapi, kenapa dia harus menerima perasaanku sedangkan dia telah mempunya calon tunangannya sendiri. Apakan menyenangkan melihat wajahku patah hati dan hancur. Ini sangat sakit. Tolong, dadaku sangat sesak, siapapun tolong aku, aku tidak bisa menanggungnya sendirian.

Aku berlari menuju atap. Kuputuskan untuk membolos hari ini. Aku tidak dalam moodku untuk menerima pelajaran yang akan diberikan guruku dikelas. Ini sangat mengecewakan dan Sasuke sangat tega melakukan hal ini kepadaku. Baru saja aku melambung tinggi, ia langsung menghempaskanku hingga hancur berkeping-keping. Apakah kisah cintaku hanya sampai disini saja?

'Kisah cintamu miris sekali Naruto.' pikirku nelangsang.

.
.
.
TBC

Dukungan kalian membuatku lebih bersemangat dalam melanjutkan cerita ini. Jangan lupa Vomentnya!

By
Ruke-chan

This is about UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang