🍑1

2.6K 357 69
                                    

[ Busan, Desember 2000 ]

Lihatlah ke arah langit. Perhatikan bagaimana galaksi menyulam langit dengan rasi bintangnya.

Beruntung ia kali ini, salju tidak turun deras seperti kemarin. Berbekal mantel lusuh dan sarung tangan merah kesayangannya, ia berjalan di antara keramaian kota Busan, kampung halamannya.

Pipi gembilnya sedikit memerah karena melawan hawa dingin. Kedua tangannya tak hentinya terus bergesekan untuk menciptakan kehangatan kecil.

Ia membawa kakinya menuju bangku taman dan duduk tenang di sana. Ia memperhatikan sekeliling, banyak orang memilih untuk meninggalkan rumah mereka untuk menikmati hari dimana salju masih bersahabat.

Walaupun malam ini dingin, banyak anak-anak bermain salju seolah tak peduli bahwa mereka bisa saja sakit. Namun melihat para orang tua justru ikut menertawakan anak-anak mereka, sepertinya itu akan baik-baik saja.

Rasa senang akan membuatmu lupa rasa sakit.

Begitulah apa yang dikatakan oleh banyak orang.

Melihat anak-anak seusianya tertawa, Ia merasa terlular. Di bibirnya ikut tersenyum yang lama-lama semakin lebar memperlihatkan gigi kelincinya yang lucu. Ia ingin ikut bersenang-senang, namun ia takut. Takut kembali tertolak.

Ia adalah seorang anak berusia 6 tahun yang sebatang kara. Ia tak tahu siapa dan dimana ayahnya sedangkan ibunya entah kemana pergi meninggalkannya semenjak 1 tahun yang lalu. Hanya sebuah rumah kecil yang menjadi peninggalan ibunya.

Dengan status seperti itu sudah pasti banyak yang menggunjingkannya. Bahwa ia adalah anak haram, bahwa ia adalah anak pembawa sial.

Seseorang yang tidak mempunyai keluarga adalah anak yang tak berpendidikan. Begitulah tanggapan mereka. Tentu saja mereka tak membiarkan anak-anak mereka dekat dekat dengan orang yang tak berpendidikan, bukan?

Ia dijauhi.

Ia marah? Iya
Ia sakit? Tentu saja
Ia kecewa? Hah, apalagi.
Ia putus asa? Sudah seharusnya.

Hanya untuk mencintai dirinya sendiri, ia bahkan membutuhkan orang lain.

Di antara banyak orang yang menjauh padanya, ada seseorang yang justru mendekat padanya. Seorang nenek yang harusnya tak mampu mengurus dirinya sendiri justru menawarkan segala yang ia punyai.

Ia begitu menyayangi nenek Kim. Seorang wanita tua yang ketika tersenyum kerutan wajahnya semakin kentara, menandakan bahwa ia benar-benar telah tua. Nenek kim selalu membawa tongkat untuk membantunya berjalan. Tulang punggungnya telah membungkuk karena faktor usia.

"Euigon-ah.. sudah kuduga kau disini."

Anak yang dipanggil Euigon itu menoleh ke sumber suara. Itu adalah nenek Kim. Kedua alis anak itu bertaut.

"Eiih.. kenapa nenek kemari? Di luar dingin nek. Aku tak mau kau bertambah tua."

Nenek Kim tertawa. Rasanya lucu saat melihatnya tertawa dengan satu gigi depannya yang sudah tanggal.

"Aku sudah menyiapkan makan malam. Pulanglah, sebelum makanannya dingin dan membuatmu cepat tua," kata nenek Kim sembari tersenyum jenaka.

Euigon tertawa yang membuat matanya menjadi semakin menyipit. Anak itu menghampiri nenek kesayangannya kemudian menggenggam sebelah tangannya.

"Ayo pulang, nek. Sebelum kita menjadi semakin tua."

Keduanya tertawa bersama. Melupakan rasa sakit yang sebelumnya terasa.

🍑🍑🍑

"Terima kasih atas makanannya, nek. Makanannya lezat."

Euigon menatap neneknya sambil tersenyum dan dibalas balik oleh sang nenek.

Fate [ OngNiel ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang