Part 9 - Depression?

78 11 5
                                    

Jennie POV

"Jen, kamu pulang duluan saja. Biar aku sama Jihoon yang menyelesaikan ini."

"Andwae, tidak apa-apa. Aku akan menemani kalian disini sampai proposal pensi itu selesai," tolakku kepada Yeri.

"Ba.. baiklah."

Sontak Yeri memelototi Jihoon. "HEH, JIUN! Nih, sekarang kamu yang ngetik! Jangan main game mulu! Dari tadi gue mulu yang kerja!" bentak Yeri sembari memberikan laptopnya ke Jihoon.

"Iye iye elah sini!"

Aku tersenyum melihat duo sekertaris itu. Ya, sudah sekitar tiga puluh menit yang lalu bel pulang sekolah berbunyi. Kini hanya kami bertiga di ruang kelas ini.

"Yer, jualan kamu tadi abis, gak?" tanya Jihoon seraya sibuk mengetik.

"Sisa tiga biji, sih. Eh lu beli nape."

"Lah, laku juga, toh? Bukannya pas bikin itu brownies lu kaga cuci tangan?"

"Eh, kurang asem!"

Ah, ngomong-ngomong soal jualan, jadi ingat kejadian menyebalkan tadi. Cupcake yang kubuat dengan jerih payahku sendiri itu sia-sia.

"Ngomong-ngomong keterlaluan sekali, ya, perilaku Kim Taehyung itu!" celetuk Yeri.

"Tidak usah khawatir, Jennie. Penghasilan dari cupcake-mu yang jatuh itu kita tombokin pakai uang kas saja," saran Jihoon.

"Yang bayar uang kas bulan ini saja baru hanya beberapa orang. Kalian juga sering menunda untuk bayar, kan?" aku menghela napas kasar.

"Mi.. mianhae, besok aku bayar, deh, ke Lisa."

"Nde.. a aku juga."

Setelah kalimat yang kulontarkan tadi, tidak ada yang membuka percakapan kembali. Kami hanyut dalam pikiran masing-masing.

Dana untuk pensi masih terkumpul sangat sedikit, ditambah orang menyebalkan seperti Kim Taehyung, udeh mampus idup osis, kaga usa ada pensi njer.

Tetapi tidak salah juga Taehyung berprilaku seperti itu. Pasti ia juga sangat marah karena aku selalu menyangkutkan dirinya dengan narkoba. Siapa yang tidak marah jika difitnah seperti itu?

Dan untuk apa juga aku mengatainya seperti itu?

Akhir-akhir ini aku memang sering sekali melakukan sesuatu yang tidak juga kumengerti apa maksudnya. Tempo hari aku memfitnah eomma-ku melakukan korupsi, sehingga hubungan kami semakin renggang. Entah kenapa akhir-akhir ini aku juga sering sekali mencuci tangan, sehingga orang-orang di sekitarku sering bertanya mengapa aku terus melakukan hal itu. Akhirnya aku menjawabnya karena ada banyak kuman di sekelilingku, aku pun tidak mengerti mengapa aku menjawab seperti itu. Akhir-akhir ini aku juga tidak jarang marah-marah hanya karena hal spele.

Apa yang terjadi pada diriku akhir-akhir ini?

"Ye.. Yeri."

"Ada apa?" Yeri mengalihkan pandangannya dari handphone yang tengah ia mainkan.

"Akhir-akhir ini aku sering sekali marah-marah hanya karena hal spele dan melakukan sesuatu yang juga tidak kumengerti mengapa aku melakukan hal itu. Kenapa, ya?"

"Apakah kamu sedang depresi, Jennie? Itu hal yang sangat umum dilakukan oleh orang yang tengah stres atau depresi. Tidak jarang juga aku stres karena belajar. Hal itu membuatku sering marah-marah kepada adikku dan membuatku melakukan hal aneh seperti menggambar di atas buah mangga, setelah itu aku tertawa sendiri," jawabnya sambil sibuk dengan handphone-nya.

"Anjer dah kek orgil lu," celetuk Jihoon.

"Gausa ikut campur bisa ga lu!" balas Yeri kesal.

Memang, akhir-akhir ini ada sebuah kejadian yang membuatku depresi, ditambah dengan ribetnya mengurusi osis. Tetapi bukan sekedar depresi karena hal belajar seperti yang Yeri pernah alami. Aku memang tidak memiliki sahabat, aku dikenal dekat dengan semua orang, hal itu yang membuatku sulit bercerita tentang apa yang tengah kusembunyikan saat ini.

Aku rasa aku tidak bisa menyimpan semua ini sendirian. Aku ingin sekali bercerita kepada Yeri saat ini. "Mu.. mungkin iya? Aku sedang depresi."

"Aigo, Jennie! Ada apa dengan lenganmu?" pekik Yeri sambil memegang lenganku.

Ah, ia menyadari hasil cutting yang kulakukan kemarin. Sepertinya ia tidak dengar apa yang kukatakan tadi. Kurasa sepertinya aku memang tidak usah bercerita pada siapa-siapa tentang hal ini. Aku tidak ingin menambah beban mereka.

"Ti.. tidak apa-apa, kok. Aku tergores ujung meja kemarin," belajarlah tersenyum, Kim Jennie. Senyummu itu palsu.

"Harus diobati, dong! Nanti infeksi," Yeri mengeluarkan hansaplast dari tasnya lalu menempelkannya di lenganku.

Baguslah, ia tidak menyadari bahwa aku tengah berbohong, "Gomawo."

"Eh, aku di-DM sama Namjoon sunbae. Kita diminta ke kelasnya, dia mau tanya-tanya sudah sejauh mana persiapan kita untuk pensi," celetuk Jihoon sambil melihat layar handphone-nya.

"Jangan lu read! Tar balesnye pas lu dah pulang aja, balesnya kek 'maap sunbe, aku baru liat dm lu pas udeh ampe rumah'," sahut Yeri.

"Yeh, udeh gue rid! Gimane dong."

"Aela lu si! Males bat gue ketemu tu orang, karena pasti kalo ada Namjun sunbe pasti juga ada si Yoongi! Si mantan waketos menyebalkan itu!" cerocos Yeri dengan penekanan pada kata Yoongi.

"Tidak boleh begitu, Yer, tidak sopan. Yasudah, ayo kita ke kelas mereka," ucapku pasrah sambil beranjak dari tempatku duduk.

-Depression?; selesai-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pensi [kth x kjn]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang