[Bab 7]

116 18 4
                                    

Happy Reading📖

.

.

.

.

.

{Home is Not About a Place}

17.00 KST

Kakinya berpijak di halaman depan sebuah mansion, namun langkah nya tiba-tiba mematung di depan mansion nya. Ralat, lebih tepatnya mansion milik Ayah tirinya. Sana terdiam berusaha menahan keinginan untuk berteriak saat mendengar percakapan menusuk telinga

Perlahan gadis itu membuka pintu, tapi lagi-lagi langkanya kembali terhenti ketika melihat Hae Kyo dan Yoon Jun sedang bertengkar di ruang utama. Gadis itu terpaku dengan tatapan kosong dan tubuh yang sama sekali tidak bisa beranjak

"Bukankah kau sudah pernah berkata jika kau ingin menikah dengan ku maka kau pun akan menerima Sana sebagai anak mu?!"

"Nde! Aku memang berkata begitu tapi saat aku melihat sikap nya yang tidak menghargai ku dan bersikap tidak sopan pada ku membuat ku muak melihat dia tinggal bersama kita" Ujar Yoon Jun tajam

"Tapi semenjak mendiang mantan suami ku meninggal kan nya, Sana sepenuhnya menjadi tanggung jawab ku Yebo"

"Aku tidak mau tau, karena yang terpenting jika besok keluarga besar ku akan datang ke mari, aku mau anak itu tidak perlu berada di mansion ini"

"Tidak bisa seperti itu Yoon Jun-na!" Hae Kyo berujar lantang

"Kenapa tidak bisa? Ini mansion milik ku dan semenjak kau membawa anak mu ke mansion ini dia membuat ku merasa malu untuk bertemu dengan keluarga ku sendiri"

"Tapi mau bagaimana pun Sana tetap anak ku. Tidak akan mungkin aku meninggalkan nya sendiri sementara Appa nya sudah meninggal!" Ucap Hae Kyo lantang hingga kalimat nya dapat di dengar jelas oleh Sana

"Semuanya tidak akan seperti ini jika kau ingin menikah lebih dulu dengan ku Hae Kyo-na!" Yoon Jun berkata dengan tegas

"Kalau kau tidak memilih untuk tinggal di luar negeri dan meninggalkan ku maka sedari dulu pun aku akan memilih mu!!"

"Ku bilang kau harus sabar menunggu ku tapi kau lebih memilih untuk menikah dengan pria sialan itu!"

Perdebatan itu tak kunjung selesai bahkan kini malah merambat ke ranah pembicaraan yang entah akan berada di mana akarnya. Sana masih setia mendengarkan lontarkan kata-kata penuh emosi yang keluar dari bibir dua orang dewasa itu. Hatinya ngilu, tapi air mata seolah enggan untuk menuruni wajah nya

Namun kini gadis itu memilih memundurkan langkahnya dengan tatapan hampa. Jika menangis malah akan membuat luka lamanya melebar maka mendengar pertengkaran antara wanita yang di anggap nya Ibu dengan Ayah tirinya itu berhasil menancapkan kembali sebuah belati ke dalam hati Sana

Tangan rapuhnya bergerak mengambil ponsel kemudian menekan nomor di atas layar. Sana menarik nafas sebelum berbicara dengan seseorang dalam sambungan telepon

"Jihyo-ya? Kau di rumah?" Sana bersuara sambil menari nafas dalam-dalam "Aku akan ke rumah mu"

Tut!

Cracked [깨진]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang