Bandung di Malam Hari

133 14 6
                                    

Aku memang anak malam. Kehidupanku di mulai di malam hari.

Tunggu.
Jangan berpikiran macam-macam. Aku bukanlah anak gaul yang selalu pergi ke diskotik, mabuk-mabukan hingga pagi menjelang. Tidak.

Aku hanya suka udara dan suasana Bandung di malam hari. Kalian yang tinggal atau pernah datang ke Bandung pasti mengerti.

Aku sering menghabiskan waktu bersama teman-teman di suatu tempat di jalan Dipati Ukur. Malam itu, tidak seperti biasanya, kita mulai membahas hal-hal yang berhubungan dengan dunia "mereka". Mulai dari pengalaman mistis, hingga jalan angker di kota Bandung.

Tidak disangka, dari obrolan ringan diatas, aku menemukan ketertarikan yang sama dengan salah satu temanku, yaitu Evan.

Kami sama-sama tertarik kepada hal-hal yang berhubungan dengan dunia "mereka". Sejak malam dimana kami bertukar cerita tentang pengalaman mistis kami, aku dan Evan jadi sering berkeliling Bandung di malam hari. Melihat kehidupan Bandung dari sisi yang lain. Menelusuri mitos dan urban legend kota ini.

"Van, bosen gak sih, nemu lokal terus? Kunti lagi, kunti lagi. Cari Belanda yuk!" ajakku.

"Ayok dah. Bebas gua mah." Jawab Evan.

Sejak malam itu, aku dan Evan mencari dan membuka komunikasi dengan hantu Belanda.

Bisa dibilang Bandung masih banyak bangunan Belanda. Entah itu rumah, ataupun gedung perkantoran dan pemerintahan. Banyak juga yang masih memiliki bentuk aslinya. Hanya di renovasi, tapi bentuk aslinya dipertahankan.

Hantu Belanda yang aku temui adalah Erik. Sosok anak kecil yang lucu dan imut-imut.

Erik masuk ke dalam mimpiku. Dia berdiri membelakangiku sambil melihat ke arah Evan. Aku memberitahu Evan, lalu dia mengajakku ke taman tempat Erik tinggal.

Erik mengenakan jas hitam, celana hitam pendek, kaos kaki putih selutut dan sepatu hitam. Rambutnya coklat, sama dengan matanya. Dia akan menjadi pria yang tampan jika saja dia diberi kesempatan tumbuh.

Erik menceritakan kepada Evan bahwa dia menunggu keluarganya menjemput sembari bermain di taman sepulang sekolah. Tapi, orang tuanya tidak pernah datang menjemput.

Perasaan kami berubah melow, mengikuti perasaan Erik yang bersedih. Tanpa mau berdiam lama-lama di situ, Evan mengajakku pulang.



Akan ku ceritakan lagi lebih dalam lagi tentang Erik di part-part berikutnya.

Sampai jumpa di Part 2

Mereka yang Memegang JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang