Penyesalan

95 8 2
                                    

Beberapa bulan kebelakang, aku, Evan, Langit dan beberapa temanku iseng-iseng membuat vlog untuk menyalurkan bakat yang kami miliki. Kami menjadikan gedung ini sebagai lokasi shooting. Karena letak gedung ini yang sangat strategis. Berada di tengah kota, namun dibiarkan kosong. Padahal, dulu gedung ini sempat berada di puncak popularitasnya.

Siapa yang sangka, gedung yang memiliki 4 lantai ini dulu adalah kantor, bioskop, juga stasiun radio yang terkenal pada masanya.

Saat aku dan teman-teman memasuki ruangan bekas stasiun radio yang berada di gedung tersebut, aku dan Evan mencium aroma kabel yang terbakar yang sangat menyengat.

"Kok bau kabel ya, Van?" tanyaku.

Evan tersenyum lalu bertanya.
"Mau coba flashback?"

Aku mengangguk, lalu pelan-pelan gambaran demi gambaran melintas di kepalaku. Saat ruangan itu masih aktif menjadi stasiun radio. Ruang siaran lengkap dengan semua alatnya. Lalu komputer-komputer dan semua yang ada di sana termasuk kepanikan yang terjadi saat itu.

Aku melihat kabel-kabel yang tidak rapi dan terkesan berantakan. Pada tahun tersebut, mungkin pengaturan kelistrikan belum terlalu baik, dan terkesan sembarangan. Sehingga mudah sekali terjadi konsleting.

Aku merasakan penyesalan yang sangat besar. Rasa bersalah yang sangat menyiksa, bahkan untuk menangis saja sudah tidak sanggup.

Selesai shooting, malam itu satu sosok laki-laki datang di mimpiku dan memberi gambaran tentang hidupnya sedikit lebih banyak. Tentang kejadian di stasiun radio, namanya, dan menjawab beberapa pertanyaan yang ada di kepalaku. Seolah memintaku menceritakan kisah ini pada setiap orang yang aku temui.

Aku menceritakan mimpiku pada Evan, dan menanyakan pendapatnya tentang niatku menuliskan cerita tentang pemuda itu di Wattpad ku.

Evan setuju, dan akhirnya setelah sekian lama, cerita ini bisa update kembali. Hehehe.

Selamat membaca~

~~~

Seorang pemuda sedang bersiap-siap pergi mencari nafkah di Kota Bandung sekitar tahun 1979. Cuaca Bandung masih dingin, tapi semangat pemuda tersebut membuatnya merasa lebih hangat.

Namanya Dedi, anak sulung dari dua bersaudara. Dia meninggalkan kampung halamannya untuk mengadu nasib sebagai office boy di suatu stasiun radio di Kota Bandung.

Sang Ibu dan adiknya menggantungkan hidup pada Dedi, sebab sang Ayah telah dipanggil terlebih dahulu oleh Sang Maha Kuasa.

Dedi orang yang ramah, tekun dan bertanggung jawab. Dia di sayang oleh seluruh rekan kerjanya. Apapun yang di perintahkan kepadanya, selalu dikerjakan dengan benar dan rapi, hampir tidak ada kesalahan yang dia lakukan selama dia bekerja.

Sampai pada suatu hari, dia baru saja mendapat kabar yang kurang baik dari kampung halamannya. Sang Ibu tengah sakit, dan butuh uang lebih untuk berobat. Maka Dedi meminta lembur agar mendapat upah tambahan.

Hampir setiap hari Dedi bekerja dari pagi hingga malam hari.

"Ded, istirahat dulu atuh daritadi kamu kerja terus," ujar salah seorang rekan kerjanya.

"Nanggung euy Jang. Dikit lagi selesai," jawab Dedi.

"Ya sudah, saya tinggal dulu ya, Ded,"

"Iya, Jang. Hati-hati."

Begitulah Dedi. Dia tidak mau beristirahat sebelum semuanya selesai. Kesehatannya mulai menurun, tubuhnya mulai meminta istirahat, tapi bukan Dedi namanya kalau dia meninggalkan pekerjaan yang belum selesai.

Dia tetap memaksakan diri bekerja demi mendapat upah tambahan, supaya bisa pulang ke kampung halamannya. Menengok sang Ibu yang tengah sakit dan membawanya ke dokter.

Hari itu kantor radio sedang sepi, hanya ada Dedi dan beberapa orang pegawai radio yang sedang beristirahat di ruang kecil yang di sediakan khusus untuk tim kreatif.

Ruang kecil itu berada tepat di atas ruangan tempat Dedi sedang mengepel lantai. Dengan tongkat pel dan ember.

Dedi sudah terlalu lelah, dia mulai tidak fokus. Tanpa sengaja dia menyenggol ember, dan airnya tumpah mengenai CPU dan menyebabkan terjadinya konslet.

Dedi semakin tidak karuan ketika melihat percikan api dari CPU. Dengan panik, dia mencoba mencabut semua kabel dari stop kontak, tidak menyadari tangannya basah, lalu boom, Dedi tersengat listrik.

Dua orang pegawai yang sedang istirahat di ruangan atas mendengar teriakan Dedi dan melihat Dedi sudah terkapar. Salah satu pegawai mencoba memadamkan api, sedang yang satunya mencari pertolongan.

Tidak lama kemudian, pertolongan datang. Api berhasil dipadamkan, sehingga tidak sampai membakar satu gedung. Hanya sedikit bagian dari ruangan tersebut yang terbakar.

Beberapa orang menggotong tubuh Dedi yang saat itu masih bernafas. Tapi sayang, Dedi meninggal di perjalanan menuju rumah sakit.

Jika kalian mengetahui dimana lokasi radio tersebut dari foto yang aku jadikan sebagai foto dari cerita ini, maka mungkin kalian juga pernah mendengar kejadian kebakaran gedung ini. Bahkan mungkin kalian juga mendengar, tidak ada korban dalam kebakaran tersebut.

Memang tidak ada, karena Dedi tidak meninggal di lokasi kejadian. Namun, penyesalan dan rasa bersalahnya membawanya kembali ke kantor ini.

Aku baru mengerti, selain menyesal karena telah membuat kekacauan di tempat dia bekerja, dia juga merasa bersalah kepada Ibu dan Adiknya yang sedang menunggunya pulang ke kampung halaman.

Dedi merasa bersalah, karena dia pulang hanya tinggal nama, tanpa sempat mengantar Ibunya ke dokter, dan tidak bisa lagi membiayai adiknya sekolah.

~~~

"Kitu, Neng. Abdi ngarasa dosa ka sadaya rencangan, leleuwih Ambu sareng ka pun adi abdi diditu. Upami abdi teu mahekeun cai ti ember, moal tah kahuruan. Upami abdi teu nyekel kabel dinu stop kontak, moal tah abdi kasetrum. Mereun abdi uih nyalira. Teu ngarerepot rencangan, nganteur abdi uih nganggo ambulans. Teu ngadamel Ambu sareng pun adi nangis ningal abdi dongkap ka bumi ngan saukur jasad." - Dedi.

Terjemahan:

"Gitu, Neng. Saya merasa dosa ke semua teman-teman, apalagi Ibu dan adik saya di kampung. Kalau saja saya tidak menumpahkan air dari ember, tidak akan terjadi kebakaran itu. Kalau saya tidak coba mencabut kabel dari stop kontak, saya tidak akan kesetrum. Mungkin saya pulang sendiri. Tidak merepotkan teman-teman, mengantar saya menggunakan ambulans. Tidak membuat ibu dan adik saya menangis melihat saya pulang kerumah hanya tinggal jasad." - Dedi.

~~~

Kisah Dedi memang tidak kami ceritakan di vlog kami, tapi jika kalian berkenan untuk menonton, nama channel kami adalah Sobat Mistis, dan judul video dari gedung yang kami ceritakan ini adalah;
LADAVLOG #12 - Menelusuri Gedung Kosong.

Terimakasih masih mau menunggu kisahku ini. Sampai jumpa di cerita berikutnya^^.

Mereka yang Memegang JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang