PROLOG

1.4K 92 4
                                    

Tubuh laki-laki itu geming dengan tatapan yang membeku. Semburat jingga tercemin di sepasang matanya yang menyiratkan kepiluan teramat dalam. Angkasa yang semakin menghitam tak lantas menjadikan tubuhnya beranjak. Di tepian danau kala petang yang pernah menjadi awal ceritanya, kini terpaksa harus menjadi akhir dari segalanya.

Bagi Langit, senja adalah luka yang diberi polesan untuk mengelabui dirinya. Keindahan, kebahagiaan, serta tawa yang sempat Langit rasakan, hanyalah kesementaraan untuk akhirnya abadi dalam kehilangan.

Dadanya terasa sesak ketika mengingat bagaimana senja mempertemukannya dengan seseorang yang tak pernah ia terka hadirnya, namun senja pula yang memisahkannya untuk selamanya.

"Lang, aku selalu percaya kalau senja bawa makna untuk aku yang sering merasa sedih, bahwa itu semua cuma sementara. Gak ada kesedihan yang abadi. Semua hal yang terjadi gak akan sama selamanya. Hari ini mungkin aku sedih, tapi besok bahagia harus pasti. Kamu juga gitu, ya? Jangan murung terus. Coba untuk senyum deh. Senyum, Lang."

Langit menggeleng keras. Bagaimana dirinya bisa tersenyum kembali setelah semesta mengambil paksa bagian dari dirinya. Dunia Langit seolah dibuat hancur untuk kedua kalinya. Meski kehilangan sudah pernah ia rasakan, namun ia tak pernah siap jika harus merasakannya lagi. Semesta tak pernah bertanya apakah Langit setuju untuk kehilangan lagi atau tidak. Semesta selalu bersikap semena-mena padanya.

"Lang, kalau suatu saat kamu sedih dan aku gak bisa ada di samping kamu, pokoknya kamu harus ingat kalau bahagia itu ada. Gapapa kamu sedih, mau nangis juga boleh, tapi jangan menyerah, ya. Dunia kamu nggak runtuh, tapi sedang dibentuk, diperbaiki seperti yang seharusnya. Kamu harus ingat, Lang, rencana Tuhan jauh lebih baik."

Lagi-lagi, sesak itu menyergap dadanya. Kering di tenggorokannya membuat lidahnya terasa kelu. Tatapan beku itu ia biarkan mencair menjadi bulir bening yang menggantung di pelupuk mata, siap untuk lepas menjadi rasa sakit.

Langit pikir senja dan semesta ialah bentuk kecintaannya pada Arsha, namun ternyata semua itu tak seperti yang ia perkirakan. Langit menyesal pernah mencintai Arsha selayaknya semesta yang mencintai senjanya.

"Gue sayang sama lo selayaknya semesta yang mencintai senjanya."

"Tapi, Lang, senja gak pernah bertahan lama."

Ya, dan karena itu Langit kehilangan senja miliknya. Bukan sementara, namun selamanya.

🌿🌿🌿

Halo, akhirnya bisa bersua lagi dengan cerita ini.

Maaf banget untuk kesekian kalinya, cerita ini aku revisi.
Aku merasa kalau yang kemarin-kemarin tuh konfliknya terlalu berat. Jadi sekarang bener-bener aku perbaiki dengan konflik yang cukup ringan.

Maaf kalau kalian sampai bosen karna aku unpublish dan aku revisi terus cerita ini. Tapi semoga ini jadi revisi yang terakhir yaa:")

Doakan aku bisa selesain cerita ini secepatnya yaa 😊

SELAMAT BERTEMU KEMBALI DENGAN LANGIT DAN ARSHA.
SEMOGA KALIAN BERKENAN UNTUK MEMBACA KISAHNYA.

Jangan lupa Follow akun instagram khusus cerita-cerita wattpadku:

@niskala.sasra

See you,
Amanda.

Sandyakala [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang