1

63 2 0
                                    

Pukul satu dini hari aku terbangun dari tidurku. Mataku terasa sembab. Layar handphone ku berkedip. Kulirik sebentar. Notifikasi pesan whatsaap. Nomor yang tidak kukenali. Pesan itu singkat. Hanya 3 kata "Aku ingin bertemu". Aku berfikir sejenak. Siapa?

Ku cek secara detail kontaknya. Anonym. Hanya itu identitas yang kudapat, orang ini tau benar bahwa aku akan mengecek secara detail. Aku membalas dengan emotikon berfikir. "Siapa ya?". Tiga puluh detik hening. Tidak ada notif baru yang masuk dari whatsaapku. Padahal statusnya online. Seperti sengaja membuatku penasaran menunggu dengan profil yang jelas kosong. Dua menit berselang. Notif whatsaap ku masuk. Kembali hanya dengan tiga kata yang membuat ku tersentak duduk. Aku membaca dengan cermat. Ini salah rasanya tidak mungkin. Kukerjapkan berkali-kali sembari mengucek mata.

" Ini Gio la". Aku berfikir sejenak. Gio, baru saja aku memikirkannya sampai mataku sembab. Enam tahun lamanya kami memutuskan kontak dan sekarang tiba-tiba tanpa kabar angin ataupun isu burung. Dia menghubungiku.

"Gio dapat darimana nomorku?"

"Tentu saja dari bunda la. Apa kabar la?"

"Ohhh bunda, yaah tentu saja. kok aku gak kepikiran ya?" dengan emotikon berfikir dan tangan yang menutup mulut.

"Aku baik io. Gio sendiri?" sambungku lagi.

"Syukurlah la. Tentu saja aku baik setelah menghubungimu. Btw aku rindu la, kau tidak rindu padaku?"

Aku tertawa kecil dalam hati. Tentu saja aku juga merindukanmu io. Bohong jika aku bilang tidak. Enam tahun lamanya. Kau pikir aku bisa hidup tanpa kabar darimu. Tahun-tahun sebelumnya dari kita kecil. Yah kita memang berjauhan. Apakah pernah kita memutuskan kabar barang sehari saja. Tidak bukan? Aku terlalu rindu. Sangat-sangat rindu. Seandainya aku diruangan kedap suara. Aku akan teriak dan meloncat kegirangan hanya karena kau menghubungiku. Hatiku mau meloncat keluar rasanya. Tapi aku menjawab pesannya bertolak belakang dengan perasaanku sembari bercanda tentunya. Dia pasti bisa membacanya sendiri bahwa aku berbohong.

"Tidak gio"

"Bohong?". Aku yakin dia pasti tersenyum tipis di seberang sana.

"Iya serius. Gak percaya yaudah" Dengan emotikon cemberut melirik ke atas.

"Iya. Aku percaya. Aku masih waras, jadi percaya aja"

Aku kembali tertawa kecil. Guyonannya. Aku benar-benar merindukannya. Pesan nya hanya kubaca. Tidak kubalas. Biarkan saja dia menungguku membalas pesan. Dia tidak akan tahan. Dia pasti mengirimiku pesan lagi. Benar saja. Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku. Notif whatsaap sudah masuk.

"Ayolah la. Jangan hanya membaca pesanku. Aku tau kau masih melek!. Kau tau sendiri bukan pikiran kita ini terhubung hahaha. Kita bisa membaca pikiran masing masing hanya dengan menatap bukan. Iya bukan? Yah anggap sajalah begitu. Bagaimana kalau kita bertemu. Oh tidak, jangan ajakan. Kau pasti akan menolaknya. Kita harus bertemu. Jika kau tidak mau aku akan menyuruh segudang gorilla menjemputmu. Yah kau pasti bilang iya. Katakan iya la!! Aku ingin itu yang kubaca. Titik gak pakai koma."

Aku tersenyum tipis. Oh tuhan aku benar-benar bahagia membaca pesannya yang cerewet ini. Tepi mataku berair. Sebegitu bahagianya aku. Setelah memulai sembab sebelum tidurku.

"Cerewet. Yah baiklah. Jemput aku besok jam 3. Gak kurang gak lebih. Dan gak ada penawaran"

"Baiklah Peri cantik. Kau tau benar aku akan membuat penawaran la. Sulit sekali untuk on time la. Tapi akan kucoba demimu. Kau harus tidur. Kau pasti akan mengatakan itu setelah pesan ini. Karena sepertinya kita kehabisan bahan percakapan. Jadi lebih baik aku duluan yang menyuruhmu. Selamat tidur Periku".

Aku hanya membaca pesannya. Ini yang tidak bisa kulupakan darinya. Perhatian dan rasa nyaman. Siapa bilang aku akan tidur. Ini sulit, mataku tidak mau berkompromi lagi. tidak sabar menunggu esok hari.

PulanglahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang