"Lila" itu suara gio. Dia sudah di depan rumahku. Rutinitas biasa, jika sempat dia akan menjemputku pergi sekolah. Saat itu kami sudah kelas 8. Yah masih satu kelas dengannya. 8A. Gio mendapat rangking pertama dikelas dan aku setelahnya saat semester 2 kelas 7. Kami naik sepeda ke sekolah. Jelas saja, saat itu kami masih SMP. Jika gio menjemputku aku tidak akan membawa sepedaku. Aku ingin dia memboncengku.
"Kau itu berat la. Seharusnya kau bawa sepeda sendiri meskipun aku jemput" Katanya suatu waktu.
"Masa iya? Emang aku beneran berat. Beratan mana sama gio?"
"Tetep berat lila"katanya santai.
"Masa sih, seingatku gio lebih berat tauk" balasku menepuk pelan pundaknya. Saat itu aku tengah berdiri di pijakan belakang.
"Aku serius beratan lila. Berat dosanya. Hahaha". Gio tertawa aku juga.
"Lila" katanya lagi.
"Apa?" jawabku
"Aku suka lila" aku terdiam sejenak. Mengerutkan dahi. Benarkah dalam hatiku.
"Iya lila. Aku selalu suka, selalu dan sampai kapanpun!" jawabnya mantap
"Heeh, serius. Aku selalu suka bekal buatan bunda yang lila bawa. Kau kan selalu bawa lebih. Bunda pasti nyuruh bagi sama akukan?" katanya tertawa.
Uh anak ini, aku benar-benar memukulnya dengan keras saat itu.
"Sakit lila" katanya meringis.
"Biarin. Bodo amat"
"Kasian amat la, jangan dikatain ih"
"Lila suka gio gak?" tanyanya lagi.
"Suka" kataku. "Selalu dan sampai kapanpun" tambahku lagi. Secara tidak langsung aku benar-benar mendeksripsikan perasaan ku saat itu.
"Tapi aku gak suka bawa bekal ibu lho la".
"Iya, aku langsung makan kerumah gio aja . Ntar aku pulang sekolah main kerumah gio lah. Udah lama gak kesana? Kangen ibu" candaku. Agar gio tidak terlalu menangkap maksud kalimatku sebelumnya. Aku malu pastinya.
"Mau makan ya?" tanyanya.
"Iya. Aku mau makan. Kan aku juga suka sekali sama masakan ibu" kataku tersenyum.
"Baiklah peri cantik. Tapi pulang sekolah kita harus kerumahmu dulu. Miinta izin sama bunda mau main kerumahku"
Aku mengangguk. Saat itu kami sudah sampai di depan gerbang sekolah. Pak mimin masih duduk santai sembari memperhatikan murid-murid berlalu lalang. Memeriksa manatau ada yang tidak memakai atribut sekolah dengan lengkap. Pak mimin, beliau satpam sekolahku. Selalu ramah pada kami yang menaati peraturan sekolah. Tetapi tidak dengan yang melanggarnya. Aku menunggu gio yang sedang memarkir sepeda.
"Selamat pagi nak lila" sapa pak mimin dengan tersenyum padaku. Memilin kumisnya.
"Selamat pagi juga pak" sapaku.
"Nungguin gio ya?" tanyanya.
"Iya pak, itu dia" sembari menunjuk gio yang berjalan ke arahku dan pak mimin.
"Pagi pak" sapa gio dengan memberi salam hormat.
"Pagi juga. Bajumu itu masukin gio. Jangan buat bapak yang merapikannya" ujarnya dengan melotot. Memilin kumisnya.
"Oh iya pak. Siap" kata gio dengan posisi siap.
"Kami masuk dulu pak" ujarku menarik gio setelah dia merapikan baju seragamnya.
"Oh, iya nak lila. Hati-hati".
"Udah deket kok pak, jadi gak papa. Tinggal masuk kelas". Kataku
"Itu hati-hati sama yang kau tarik. Berandal kecil itu" katanya dengan bibir monyong menunjuk gio.
"Hahaha" aku tertawa, pak mimin juga, gio juga.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Pulanglah
RomanceKita menyukai satu sama lain dalam kurun waktu yang lama tanpa memberitahu. Kenyamanan. Sampai suatu waktu aku merusak segalanya karena kecerobohanku.