Chap. 6

3.8K 110 1
                                    

Orang bilang, jatuh cinta itu datang karena kebiasaan. Biasa bertemu, biasa mendengar, hingga biasa bersama. Tapi bagi Adi, pertemuan pertama adalah keberuntungan, pertemuan kedua, ia sangat beruntung, dan pertemuan ketiga, benar-benar beruntung.

Hanya saja, itu sebatas mata. Tidak pernah turun ke hati lalu menetap di sana. Jadi, meski biasa bertemu, mendengar atau bersama-sama, justru ia merasa 'biasa-biasa' saja.

Sama seperti pagi ini. Saat baru membuka bengkel, seorang wanita mendatangi bengkel itu dengan sepeda motornya. Lalu tentu saja hati Adi bersorak girang. 'Sangat beruntung' menghampirinya.

Hampir sama seperti kemarin, wanita itu mengenakan jeans berwarna gelap, kaos lengan panjang berwarna pink. Tetap terlihat modis. Rambut panjangnya dikuncir ke belakang. Menampakkan leher jenjang mulus, membuat Adi ingin menghirup kuat-kuat.

Gairah kelelakiannya yang muncul tiba-tiba.

"Asih?"

Suara Rahmat membuat khayalan lelaki Adi menguap. Ia menoleh, melihat Rahmat berjalan dan menghampiri wanita itu.

Wanita itu tersenyum. Jadi, namanya Asih? batin Adi menggumam.

"Mau servis sepeda?"

Asih mengangguk. "Iya, ganti oli sekalian."

"Oke. Di!" Rahmat memanggil.

Adi berjalan mendekatinya. Tersenyum pada wanita itu.

Asih mengerutkan kening sekilas lalu membalas senyumnya.

"Ini Mas kemarin yang nolongin saya, kan?"

Adi mengangguk kecil. Rahmat menatap keduanya, bingung.

"Gak sengaja kemarin waktu ke toko, aku bantu ngangkat barang dia." Adi menjelaskan. Rahmat ber-oh sejenak.

"Benar. Makasih, loh, Mas. Wah, ternyata Masnya kerja di sini, ya."

"Iya. Mari, biar saya tangani motornya." Adi menuntun motor Asih lalu mulai cekatan bekerja. Untuk sekadar mengganti oli, ia bisa. Sementara untuk servis, ia dibantu pekerja lain.

Tangannya sibuk bekerja sementara matanya sesekali mencuri pandang ke arah Asih. Dari sekali lihat saja ia tahu, Asih tentu bukan seperti wanita di desa ini. Hidupnya tampak makmur. Pakaian saja bagus-bagus. Penampilannya juga tidak 'ndeso'. Saat ini, dia tengah memainkan HP-nya. Adi dapat menebak keberuntungan selanjutnya, andai ia bisa merebut hati wanita itu.

Masalahnya cuma satu. Dia sudah bersuami apa tidak?

Tak seberapa lama kemudian, ia menyelesaikan pekerjaannya.

"Terima kasih, Mas." Asih berkata sekilas lalu menghampiri Rahmat. Membayar harga jasa dan oli. Ia mengangguk pada Adi kemudian menyalakan motornya dan pergi dari bengkel itu.

"Itu tadi, siapa, Mat?" Adi mendekati Rahmat yang duduk di belakang meja kasir.

Rahmat mendongak. "Oh, itu Asih. Dia istri Jalil. Ingat Jalil, kan? Teman sekolah kita dulu."

Jadi istri orang? Tidak apa-apa. Adi membatin, menyemangati dirinya.

"Orang mana?" Adi menggumam. Sumpah, ia tidak ingat sama sekali soal Jalil itu.

"Orang kota kalau gak salah. Tapi punya saudara tinggal di desa sebelah. Kenapa?"

"Ah, enggak. Pantas saja gayanya gak kayak kebanyakan." Adi tertawa kecil.

Rahmat mengiyakan. "Baru delapan bulan menikah. Belum terbiasa."

"Jalilnya ada di sini?" Jika sampai Rahmat mengangguk, alamat tidak ada kesempatan bagi Adi.

Lelaki PenggodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang