"Hyung!" Lelaki itu berlari menghampiri seseorang yang sedang memakan bekalnya.
"Hm?" Pria itu hanya menyahut santai sambil masih mengunyah.
"Hyung, beri aku satu contoh laporanmu. Aku ingin menambah referensi."
"Kenapa harus aku? Banyak senior lain yang sudah menyelesaikannya."
"Taeil hyung, kau tau penelitianmu mirip denganku. Kita hanya beda objek penelitian. Ayolah."
"Cari di perpustakaan pusat." Jawabnya cuek.
"Temani aku."
"Ck, kau ini sudah besar, Doy." Taeil menutup kembali kotak bekalnya dan memasukkan ke dalam tas. Ia mengamati Doyoung, juniornya yang sedang memanyunkan bibir tanda tak suka dengan respon yang ia berikan.
"Hyung, bantulah aku sekali iniiii saja. Please." Mata kelincinya yang indah itu menyiratkan pandangan memohon yang lucu.
Taeil menghela nafas panjang dan akhirnya ia menyetujui permintaan juniornya itu.
"Aku akan memberimu file mentah melalui e-mail, ada beberapa bagian di bab tiga yang belum sepenuhnya kubenahi."
"Apa masih banyak revisinya?"
"Begitulah, pembimbingku sedikit kolot masalah detail di bab tiga. Jadi, bisa dibilang agak rumit di beberapa bagian."
"Baiklah, Hyung! Terimakasih!" Doyoung mengembangkan gummy smilenya.
"Aku duluan. Ada janji dengan Winwin di gedung sebelah. Sampai nanti!" Taeil menepuk pundak juniornya lalu pergi.
Doyoung mengamati punggung kecil Taeil hingga menghilang di balik pintu. Ia menghela nafas berat. Bukan karena beban tugas laporannya, melainkan beban hatinya.
Ya, ia menyukai seniornya itu sejak pertama kali mereka bertemu di salah satu organisasi kampus. Mereka ada di dalam organisasi pers mahasiswa. Saat itu Taeil sedang menjabat sebagai pimpinan redaksi, sedangkan Doyoung hanya sebagai freshman di lembaga pers itu dan mengikuti seluruh arahan dari pimpinan redaksinya tersebut.
Menurutnya, Taeil memiliki pesona yang aneh hingga menarik perhatian Doyoung. Taeil terbilang cakap di bidangnya, selain itu ia juga sangat mengayomi semua anggota baru yang ingin mengenal lebih jauh tentang dunia pers. Dengan telaten dan tegas, Taeil mengajari langkah bagaimana cara mengolah berita yang benar. Mulai dari menentukan topik, melakukan wawancara, menulis berita, hingga mencetak dan menyebarkan ke khalayak kampus.
Doyoung sendiri termasuk mahasiswa berprestasi. Ia masuk ke fakultas ini tanpa tes. Berbekal nilai rapor yanga bagus, dan personality yang kuat, ia dengan mudah diterima. Doyoung tertarik mengikuti organisasi ini bukan semata-mata karena ia menyukai Taeil dari awal mereka bertemu, melainkan ia ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi penyalur informasi yang faktual. Menjadi jurnalis adalah salah satu impiannya.
Mendekati Taeil bukan hal yang mudah bagi Doyoung. Taeil bukan tipe orang yang mudah didekati dalam artian 'lain'. Ia cenderung ramah, tapi juga tertutup. Disamping itu, Taeil sudah mempunyai pujaan hati. Inilah yang menjadi beban pikiran bagi seorang Doyoung.
Tidak hanya sekali Doyoung melihat keduanya sedang berduaan di kampus. Mereka melakukan hal yang dilakukan oleh pasangan biasanya. Bergandengan tangan, bercanda, memakan bekal mereka berdua di dekat air mancur perpustakaan. Mereka terlihat bahagia. Ia tak jarang melihat rekahan senyum di bibir Taeil. Senyum yang memikatnya secara diam-diam. Tapi sayang, senyuman itu bukan untuknya. Selama ini ia yang mencari alasan agar bisa tetap dekat dengan Taeil, apapun caranya. Misalnya seperti tadi. Ia merengek meminta contoh laporan, padah ia bisa saja meminta senior lain yang lebih pintar dari Taeil. Ia juga sering membantu Taeil dalam mengedit berita. Jangan tanya siapa yang memulai duluan, tentu saja Doyoung yang menawarkan diri untuk membantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Oneshoot] Ilyoung ✔
FanfictionA compilation of stories between Taeil and Doyoung