"Baik, berikan laporannya padaku besok pagi di kantor sebelum meeting. Pastikan semuanya lengkap dan tidak ada yang tertinggal. Sampai bertemu besok."
Klik
Taeil menutup teleponnya dan kembali memakan makan malam yang sudah dibuatkan oleh kekasihnya, Doyoung.
"Siapa?" Tanya Doyoung sambil mengunyah.
"Winwin."
"Sekretarismu itu?"
"Hmm."
"Besok kau ada meeting dengannya?"
"Hm."
"Client penting?"
"Hm."
"Apa Winwin selalu mendampingimu saat meeting?"
"Hm."
"Apa dia selalu menjadi pengikutmu?"
"Hm."
"Sepenting itukah posisi Winwin?"
"Hm."
"MOON TAEIL AKU SEDANG BERBICARA!" Doyoung naik darah.
Taeil meletakkan sendoknya dan menatap kekasihnya,
"Kau tidak lihat aku sedang makan? Kau tidak tau etika saat makan?" Ucap Taeil lalu melanjutkan kegiatan makan malamnya.
Doyoung mendengus kesal karena Taeil selalu menjawabnya dengan gumaman, itu berarti kekasihnya sedang tidak mood untuk diajak berbicara.
"Padahal kau sendiri juga tidak menjaga etika makanmu. Kau menjawab telepon saat makan. Apakah itu etika?"
"Aku sedang menghargai masakanmu, sayang. Tolonglah."
"Tapi kau tetap mengangkat teleponmu." Doyoung masih bersungut-sungut.
Taeil menghela nafas sambil menatap kekasihnya, lalu menjelaskan dengan nada yang meyakinkan,
"Iya, besok ada client penting dan Winwin sekretaris yang selalu mendampingiku. Kenapa? Karena itu sudah tugasnya. Meetingku besok pagi pukul 10.15 dan aku tidak boleh terlambat. Ini project besar, keuntungan memenangkan project ini bisa kugunakan untuk membangun cabang perusahaanku yang lain-"
"Apa-"
"Aku belum selesai bicara, Kim Doyoung." Taeil meninggikan nada bicaranya.
"Kau masih ingin pernikahan impianmu terlaksana, bukan? Keuntungan dari project ini juga kugunakan untuk itu. Jadi tolong jangan banyak protes dan doakan aku agar berhasil besok pagi. Setelah itu mari kita pergi untuk survey ke lokasi garden party seperti yang kau inginkan."
Hening sejenak, Doyoung mencoba mencerna setiap perkataan yang keluar dari mulut Taeil.
"Apa aku sudah boleh berbicara?"
"Silahkan." Jawab Taeil singkat, lalu segera menghabiskan makan malamnya. Sesekali ia melirik Doyoung yang masih diam. Ia menunggu kekasihnya itu buka suara.
"E-em, a-ku.. em.. Good luck."
"Thanks. Biar aku yang mencuci piringnya. Kau istirahat saja." Taeil berdiri dan mengumpulkan piring kotor, lalu mencucinya.
Taeil hendak mengambil spons dan sabun cuci piring saat kedua lengan Doyoung melingkari pinggangnya.
Oh, bukankah itu manis?
"What's wrong, sweetie?" Tanya Taeil. Ia berusaha fokus mencuci piring saat dagu Doyoung menempel pada bahu kirinya.
"Masakanku enak?"