Tok..tok..tok
"Masuk." Sahut suara dari dalam.
Pria jangkung berkulit putih itu memutar kenop pintu. Ia membawa plushie kelinci dalam pelukannya. Pria itu tersenyum saat melihat pemilik kamar sedang asik membaca di atas ranjangnya.
"Bagaimana bisa kau tenang membaca saat cuaca mengerikan seperti ini?"
Pemilik kamar tersenyum,
"Suasananya mendukung. Lagipula aku suka dengan cerita ini."
"Kau tau-- "
"Kemarilah, Doy. Aku tau kau takut dengan suara petir diluar."
Doyoung melangkahkan kakinya mendekat, lalu segera membaringkan tubuhnya di samping Taeil, kakaknya.
Taeil membantu adiknya memakai selimut sampai ke leher, agar ia tidak kedinginan.
Doyoung memeluk plushienya sembari memperhatikan kakaknya kembali membaca buku. Ia memperhatikan cover buku yang bertuliskan 'Inferno' dengan background putih.
"Kau sangat menyukai buku itu?" Tanyanya dengan suara kecil, tanda sudah mulai mengantuk.
"Yap. Penuh misteri dan ilmu pengetahuan baru tentang kesenian dan sastra."
Doyoung mengangguk paham, lalu menguap lebar.
Di tengah sayup suara hujan deras dan petir yang cukup keras membuatnya terkejut dan berdebar.
Taeil melihat adiknya ketakutan. Ia segera meletakkan bukunya ke atas nakas, lalu memeluk adiknya dengan penuh kasih sayang.
"Aku disini, jangan takut." Ucap Taeil sambil mengelus kepala Doyoung lembut.
Doyoung membalas pelukan kakaknya dengan erat.
Taeil bisa merasakan debaran jantung Doyoung yang semakin cepat.
"Aku-- takut." Lirihnya.
Taeil mendekap kepala Doyoung lembut,
"Aku disini, sayang. Jangan takut."
Doyoung terlena dengan perlakuan Taeil, hingga ia terlelap dalam pelukannya.
Semakin malam, suasana semakin mencekam.
Suara petir ditambah angin kencang menambah kesan menakutkan. Hujan belum juga berhenti sejak sore tadi.
Taeil masih setia menjaga adiknya yang sedang ketakutan di dalam pelukannya sambil menggumamkan lagu pengantar tidur.
"Badai akan segera reda, jangan takut. Aku disini, menjagamu." Bisik Taeil, lalu ia ikut terlelap.
.
.
.
.
"Aku tidak ada kuliah hari ini. Mau kuantar?" Tawar Taeil yang sedang mengunyah sarapannya.
"Aku akan sangat senang mendapat tumpangan. Lagipula aku ada piket." Jawab Doyoung dengan nada ceria.
"Bawalah bekal. Jangan merepotkan Taeil yang sudah beberapa kali mengantarkan makan siang ke pos satpam sekolahmu." Sahut Gayoung, Ibu mereka dari dapur.
"Aku tidak ada ekstrakurikuler hari ini, Bu. Aku makan siang di rumah."
"Tapi tetap saja kau butuh makan siang."
"Aku bilang aku pulang lebih awal."
"Tetap bawa bekalmu."
"Ibu--"
KAMU SEDANG MEMBACA
[Oneshoot] Ilyoung ✔
Fiksi PenggemarA compilation of stories between Taeil and Doyoung