Taeil sedang dalam perjalanan pulang ke rumah setelah bekerja seharian. Ia menaiki bus malam karena jarak dari halte ke rumahnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Ia tidak perlu menaiki taxi, seperti saat ia bepergian dengan kereta bawah tanah.
Ia sangat lelah. Beberapa kali Taeil menguap lebar, mencoba menahan kantuknya. Halte tujuannya adalah halte ke tujuh, yang terakhir. Sedangkan ia baru saja berjalan meninggalkan halte dimana tempat ia menaiki bus.
Netra gelapnya ia layangkan ke luar jendela, menikmati rintik hujan yang mengenai jendela. Di halte ke dua, ada seorang pria manis yang menaiki bus dan duduk di sebelahnya. Tubuhnya tinggi ramping, dengan kulit putih bersih.
Pria itu membawa tas yang terlihat berat, karena ia meringis saat mencoba memangku tas miliknya.
"Mungkin isinya buku." Batin Taeil.
Dua menit di perjalanan, pria manis itu menyandarkan kepalanya ke bahu Taeil.
Ia tertidur lelap.
Taeil membiarkan pria itu tidur di bahunya. Bahkan ia mendengar dengkuran kecil dari mulut pria manis di sebelahnya.
Taeil tersenyum, lalu menguap lebar. Melihat orang lain tidur membuatnya ikut mengantuk. Apalagi udara dalam bus ini terasa hangat.
Taeil mulai tertidur..
Cause we lost it all
And it lasts forever
I'm sorry I can't be perfect..And it's just too late
And we can't go back
I'm sorry I can't be perfect..Taeil berjalan menembus kabut tebal saat mendengar alunan indah itu. Suara yang manis, membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan jatuh cinta.
Ia terus berjalan hingga mendapati sebuah pohon besar dengan ayunan di salah satu dahannya.
Ada seseorang disana.
Sedang bermain ayunan dan bernyanyi.
Taeil mendekatinya.
"Suara yang indah." Sapa Taeil saat sudah berada dekat dengan orang itu.
"Aku akan kemari jika pikiranku penuh dengan masalah. Bagaimana denganmu?" Tanya orang itu tanpa menoleh.
"Aku tidak tau." Jawab Taeil.
"Semoga kau bisa jauh dari masalah. Apalagi masalah yang membuatmu ingin menyudahi hidupmu."
"Hm?" Taeil heran dengan ucapan orang itu.
"Aku Doyoung. Kim Doyoung." Orang itu membalikkan kepalanya dan tersenyum manis.
"Aku Moon Taeil."
Doyoung turun dari ayunannya dan meraih tangan Taeil.
"Ayo kesana!" Ajak Doyoung dengan wajah berbinar.
Taeil ikut berlari bersama Doyoung, menuju puncak bukit hijau yang jaraknya tidak jauh dari pohon tadi.
Entah sejak kapan ada sebuah gitar akustik tergeletak disana.
"Kau bisa bermain gitar?" Tanya Doyoung.
Taeil mengangguk.
"Mainkan untukku!"
Taeil meraih gitar itu dan mulai memetik senarnya.
"Bernyanyilah, Taeil!"
Taeil tersenyum,