"Bajingan emang itu cowok, maunya enaknya doang. Habis keluar terus dia pulang. Dipikir gue penampung sperma apa! Brengsek emang!"
Apa sih ekspresi kesal yang bisa ditunjukkan selain mendengus. Akhirnya gue mendengus dengan sangat keras, "Lo yang goblok."
"Ya gimana, The. Namanya juga cinta."
"Bullshit!" Gue emosi.
"Lo nggak akan ngerti, The."
"Sorry. Apa gue harus searching di Google, indikasi orang goblok kayak apa?"
Gue bukanya nggak berempati. Tapi ini udah kesekian kalinya si Vio berlaku sebodoh ini. Senin pagi mata sembab. Belum aja dia disamber sama Mbak Tata kalau dia tahu. Well, gue tahu sih dia pasti udah tahu. Tapi orang database emang lagi sibuk banget akhir-akhir ini karena bakalan ada event internasional di Jepang, bulan Januari nanti. Atau mungkin Mbak Tata-nya yang udah capek, entah. Si Vio ini emang lumayan batu anaknya.
Gue nggak mau peduli beneran urusan picisan begini. Tapi wey, kalau orangnya bilang mau ngajak ngobrol masa gue tolak? Gue nggak sekampret itu, walaupun 98% otak gue saat ini udah mikirin makan malam apa gue nanti. Cumi goreng mentega enak kayaknya. Capek gue tuh disuruh pura-pura peduli.
"Gue harus gimana, The?"
Gue memandang dia dengan pandangan pengen ngemilin otaknya, "Excuse me, bukanya barusan tadi lo bilang gue nggak akan ngerti?" Gue kembali memainkan kaki gue di kecipak air kolam. Ah... kalau aja gue bawa baju renang.
Kolam renang outdoor ini emang enak banget suasananya kalau sore. Di samping kolam berenang juga ada sport area yang masih terdengar ramai-ramai orang main basket.
"Yah The... Jangan gitu, dong."
"Lo tahu nggak sih Vi, gue tuh punya tipe orang yang gue benci. Mau tahu?"
Vio dengan polosnya mengangguk.
"Orang yang sok tahu. Lo mau gue jadi orang yang benci diri gue sendiri?"
Vio mencipakkan air dari kolam ke muka gue. Gue langsung mengacungkan jari tengah, "Kampret lo ah!"
"Buruan tampar gue atau lo gue tarik lo ke kolam!"
Vio selalu mengeluarkan ultimatum kalau gue udah di tahap nadir males nanggepin segala curhat percintaannya.
Lagian dia tahu persis kalau setiap dia curhat pasti selalu gue tanya di awal, apakah dia cuma mau gue dengerin, apakah dia cuma mau cari pembenaran atau mau cari masukan. Dia selalu jawab cari masukan. Tetapi yang terjadi selama ini adalah yang nomor dua. Cari pembenaran.
"Anjir. Apa sih yang lo cari dari omongan gue? Sok banget tahu nggak sih orang yang ngasih petuah relationship padahal sendirinya jomlo. Kayak tante lo yang nyuruh lo buru-buru kawin tapi kagak nyumbang apa-apa. Segitu tuh resenya."
Tanpa gue duga si Vio malah ketawa! Semprul!
"Mulut yang kayak begitu tuh yang gue mau!"
"Nih iris aja mulut gue, bawa pulang. Nonton Netflix cuma perlu mata."
"Si goblok! Lupa kan gue kalau lagi galau."
Gue nyengir. "Udah, kan? Balik, yuk! Mabok aja lo mending. Ntar juga lupa. Itu kan solusi cerdas lo selama ini?"
"Goblok kuadrat! Besok masih kerja, Setan!"
"Itu, tahu!" Gue ngegas. "Galau tuh mending makan gitu, lho. Lebih gampang."
"Nangis juga nggak modal," Vio nggak mau ngalah.
Gue menantang, "Ya udah lanjutin aja nangis sekebon. Gue mau balik!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Finders Keepers, Loosers Weepers
ChickLitKata orang hidup gue ini nggak ada progresifnya sama sekali. Stuck aja terus di satu titik. Enak aja! Kalau sekarang kerjaan gue culas dan merepet tentang ini itu bukannya itu berarti gue pakai otak gue dengan benar? Masalah pencapaian hidup, kenapa...