Kau tidak bisa memilih di keluarga seperti apa kau akan dilahirkan. Miskin atau kaya, terkenal atau terabaikan. Keluarga merupakan anugerah yang diberikan kepadamu, begitu pula sebaliknya, kau adalah anugerah yang dititipkan pada mereka. Dimana kau akan tergabung dalam suatu keluarga tergantung keberuntunganmu, kurasa.
Kau bisa berada di keluarga yang miskin tapi terkenal, entah bagiamana caranya. Kau juga bisa terlahir dalam keluarga yang kaya namun terabaikan atau bisa yang terburuk sekalipun. Entahlah.Dalam kasusku, aku memiliki keduanya. Uang dan ketenaran. Aku dibesarkan di keluarga yang kaya dan juga terkenal. Aku, Lee Taemin, putra tunggal keluarga Lee. Ayahku adalah CEO dari Lee Entreprise. Dan merupakan salah satu orang terkaya di Korea Selatan.
Family is not an important thing, but everything. Itulah kalimat yang menjadi motto di keluargaku. Ayahku sangat sering mengucapkannya. Kalimat itu bukan sekedar kalimat biasa yang diucapkan oleh Ayah, melainkan rantai tak kasat mata yang mengikatku pada keluarga ini.
Hal ini juga yang menjadi alasan mengapa saat ini, aku, Ayah dan Ibu duduk bersama mengenakan pakaian formal yang dipesan khusus oleh Ibu dari perancang busana terkenal Paris.
Aku memandang kosong piring berisi pasta di hadapanku. Saat ini kami sedang makan malam di restoran mewah di salah satu hotel milik Ayah bersama keluarga tunanganku. Geurae! Aku sudah bertunangan, dan tunanganku adalah namja yang saat ini duduk tepat di seberang meja di hadapanku. Namja itu, Choi Minho - namja yang cukup tampan, bermata besar, hidungnya mancung, dan memiliki perpotongan garis rahang yang tegas; paket lengkap untuk seorang namja ditambah dengan tubuh yang tinggi dan tegap, tipikal kaum adonis.
"Hahahaa... Kau bisa saja Direktur Choi! Kami memang mengutamakan servis yang memuaskan." Lamunanku buyar saat mendengar gelegar tawa Ayah yang bergaung nyaring di ruangan yang kutempati saat ini.
"Ckck.. kurasa pilihanmu mengganti koki baru adalah keputusan yang tepat, hahahaa.." Direktur Choi, Ayah Minho menanggapi perkataan Ayah. Obrolan yang sama sekali tidak penting.
"Ah, begitukah?" tanya Ayah dengan riang.
"Ne, bagaimana menurutmu Minho?" serentak tatapan kami beralih kearah Minho. Seketika ia menghentikan aksinya menggulung-gulung pasta pada garpunya. Bosan, aku tahu itu yang dia rasakan.
"Eoh! Ne, masakannya benar-benar nikmat, kurasa aku menyukainya." Ujarnya kemudian menyuap segulung lasagnya kedalam mulutnya. Benar-benar tidak bisa dipercaya! Aku terkesan dengan caranya menjawab pertanyaan dengan tenang dan terlihat senang meskipun ia tidak fokus.
"Kalau begitu makanlah yang banyak Minho goon!" tawar Ibu sumringah.
"Kudengar kau akan kembali bersekolah di Chungdam High School minggu ini?" Pertanyaan Ayah kali ini membuatku langsung memandang tepat ke arah Minho.
"Ne, Direktur Lee. Aku memutuskan untuk menghentikan sekolahku di Vancouver, lagipula niat awalku bersekolah di sana sebenarnya untuk mencari gadis sexy. Sekarang aku berubah pikiran, untuk apa aku mencari mereka jika aku punya tunangan yang bahkan lebih sexy di Korea."
"Minho ya!" Direktur Choi terdengar sedikit menggeram mendengar ujaran Minho.
"Hahahahaaaa.. Minho-goon kau benar-benar tidak terduga!" Ayah tertawa geli. Aku memutar bola mataku jengah. Lihat bagaimana kalimat sarkastik itu berubah manis dari mulutnya.
.
.
.
Seoul di malam hari adalah salah satu pemandangan terbaik di dunia ini, namun entah mengapa yang kurasakan malam ini adalah bosan. Saat ini kami sedang dalam perjalanan pulang kerumahku. Eomma memaksaku ikut dengan mobil Minho yang sebenarnya percuma karena aku tahu kejadiannya akan seperti ini. Aku yang sibuk memandang view di luar mobil sedangkan Minho yang sibuk dengan ponsel di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emptiness
Romancelifeless, soulless, loveless. Disclaimer @The Heirs Korean Drama