4

291 49 1
                                    

Shin Dongho. Namja yang terbilang cukup pintar dengan tubuh mungil dan kulit putihnya itu memandangku dengan gugup. Pandangannya terlihat tidak fokus saat aku menarik tangannya menuju kejajaran loker yang tidak begitu ramai.


Dalam hati aku sedikit senang tidak melihat Minho di sekitar namja ini. Aku mendorongnya ke loker, menimbulkan bunyi gaduh ketika tubuhnya menabrak pintu besi berwarna keabuan itu. Ia mengernyit sakit.


Aku menatap Dongho datar yang sedang memegangi lengannya yang kucengkram tadi. Ia menatap takut-takut ke arahku yang balas menatapnya.


"Kau pikir kau siapa?" mulaiku dengan suara rendah.


"Apa maksudmu, Taemin?" tanyanya memandangku bingung. Aku mendengus pelan.


"Kau merasa hebat karena dikelilingi oleh orang-orang seperti Minho?" tak kuhiraukan pertanyaannya yang tadi. Aku sudah terlanjur kesal pada orang ini.


"Tidak. Aku tidak pernah merasa seperti itu. Kau salah mengerti." Sangkalnya dengan suara sedikit bergetar.


"Lalu, apa yang benar? Sikapmu benar-benar membuatku muak," paparku dengan senyum mengejek yang menghiasi bibirku.


Beberapa saat yang lalu, bocah bernama Dongho ini menginterupsi kegiatanku. Dengan seenaknya ia masuk ke dalam kelas Sejarah Seni dan mengganggu presentasiku. Membuat nilai sempurna yang seharusnya kudapatkan hilang dalam waktu sekejap. Karena apa? Karena sejak kehadirannya aku merasa tidak diperhatikan-sama sekali. Bahkan tidak ada yang bertanya tentang isi dari presentasiku. Membuatnya semakin tak menarik.


Dan lagi-lagi ia menabrakku untuk yang kedua kalinya. Apa dia tidak punya mata?


"Tapi, aku merasa tak berbuat apapun," balasnya. Sudah berani membalas ternyata.


"Jangan berpura-pura tidak tahu." Sergahku dan menatapnya lebih dalam lagi.


"A-aku..-"


"Kau datang ke kelas karena Soohyun sunbae? Kau merasa bahwa kau orang yang sangat hebat?" tekanku lagi mengingat alasannya masuk kekelas Sejarah Seni - termasuk kelas khusus untuk anak-anak Social Group Care - yang tak akan bisa ia ikuti. Namun, ia beralasan bahwa sahabatnya - Soohyun sunbae memberikan akses padanya untuk memasuki kelas itu. Sungguh penjilat!


"Soohyun sunbae hanya ingin membantuku saja." Jawabnya.


"Kau memanfaatkannya?" desisku menatapnya kesal.


"Aku tidak memanfaatkannya!" Dongho sedikit berteriak - menyangkal tuduhanku -membuat beberapa orang menatap ke arah kami.


Bagus sekali. Bel tanda istirahat baru saja berbunyi. Suasana akan lebih ramai dari ini.


"Kau seharusnya belajar dengan baik disekolah ini. Apa kau tidak kasihan pada orang tuamu?" aku menatapnya remeh dengan senyuman miring.


"Jangan bawa-bawa kedua orang tuaku." Ucapnya dengan nada suara yang lebih rendah.


Aku sudah tahu semua tentangnya. Orang suruhanku memberikan data informasi lengkap tentang siapa sebenarnya lelaki ini. Kenapa orang sepertinya bisa berada di sekolah elit seperti ini? Tidak banyak yang tahu akan hal ini. Ia adalah orang dengan tingkatan terendah di sekolah ini.


"Ayahmu bekerja sebagai buruh di Choi Construction, bukan?" tanyaku dengan suara yang sengaja sedikit kukeraskan. Terang saja, pertanyaanku membuatnya terkejut. Matanya membesar dan mengerjap beberapa kali. Aku hanya menatapnya datar dan juga bersikap tak acuh ketika siswa-siswa yang berada di koridor mulai mengerumuni kami berdua.


EmptinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang