Namanya juga Mall di dekat Desa.
Bioskop sebagus apapun, minim sekali yang datang. Ditunggu sebulan juga sudah bisa download di internet, setel layar tancap, kata Bu Ajeng, penduduk sekitar. Bisa sambil makan ketoprak.
Tapi hal tersebut tidak menghambat seorang Zea Asta duduk manis di tengah-tengah deret kursi ruangan itu. Gadis di sebelahnya, Trista, hanya bisa pasrah mengikuti.
"Ini film Marvel, Tris." Zea beralasan.
Di dalam ruangan yang cukup kecil untuk ukuran bioskop itu, hanya ada sepuluh-sampai dua puluh orang, padahal yang akan ditayangkan adalah premiere film terkenal. Ketika lampu diredupkan dan film mulai berputar, terdapat siulet seorang laki-laki menyalakan senter sembari mencari kursi tempat duduknya. Zea memicingkan mata begitu senter lelaki itu menyorot dirinya. Belum sempat ia memprotes, sosok itu menyela.
"Itu," ujarnya, mengecek tiket yang ada di tangannya. Tangannya menggaruk kepala, lalu kembali mengamati kursi yang diduduki Zea. "Kayaknya itu kursiku."
Sontak Zea mengamati tiket miliknya. Benar saja, seharusnya ia menduduki kursi D12, namun yang ia duduki justru D13. Gadis itu memerah malu, lalu ia dan Trista bergeser satu kursi. "Maaf," gumamnya. Pemuda itu duduk di sebelahnya, tertawa kecil. Dari sedekat ini, ia terlihat memakai jaket tebal, membawa sebungkus tinggi popcorn, dan backpack maha besar bersandar di kaki kursi. "Gak apa-apa," laki-laki itu berkata. Ia terlihat biasa saja, namun rasa canggung seperti menyulut Zea hidup-hidup. Apalagi dengan keheningan yang menenggelamkan mereka pada menit-menit selanjutnya, Zea tidak bisa menikmati film yang ia tunggu-tunggu itu.
"Bioskopnya sepi, ya. Aneh." Pemuda di sebelahnya berkata tiba-tiba.
Butuh waktu beberapa detik sampai Zea menyadari cowok itu berbicara padanya.
"Nggak juga," ucapnya sedikit terbata. Menarik napas, ia menenangkan dirinya. "Malah biasanya lebih sepi."
Lelaki itu tampak terkejut. Zea menjelaskan kepadanya bagaimana orang-orang sekitar tidak begitu tertarik dengan film ini. Mayoritas penduduk orang-orang tua, kebanyakan mereka hanya mau menonton jika Warkop DKI Reborn tayang di sana, itupun jumlahnya tidak seramai bioskop lain. Pemuda di sebelahnya ternyata menyenangkan, bercerita bahwa di tempat tinggalnya dahulu, tiket bioskop film terkenal selalu habis terkecuali jam-jam menjelang tengah malam. Perlahan, rasa canggung yang dirasakan Zea menghilang.
"Berisik," ujar salah satu penonton di belakang.
Keduanya menutup mulut sambil menahan tawa.
Ketika Zea merasakan ponselnya bergetar di saku, ia buru-buru mengambilnya. Sambil menghalangi cahaya ponsel agar tidak mengganggu yang lain, gadis itu membuka notifikasi email terbaru. Ia tersenyum lebar, wajahnya mencerah. Pemuda di sebelahnya mencondongkan tubuh penasaran, dan Zea memperlihatkan email itu padanya.
"Puisimu akan dimuat di koran?" ujarnya takjub.
Zea mengangguk mantap.
***
"Anak Pak Gede dapat cowok!" teriak Trista sesampainya di Desa.
Beberapa pedagang berhenti beraktivitas, bahkan beberapa warga melihatnya kaget.
"Yang benar?"
"Pak Gede dapat calon!"
"Tris, diam, deh," ucap Zea. Trista hanya terbahak puas. Zea akhirnya memilih untuk mengasingkan diri di tempat favoritnya- sebuah pohon mahoni besar yang terletak di dekat kebun ayahnya. Ia menatap tinta hitam yang mulai menyapu sore, senyum belum juga lepas dari bibirnya semenjak pulang dari bioskop. Bisa jadi karena email yang ia dapat, mungkin juga karena percakapan menyenangkannya bersama pemuda itu.
Tentang Zea Asta:
1. Bukan gadis paling cantik di dunia, tapi
pengamat langit terbaik di semesta.
2. Penggila film-film bioskop, buku-buku klasik, dan minuman yang di blender di pinggir jalan.
3. Seorang Penyair.
4. Desa kaki gunung tempat tinggalnya - ia menganggapnya sebagai bimasakti.
5. Raganya mungkin di bumi, tapi jiwanya
di angkasa.Ponselnya kembali bergetar. Notifikasi email. Zea membuka emailnya.
"Hah?!"
Benda malang persegi panjang itu terjatuh ke rumput empuk di bawah pohon.
Dikirim oleh: BukansitusMahameru@email.com
Hei, aku orang yang tadi ngobrol di bioskop. Tolong temui aku di Mall tadi, secepatnya ya. Lantai 4A.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluto (Completed)
Teen FictionZea Asta. Pengamat langit terbaik di dunia. Batara Mahameru. Petualang bumi dan waktu. Di Pluto, dunia mereka berubah. [Dibagi dalam chapter pendek]