Pluto (Completed)

Pluto (dan Bintang)

Kepergian Meru, 2 Mei 2015:

Tidak adil rasanya bagi Zea untuk mengekang Meru setelah ia
berhasil lepas dari kekangan keluarganya. Namun ia tidak bisa menahan diri menyisipkan surat kecil di ransel besar pemuda itu sebelum pergi.

Puisi untuk Meru:

Yang 'kan kulihatkan padamu
Adalah skenario
Di mata api di bawah tungku
Sebelum terbakar
Jadi abu

Yang 'kan kudengarkan padamu
Adalah senyum sendu
Dari deret lagu yang sekedar menyapa
Karena kau butuh irama
Yang berbeda

Yang 'kan kuucapkan padamu
Adalah kata-kata
Dari bintang terakhir sebelum pagi
Ketika kau melihat langit
Lalu pergi

(butuh waktu untukmu agar mengerti ini, tapi aku mencintaimu, Batara Mahameru.
Kejar mimpimu. Jangan korbankan itu demi aku.)

***

Di kereta, membaca puisi:

Meru tersenyum lembut. Dari jendela, bintang-bintang membakar matanya.

"Aku sudah mengerti kok," ucapnya pada mereka, berharap cahaya mungil itu bisa membawa pesan dan cintanya pada si gadis pengamat langit.

Kisahnya dengan Zea Asta, ia memutuskan, walau tidak berakhir sesuai yang diharapkan, tetaplah kisah bahagia.

Lihat saja nanti, ayah. Ia mengepalkan tangannya. Aku akan jadi Arkeolog terbaik sedunia.

Aku tidak akan kabur lagi.

.

.

.

20 Oktober, 2018

Zea Asta menyimpan kopernya di rumah, membawa cetakan-cetakan buku yang harus ia tanda tangani. Dalam nama pena Akasa, ia tidak pernah menyangka buku ketiganya bisa selaris ini. Bahkan saat pulang kampung sekarang pun, ia harus bekerja.

Setelah membereskan barang dan ia bercengkrama dengan Pak Besar dan Bu Besar, ia membuka jendela, melihat bentangan kebun warna-warni. siulet gunung menyembul dari balik pepohonan.

"Saturnus," gumamnya tersenyum. Ia mempertanyakan kabar seorang pemuda yang memiliki nama sama dengan sebuah gunung.

Ponselnya bergetar. Sebuah email muncul.

Dikirim oleh: BukanSitusMahameruJuga@email.com

Hei, aku orang yang pernah ngobrol di bioskop denganmu bertahun-tahun lalu. Tolong temui aku di Mall, Lantai 4A.

Ditunggu, Zea Asta.[]