Bumi

34 6 0
                                    

Catatan Sejarah #1
Batara Mahameru mengunjungi Pluto pertama kali.

Zea sedang bersantai di atas dahan kokoh, seikat rambutan di tangan. Tidak lama kemudian, ia melihat sosok Meru berjalan ke dekat kebun bersama dengan ransel besarnya, mendekati pohon mahoni tempat duduknya. Matanya melihat kesekeliling, jelas mencari Zea. Ia tertawa geli, diambilnya sebuah rambutan dan dilemparnya ke kepala lelaki malang itu. Meru terperanjat dan melihat ke atas.

"Zea Asta! Woy, kukira kamu kunti."

Tawa Zea mengeras. "Bisa naik gak? Ada rambutan, nih!"

Meru menaruh tasnya di bawah pohon, lalu meloncat menaikinya. Ia duduk di batang tidak jauh dari Zea. Tangannya terulur mengambil rambutan yang ada di tangan Zea.

"Selamat datang di Pluto," sambut gadis itu.

"Pluto?" Meru menaikkan alis bingung.

"Pohon ini," Zea menepuk-nepuk ranting terdekat. "Namanya Pluto."

"Kenapa?"

"Aku dan temanku menamai tempat favoritku dengan nama benda langit saat kecil. Kedai Bu Ajeng, Venus. Mall yang kemarin, Jupiter. Kamarku, Neptunus."

"Aneh," Meru tertawa. "Tapi menarik. Nama kelomangku saat SD Robert Downey Jr., jadi...."
"Aneh," Zea menggelengkan kepala. "Aku pernah punya dua puluh kelinci khayalan."

"berapapun kelinci asli maupun palsu yang yang kau punya, Robert adalah binatang terbaik di dunia."

"terserah kau saja," Zea mendengus.

"Beritahu aku jika kita lewat tempat-tempat yang kau namai," ucap Meru, bersandar menyantai di pohon.

Mereka tidak banyak berbicara setelah itu. Keheningan yang seharusnya canggung justru terasa nyaman. Tidak ada rasa perlu untuk mengisi kekosongan, cukup gesekan angin ke hijaunya kebun, atau bisik-bisik binatang desa. Rasa ini asing bagai Zea. Ia selalu berpikir berlebihan apakah ia harus berbicara atau tidak, apakah seseorang di dekatnya merasa tidak nyaman atau tidak. Namun sekarang, Meru sepertinya tidak keberatan akan keheningan, tidak pula dengan keanehan gadis itu. Zea tidak mengerti apa yang membuat pemuda itu begitu tertarik padanya.

Datangnya malam terasa cepat. Penduduk desa mulai mematikan lampu-lampu rumah. Saat bintang-bintang mulai bermunculan, mereka bertaburan bagai gemerlap gula di atas donat. Meru mencondongkan tubuhnya takjub.

"Di tempat tinggalku," kisahnya, "tidak pernah terlihat bintang sebanyak ini."

Pluto (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang