Catatan sejarah #5
Sebuah kebohongan terungkap.
Kenapa?Dua bulan pertama mereka berpacaran terasa begitu mudah. Mereka sudah mengerti banyak hal atas satu sama lain, sehingga tidak banyak hal yang berubah. Namun kali ini, Zea tidak melihat Meru selama dua hari penuh. Aneh rasanya - gadis itu telah mencari kemana-mana - Pluto, warung Bu Ajeng, kebun demi kebun, ia bahkan bertanya kepada seseorang yang baru menuruni gunung yang mereka sebut Saturnus, namun batang hidung Meru tak kunjung terlihat. Jantung Zea berdetak keras. Bagaimana jika ia terluka? Berbagai skenario terputar di kepalanya.
"Sari Asih," gumam Zea. "Dia menginap di Sari Asih."
Tentang Batara Mahameru:
1. Petarung adu tinju dengan takdir.
2. Petualang Bumi dan Waktu.
3. Master teka-teki silang di atas koran.
4. Seorang pengejar handal - untuk mimpi, cita-cita, dan pasangan.
5. Satu lagi yang handal ia lakukan - pergi dan menghilang.Ia berjalan menuju tempat kos tersebut, sayangnya Bu Kos - bu Sari, namanya, tidak pernah mendengar seseorang bernama Batara Mahameru. Zea mengernyit bingung. Ia kembali menyusuri sekitaran Kos, sampai ia melihat ransel raksasa familiar yang selalu dibawa oleh lelaki tersebut di belakang kos.
Disitulah Batara Mahameru tertidur pulas, wajah jelas-jelas lelah, bagian bawah matanya hitam.
Tidak ingin membangunkannya, Zea duduk di dekat pemuda itu. Pemikirannya bergejolak. Kenapa ia tidur disini? Kenapa Bu Kos tidak mengenalinya?
Menjelang sore, lelaki itu terperanjat bangun. Hal yang pertama dilihatnya adalah Zea yang terlihat khawatir. Ia merebahkan tubuhnya kembali di kursi keras, menutup wajahnya seperti sedang menenangkan diri. Ia lalu mendudukkan tubuhnya, rambut dan baju masih berantakan, tersenyum lesu. "Hei, Zea Asta."
***
Zea membawa pemuda itu ke rumahnya untuk mandi. Selama pemuda itu membersihkan diri, gadis itu mondar-mandir di luar kamar. Ia butuh penjelasan. Lelah berjalan perempuan itu duduk di sofa, menyalakan televisi untuk mencairkan suasana tidak nyaman yang menggerogoti dirinya.
Tidak lama kemudian, Meru berjalan keluar kamar, dengan baju bersih dan rapi, namun wajahnya masih lelah. Ia duduk di samping Zea, dan bergumam, "Maaf."
Zea menyandarkan kepalanya ke bahu pemuda tersebut, menandakan bahwa ia sebenarnya tidak marah, "Kau tahu maaf bukan hal yang kubutuhkan sekarang."
Meru mengangguk. "Zea Asta, aku selama ini tidak menginap di kos."
"Aku sudah tahu itu. Jelaskan kenapa."
"Aku tidak pernah tinggal di kos. Uangku tidak akan cukup untuk itu. Selama ini aku tidur di tempat kau menemukanku tadi, dan bangun pagi-pagi untuk mencuci baju juga...," suaranya memelan, "Menghindarimu menemukanku tinggal disana. Kurasa kau tidak menyukai cowok yang bergelandang di desa orang."
"Aku lebih tidak menyukai cowok yang berbohong," serang Zea tajam.
"Aku telat menyadari hal itu," ucap Meru, suaranya masih pelan dan menyesal. "Kemarin, aku baru bertemu dengan seseorang. Kami bertengkar," Sebelum Zea bertanya apakah ia terluka, ia menjawab, "bukan bertengkar seperti itu. Adu mulut. Beliau adalah alasan kenapa aku tidak di rumah."
Zea terdiam, membiarkan Meru menjelaskan. Ia tidak menyangka - apakah Meru memang tidak kemari untuk liburan semata? Apakah ini kenapa Meru selalu membawa ranselnya kemana-mana, bukannya meninggalkannya di tempat kos?
"Aku benar-benar lelah, Ze. Dia masih disini. Dia tidak akan melukaiku, tapi aku tidak ingin menemuinya. Tidak sekarang."
"Meru," Zea berkata. "Aku tidak bisa menjauhkanmu dari orang itu jika aku tidak tahu siapa."
"Ini urusanku, Zea. Aku tidak mau kau terlibat."
Senyum di wajah pucat Meru terlihat murung ketika ia merangkul Zea. Zea berharap ia tidak pernah melihat Meru tersenyum seperti itu.
Keluarganya setuju untuk membiarkan Meru menginap beberapa hari setelah itu. Saat itu pula, rasa nyaman yang biasa mereka rasakan bersama seakan membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluto (Completed)
Teen FictionZea Asta. Pengamat langit terbaik di dunia. Batara Mahameru. Petualang bumi dan waktu. Di Pluto, dunia mereka berubah. [Dibagi dalam chapter pendek]