Part 18 : Dilamar

10.8K 335 46
                                    

Purnama di langit merah menggeser surya dari singgasana. Bergerak pelan di pucuk dahan yang menghitam. Merubah jagad terang menjadi remang-remang, lalu gulita pun datang. Menjadikan lampu sebagai prajurit penerang malam. Laju waktu memang begitu cepat. Seperti roket yang meluncur membelah angkasa. Tangkas. Tak pernah lelet.

Ibu dan sejumlah tetanggaku menyiapkan sesuatu. Menggelar hidangan spesial yang tak biasa. Makanan dan minuman berlimpah. Seolah hendak menyambut tamu istimewa.

''Ibu ... ada apa ini? Mengapa Ibu menyiapkan begitu banyak makanan dan minuman? Seperti orang yang sedang hajatan,'' ujarku.

''Nanti kau juga akan tahu sendiri, Divo,'' jawab Ibu tenang.

''Ibu ... mengapa Ibu selalu menyembunyikan sesuatu dariku ... tak berhakkah Divo mengetahuinya, Ibu?''

Ibu hanya tersenyum. Telapak tangannya menyentuh halus permukaan pipiku. Bola matanya memandangku dengan penuh kesyahduan. Sayu dan lembut.

''Mbak ... '' Tiba-tiba seorang tetangga menghampiri Ibu, ''rombongannya sudah datang!'' bisik wanita itu di telinga Ibu.

Ibu mengangguk, lalu beliau memberikan kode yang tak kupahami. Hanya wanita tetanggaku itu yang tahu.

''Divo ...'' Ibu menarik tanganku dan menuntunku ke arah kamar. ''Turuti kata-kata Ibu, masuklah ke kamarmu dan jangan keluar sebelum Ibu memerintahkanmu!'' ucap Ibu sembari membuka pintu kamar dan mendorong tubuhku masuk ke ruang tidurku. Kemudian dengan cepat Ibu mengunci kamar ini dari luar.

''Bu ... Ibu ... kenapa Ibu mengunciku?'' Aku menggedor punggung pintu.

''Divo ... Ibu mohon dengarkanlah perintah Ibu! Jangan berisik, diamlah! Malam ini Ibu sedang dilamar oleh seseorang ...'' terang Ibu.

''Benarkah? Tapi ... kenapa harus mengurung Divo di kamar segala?''

''Iya ... Ibu akan jelaskan nanti! Udah sebaiknya kamu diam, tenanglah dan patuhi semua perintah Ibu!''

''Hmmm ... Ibu ...''

''Ibu mohon, mengertilah, Divo!''

''Baiklah ...''

Aku jadi terdiam. Gamang. Terkungkung dalam kamar. Untuk beberapa saat lamanya aku hanya bisa mendengarkan suara gemuruh orang-orang di luar sana. Aku tidak tahu apa yang diucapkan mereka. Tidak jelas terendus di telinga. Cuma tawa riang saja yang sesekali menggema dan terperangkap di indra pendengaranku. Benar-benar aneh. Ibu sengaja membuatku dilanda gegana. Gelisah. Galau. Merana. Aku cemas dan dirundung rasa penasaran tingkat dewa.

Hingga 30 menit, kemudian ...

Ibu membuka pintu kamarku. Beliau muncul dengan ekspresi muka yang merona. Seperti bunga mawar yang baru mekar. Aroma harumnya semerbak. Rona bahagia begitu terpancar di sana.

 Rona bahagia begitu terpancar di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Divo ... '' ujar Ibu dengan volume suara yang lirih, tapi masih jelas terdengar.

''Ibu ...'' Aku bangkit dari tempat dudukku dan mendekati Ibu.

Ayah Tiriku IdolakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang