Part 57 : Blow Job

12.2K 312 71
                                    

Sambil berciuman, tangan Hua Wei bebas menjelajahi peta tubuhku. Meraba-raba. Mengobok-obok. Menggerayangi. Mengusap putingku. Meremas bokongku. Nakal!

Dia juga menuntun tanganku untuk menjamah perkakas pribadinya. Meremas tonjolannya. Mengelus-elusnya. Hingga tegang. Mengeras dan panjang. Terasa panas dan bernapas.

Kriiing ... Kriiing ... Kriing!!!

Di saat kami sedang asik bercumbu. Tiba-tiba ponsel di kantong celanaku berdering. Kami terpaksa menghentikan aktivitas mesum ini. Aku melepaskan ciuman Hua Wei dan mendorong tubuhnya agar menjauh dariku. Raut wajah Hua Wei jadi kecewa.

''Halo, Assalamualaikum!'' sapaku saat mengangkat panggilan telepon dari nomor yang belum kukenali ini.

''Halo, selamat sore, bisa bicara dengan Divo Noviandro?'' sahut seseorang dari seberang sana. Suara seorang perempuan.

''Ya, saya sendiri. Maaf, dengan siapa saya bicara?''

''Saya Luna, dari Universitas XXX.''

''O, ya, ada apa ya, Mbak?''

''Kami telah menerima berkas-berkas penerimaan mahasiswa baru lewat jalur beasiswa atas nama Divo Noviandro, itu benar, ya?''

''Iya, benar, Mbak!''

''Baik ... begini Mas Divo, untuk program yang Mas Divo pilih, kuota beasiswanya sudah penuh. Namun, apabila Mas Divo berminat, kami akan memberikan beasiswa kepada Mas Divo untuk jurusan program lain, bagaimana?''

''Jurusan apa ya, Mbak, yang kuota beasiswanya masih ada?''

''Jurusan Keguruan, apakah Mas Divo berminat?''

Aku terdiam sesaat. Berpikir lebih jernih. Berpikir cepat.

''Baiklah ... saya ambil, Mbak!''

''Baik, kalau begitu kami akan melakukan registrasi ulang. Dan Mas Divo bisa mengkonfirmasikannya lewat link yang akan kami kirimkan ke alamat email Mas Divo. Ada yang ingin dipertanyakan?''

''E ... tidak, saya rasa sudah cukup jelas.''

''Baiklah kami rasa cukup sekian. Terima kasih atas waktunya dan selamat sore.''

''Sore ...''

Tut ... Tut ... Tut ... Panggilan telepon berakhir.

''Huh!'' Aku menghempaskan napas panjang. Sangat bahagia mendengar kabar ini. aku mendapatkan beasiswa kuliah di Universitas XXX walaupun programnya tidak sesuai yang aku inginkan. Akan tetapi itu tidak jadi masalah. Yang penting aku bisa melanjutkan pendidikanku di perguruan tinggi. Yes ... Yes ... Yes ... Alhamdulillah, Terima kasih ya, Tuhan ...

''Telepon dari siapa, Vo?'' tanya Hua Wei penasaran.

''Kasih tahu gak, ya?''

''Kasih tau dong, Vo!''

''Pengen tau banget atau pengen tau aja?''

''Pengen tau banget, Vo.'' Hua Wei mendekatiku. Dia memelukku dan mengecup pipiku.

''Aku mendapatkan beasiswa kuliah di XXX ...''

''O, ya?''

''Iya ...''

''Hore ... selamat ya, Divo!'' Hua Wei tampak semringah. Dia turut bahagia juga.

Aku dan Hua Wei jadi jingrak-jingkrak. Kegirangan. Cekikak-cekikik sambil berpelukan. Berciuman. Melanjutkan percumbuan yang tertunda. Kami kembali bergumul. Menempelkan tubuh. Bibir ketemu bibir. Kulit ketemu kulit. Rambut ketemu rambut. Semakin rapat semakin nikmat.

Ayah Tiriku IdolakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang