Part 34 : Perang

11.7K 343 53
                                    

''Semua ... sudah aku pijitin, Bang.''

''O, ya ...'' Bang Sam membalikkan tubuhnya, ''bagian depannya belum,'' imbuhnya.

''E ...''

''Kamu tidak keberatan, 'kan?''

''Mmm ...''

Aku terdiam menatap hamparan pemandangan yang begitu indah tercermin di mata. Bahkan terlalu sayang bila dilewatkan meski hanya satu kedipan.

''Tanggung kalau hanya bagian belakang, jadi kuharap kau mau juga memijit saya bagian depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Tanggung kalau hanya bagian belakang, jadi kuharap kau mau juga memijit saya bagian depan.''

''Ba-baiklah ...''

Bang Sam mengangkat kedua tangannya. Membuka ketiaknya lebar-lebar hingga menunjukan rambut-rambut halus yang tumbuh di sana. Cukup lebat. Bagai rerumputan di padang savana. Hitam pekat. Lurus bergerombol.

''Ayo, pijitlah, Sayang ...''

''I-iya ...''

Bang Sam memejamkan kedua kelopak matanya saat aku mulai membalurkan minyak gosok di wilayah dadanya. Dengan penuh penghayatan. Lembut tapi bertenaga, aku mengusap daging gempal yang terbentuk kokoh membusung. Bidang. Seperti dua roti bantal. Empuk, sekal dan kenyal.

''Darimana kamu memelajari teknik memijat seperti ini, Vo?''

''E ... a-aku ... Cuma autodidak ...''

''O, ya ... kok bisa seenak ini? Hebat!''

''Hehehe ... Abang, terlalu berlebihan memujinya.''

''Tidak. Saya serius. Pijitan tangan kamu tuh, nikmat! Seperti pijitan para terapis yang sudah profesional.''

''Hehehe ... Abang bisa aja!'' Aku tersenyum. Tersipu malu-malu.

''Teruskan, Sayang!''

Aku mengangguk pelan.

Bang Sam menarik napasnya dalam-dalam, ketika telapak tanganku menyentuh kedua lingkaran putingnya yang kemerahan. Di pinggirannya terdapat beberapa rambut halus yang tumbuh memanjang dan kasar. Setiap aku mengusap bagian itu, tubuh Bang Sam bergidik. Menggelinjang seperti tersengat aliran listrik.

''Hmmm ... enak, Vo!'' desah Bang Sam manja.

Dari dadanya, tanganku turun ke bagian perutnya. Kemudian pusar dan pubisnya. Dengan rasa yang gemetar aku mengurut lembut bagian-bagian itu. Jantungku terasa berguncang lebih kencang saat aku mulai menekan dan memijit area paha bagian luarnya. Aku tercengang karena ada yang berdiri menjulang membentuk tenda di balik kain sarung. Mungkinkah itu batang kontol Bang Sam yang sedang terangsang. Mengeras dan memanjang? Ngaceng tak terkendali, diam-diam tak mau bilang-bilang.

Aku jadi menghentikan kegiatan memijitku. Aku tak kuasa untuk melanjutkannya. Tubuhku sudah gemetaran tak karuan. Panas dingin seperti dispenser.

''Vo ... kenapa? Kok diam? Ayo lanjutkan lagi!''

Ayah Tiriku IdolakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang