Wanita muda sekitar usia 12 tahunan dengan dandanan modis yang duduk di samping kiri ku mengeluarkan sebuah ponsel dari tas hitamnya yang mungil. Lalu, dengan gerakan anggun, dia menempelkan benda itu di telinganya.
" Assalamu'alaikum.. kak, Zia sudah di halte. Kakak masih di mana? kok telat jemput zia. Mana hujan lagi. Pakaian zia sudah mulai basah kecipratan air hujan!" adu nya kesal.
" Gak mau tahu! sebagai gantinya. Kakak harus belikan coklat yang banyak untuk zia." ucap wanita muda itu disertai kekehan kecil. Suaranya setengah berteriak mengalahkan hujan yang sedari tadi mengguyur bumi.
" iya bawel, kakak tidak perlu khawatir. Zia pakai jaket kok, tebal lagi melebihi tebal nya bulu domba." kedua mata nya terpejam ketika ia tertawa. Entah apa yang kakak nya katakan hingga wanita bernama zia itu tertawa sebahagia itu.
" Ya..ya.. Zia sayang kakak juga." Wanita muda itu mengakhiri sambungan teleponnya dengan senyuman yang terukir di wajah cantiknya.
Tak terasa senyuman itu tertular pada Alka memunculkan rasa hangat di hatinya.
" Kamu beruntung." ucapan lirih Alka terdengar sampai ke telinga zia. Refleks zia menoleh ke arah nya.
" Maaf, " zia menatap dengan wajah tanya.
" Maaf, aku sempat mendengar percakapan kalian tadi dan kamu beruntung. Pasti kakak mu sungguh menyayangi mu."
" Itu hal wajar. Kita bersaudara, pasti saling menyayangi." jawaban polos nya cukup menampar hatiku. Aku harus sadar bahwa aku bukanlah bagian dari mereka. Tak sepantasnya aku mendapatkan kasih sayang mereka. Apalagi membebani mereka dengan tinggal di sana.
" Iya, kau benar." Lirih Alka.
Percakapan itu terhenti. Entah berapa lama Alka melamum sampai suara klakson yang memekak telinga menyadarkannya.
Seperti gerakan Slow motion, seorang Laki-laki yang sudah menolongnya malam itu keluar dari dalam mobil dengan memegang payung merah di genggamannya. Alka segera membalikkan tubuhnya kesamping membelakangi Zia. Semoga saja dia tidak mengenali ku. Do'anya dalam hati.
" Kamu tidak apa-apa?" tanya Kakak Zia. Alka tak percaya bisa mendengar suara itu lagi, namun berbeda nadanya terdengar lembut sarat penuh kekhawatiran.
" Zia tidak akan baik-baik saja, kecuali kakak belikan Zia coklat yang banyak!"
" Jangan pikirkan itu, coklat mu sudah ada di mobil." walaupun diucapkannya datar, lelaki itu tersenyum kecil ketika melihat Zia adiknya bersorak bahagia mendapatkan apa yang ia inginkan.
" Ayo, kita pulang." Zia mengangguk, namun sebelum pergi. Sialnya, Zia menyapa nya.
" Kak, aku pulang duluan ya." pamitnya. Alka hanya mengangkat tangan kanannya dengan jari-jari nya berbentuk OK tanpa membalikkan tubuhnya. Alka kira mereka akan langsung pergi. Tapi perkataan Zia membuat nya membulatkan mata
" Kak, bisakah kakak mengantar dia juga. Halte ini sudah mulai sepi. Berbahaya kalau kakak ini sendirian di sini."
Alka langsung membalikkan tubuh nya dan segera menjawab " Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Ini baru jam setengah delapan, belum terlalu malam." Alka langsung mengatupkan mulutnya ketika tatapannya bersibobrok dengan mata tajam lelaki itu yang tak lain Bara.
" Sudahlah kak, ikut saja dengan kita. Kita orang baik kok. Bukan penculik. Mana ada penculik se keren kita. Iya gak kak" Guyonnya. Bara tak acuh dengan guyonan Zia, hingga zia mendengus sebal " Kakak tidak seru!!"
Sambil mengeratkan jaket adiknya, Bara berkata " Udara semakin dingin, tidak baik untuk mu tetap di sini. Kakak dengar halte ini ada penunggunya." Alka mengangkat sebelah alisnya, menunggu kelanjutan ucapan Bara. "Seorang wanita tua meninggal karena serangan jantung saat menunggu bus di halte ini. Sebelum wanita tua itu datang, kita segera pergi dari sini." Tatapan Bara melekat pada ku. " Kalau dia tidak mau ikut. Biarkan saja. Mungkin wanita tua itu akan senang ada orang yang menemaninya malam ini" Aku menatap Bara, kehilangan kata-kata sambil membayangkan wanita tua dengan wajah penuh darah muncul di kepalaku." Tidak, tidak... Aku tidak mau" Alka segera berdiri, mendekati Bara dan zia. Sudut bibir Bara bergerak naik, memperlihatkan senyum penuh kepuasan. Pancingan nya berhasil termakan.
" Baiklah, aku ikut" lirihnya.
[
[
Sab, 3 November 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
ALKAIRA
Teen Fiction" Panggil gue Bara. Gak usah pakai embel-embel kakak, karena gue bukan kakak lo." satu kata yang cocok buat lelaki itu ' angkuh, menyebalkan, sombong, sok ganteng, mulut cabe... ' Alka terus menghujat lelaki itu di dalam hati nya sambil memoloti Bar...